Hai, kawan goodreaders Indonesia, tahun 2011 ini Klub Buku Goodreads Indonesia kembali menyelenggarakan diskusi buku.
Sebagian orang beranggapan bahwa kehidupan pesantren serupa kerangkeng yang memenjarakan kebebasan berekspresi dan mengekang keinginan menikmati pernik-pernik dunia. Segala pengaturan yang ketat, keseharian yang serba diawasi, dan rutinitas yang membosankan menjadi stigma yang begitu melekat pada anggapan mereka. Apakah benar begitu adanya? A. Fuadi, melalui novel debutnya yang fenomenal Negeri 5 Menara, mengilustrasikan kehidupan pesantren dengan segala rupa dan warnanya berdasar pengalaman pribadinya sendiri. Enam karakter santri menjadi sarana mewujudkan ilustrasinya tersebut. Liku-liku persahabatan mereka yang berbalut pelbagai kisah suka dan duka, menghadirkan sajian yang penuh inspirasi dan hikmah. Citra pesantren menjadi demikian indah dan menyenangkan. Dari pesantren itulah, tokoh-tokohnya meraih mimpi dan berusaha mengubah takdir mereka.
Lalu, apa? Sampai di situ sajakah petualangan mereka? Tentu saja masih ada sederet pengalaman menakjubkan lain yang mereka alami, bukan? Tidak melulu semanis madu, sepahit empedu, atau sekecut asam jawa.
So, what…?
Klub Buku Goodreads Indonesia mengundang para pembaca Indonesia untuk mencari tahu petualangan-petualangan seru lainnya dari para sohibul menara pada:
Acara: Klub Buku GRI 2011 - #1 Menjelajah Ranah 3 Warna Hari/Tanggal: Minggu/06 Februari 2011 Waktu: 14.00 - 16.00 WIB Tempat: TM Bookstore Depok Town Square, Lt. UG, Jalan Margonda Raya, Depok
Judul: Grasshoper Penulis: Wiwien Wintarto Penerbit: PT Elex Media Komputindo Tebal: 312 hlm Harga: Rp49.800 Terbit: Desember 2010 ISBN: 978-979-27-8804-4
Prita Paramitha (Prita) belum menetapkan hatinya untuk menjadikan bulu tangkis sebagai fokus utama dalam skema masa depannya, meskipun ia baru saja memenangi Kejuaraan Daerah Junior di kota kelahirannya. Bersama Delia Saraswati (Saras), sahabat sekaligus rival yang dikalahkannya dalam Kejurda tersebut, Prita mengalami petualangan misterius yang ‘memaksa’ mereka mengikuti kejuaraan Badminton Super Series di Yogyakarta. Hanya sepotong nama Subur yang menjadi clue untuk menebak siapa orang di balik pelbagai fasilitas yang didapatnya selama ini. Tapi, itu pun tak cukup menyejukkan hati Prita sebelum ia bertemu muka langsung dengan orang tersebut. Sementara misteri Subur belum terkuak, di tengah-tengah konsentrasinya menjalani pertandingan demi pertandingan, Prita diliputi kebingungan akan percikan api asmara yang dipantik oleh dua cowok yang sangat memengaruhinya saat itu. Bagaimana Prita meng-handle virus merah jambu yang menyergapnya sehingga ia tetap concern pada setiap pertandingan yang dilakoninya? Apakah pada akhirnya Prita menemukan pemilik buku panduan bermain badminton yang membantunya memahami bulu tangkis secara lebih mendalam? Lalu, sampai kapan misteri Subur dan segala fasilitas serta motivasi yang diberikan pada Prita akan tetap tersamarkan? Temukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut beserta segala ketegangan dan kejutan pada sebuah pertandingan bulu tangkis yang menakjubkan dalam novel terbaru karya Wiwien Wintarto ini.
Bulu tangkis lebih menarik minat saya ketimbang bermacam olahraga lainnya. Sejak kecil, saya menikmati pertandingan tepok bulu itu ketika ditayangkan di televisi. Nama-nama besar pemain bulu tangkis, baik dari dalam maupun luar negeri, pernah begitu lekat dalam ingatan saya. Sejak belum punya televisi sendiri, saya sering berlama-lama bertamu ke rumah tetangga jika ada jadwal pertandingan bulu tangkis kelas dunia yang ditayangkan stasiun televisi lokal kala itu. Saya benar-benar jatuh hati setangah mati pada bulu tangkis. Keseharian saya pun tak luput dengan bermain bulu tangkis. Meskipun hanya dengan menggunakan raket seharga Rp2.500-an dan jaring pembatas (net) dari anyaman rafia, saya menikmati bertanding bersama teman-teman masa kecil saya. Salah satu kenangan terindah dari zaman saya masih ingusan.
Selain jaminan nama penulisnya, tema bulu tangkis yang diangkatnya menjadi penarik utama saya untuk segera membaca novel ini sejak kali pertama tahu bahwa novel ini akan beredar. Dan, yeahhhh, feel badminton-nya benar-benar terasa sejak lembar pembukanya. Saya seolah-olah sedang menyaksikan (mendengarkan) siaran langsung sebuah pertandingan bulu tangkis. Bahkan, terkadang ikut deg-degan menantikan hasil akhirnya. Namun, kesengajaan penulis yang merangkai kisahnya dengan gaya cersil (cerita silat) sedikit banyak mengganggu kenikmatan saya melumat kisah perjuangan si grasshopper (belalang sembah) ini. Entahlah, dari awal saya berharap mendapatkan sajian pertandingan bulu tangkis biasa sebagaimana lumrahnya yang pernah saya tonton (atau dengar). Sedangkan, dalam novel ini, kisah menjadi sedikit lebih tidak masuk akal, kental nuansa silatnya, dan bahkan beberapa bagiannya cukup dijelaskan dalam satu kata, “ajaib”. Tak ayal, saya pun jadi ingat film Shaolin Soccer-nya Stephen Chow yang memadukan sepakbola dengan kung fu. Menarik tapi kurang logis, sehingga bagi saya pribadi yang berfantasi soal keindahan alami bulu tangkis tidak mendapatkannya.
Dari plotnya sendiri cukup menarik meskipun uhuk*kok-agak-sinetron-ya?*uhuk. Perjuangan from zero to hero-nya dibumbui taburan segala macam hal misterius yang sayangnya terlalu gamblang dibeberkan jawabannya sehingga kesan misteriusnya itu menjadi…hmm, agak hambar. Coba kalau misterinya itu dibuat terbongkar sedikit demi sedikit bukannya ujug-ujug ada orang yang cerita dari A-Z dalam waktu satu jam dan seluruh misteri itu, duarrr…terpecahkan. Terlalu biasa jadinya. Kurang njelimet. Yah, meskipun, dari segi genre tidak dimaksudkan untuk njelimet juga sih. Tapi, kalau ada potensi ke arah sana, why not, kan? Saya melihat, sebenarnya novel ini memiliki potensi untuk menjadi lebih menarik lagi.
Yang saya suka justru sisi cinta-cintaan yang ada di novel ini. Dengan porsi yang cukup, nuansa merah jambu ini menghadirkan konflik yang memadai untuk memperkuat sebuah kisah perjuangan yang ujungnya hanya terdiri atas dua pilihan, menang atau kalah (atau juga dapat dibuat seri/draw, biar terkesan happy ending). Walaupun hanya sekadar kisah cinta segitiga biasa namun penulis berhasil mengemasnya secara menggemaskan, dan tentu saja, dengan porsi yang tidak berlebihan sehingga latar bulu tangkisnya tetap terjaga intensitasnya.
Dari segi teknis cetakan, novel ini masih memiliki banyak kelemahan. Yang paling terlihat tentu saja inkonsistensi penulisan istilah-istilah asing-nya, terkadang dicetak miring dan terkadang tidak. Covernya not bad-lah. Jenis dan ukuran font, serta margin halaman cukup, tidak mengganggu ketika dibaca. Sedangkan beberapa kesalahan cetak masih ada, beberapa di antaranya:
(hlm. 3) = modelling, (hlm. 8, 119) = modeling, dua-duanya tidak ada yang dicetak miring, bisa dianggap kata serapan atau istilah asing, hanya sayangnya inkonsistensi dalam penggunaannya. (hlm. 96) Darius Sinarthya ….saya iseng mengetikkan nama tersebut di Google dan yang nongol: Darius Sinathrya (hlm. 257) merried = married? (hlm. 286) set pertamai…..= pertama (hlm. 298, sekadar konfirmasi nggak penting) ikut unas = ujian nasional? Oh, sekarang singkatannya itu unas, bukan lagi UAN/UN?
Pada akhirnya, saya memang bingung harus menentukan untuk menyukai atau tidak menyukai novel ini, karena pada sebagiannya saya puas dan pada sebagian yang lain tidak. Maka, saya memilih zona aman, memberikan penilaian di tengah-tengah. Sudah jelas, saya menyukai bagaimana penulis memainkan peran menggoyang-goyang imajinasi dengan alur dan konflik yang beragam, namun saya juga agak kurang puas dengan beberapa titik eksekusi yang dipilihnya. Dan, maaf, kali ini saya tidak begitu menyukai unsur ‘jayus’ yang menyelusup lewat kalimat serta dialog para tokohnya. Harus saya akui, saya adalah penganut paham ‘bedakan kalimat tulisan dan kalimat lisan’ jadi ketika penulis memutuskan untuk me’lisan’kan kalimat yang seharusnya bernapas ‘kalimat tulisan’ saya menjadi agak kurang menikmati (yang ini benar-benar karena unsur subjektivitas).
Sorry, but I refuse to remember anything from this book
Rating: 1 out 5 stars
Judul: Bali to Remember Penulis: Erlin Cahyadi Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Tebal: 224 hlm Harga: Rp30.000 Terbit: Desember 2010 ISBN: 978-979-22-6444-9
Kira serasa mendapat durian runtuh ketika secara tak terduga ia terpilih untuk tampil sebagai host dalam sebuah acara reality show bertema jalan-jalan. Celakanya, ia harus ditemani oleh Dean, aktor muda yang sedang naik daun di dunia pertelevisian dalam negeri. Sejak kali pertama bersua, Kira telah mengibarkan bendera perang karena sebuah insiden yang membuatnya mencap Dean sebagai seorang yang arogan. Maka, betapa tersiksanya ia harus selalu berdua-duaan dengan cowok itu. Untung saja ada Andros, cowok cute yang telah menawan hatinya sejak cowok itu mengarahkan moncong kamera ke wajahnya, di rumahnya.
Maka, dimulailah petualangan yang penuh dengan beragam rasa yang melibatkan tiga hati di Bali yang super romantis. Bagaimana Kira mendamaikan hati dan perasaannya sehingga dapat menentukan pilihannya untuk melabuhkan cintanya pada Dean ataukah Andros. Simak perjalanan penuh kejutan Kira dalam novel kedua karya Erlin Cahyadi ini. Harus saya akui, Erlin memiliki kemampuan yang cukup memadai untuk merangkai kata menjadi kalimat yang mengalir lancar serta pilihan diksi yang bagus. Dari waktu ke waktu, perjalanan Kira-Dean-Andros terekam manis dibumbui pelbagai rempah sehingga tersaji hidangan konflik yang mengaduk-aduk emosi. Latar belakang keindahan Bali pada beberapa bagian diulas secara lengkap, memberikan nilai lebih pada novel ini. Bagi saya yang belum pernah sekali pun menginjakkan kaki di pulau dewata tersebut, hikzzz…malangnya nasibku, ulasan tentang Bali itu memberikan sedikit gambaran dan suntikan motivasi untuk segera bisa terbang dan mendarat di Bali.
Sayang, tema yang dipilih Erlin untuk ditulisnya sangat jauh dari original. Terlalu klise, terlalu mudah ditebak, dan terlalu biasa. Pada mulanya saya terhanyut pada adegan cat and dog yang tercipta antara Kira dan Dean, apalagi ditambah kehadiran Andros yang membuat konflik makin menajam. Too bad, adegan itu kemudian seperti tak pernah berakhir. Mereka terus saja bertengkar, lalu berbaikan, lalu bertengkar lagi, begitu terus sampai saya berhenti menikmatinya dan berharap semuanya segera selesai. Saya begitu capek membaca makian demi makian, sindiran demi sindiran, beserta aura negatif yang bertaburan di setiap situasi. Maka, saya pun terpaksa skip halaman. Inginnya saya berhenti baca dan langsung melempar novel ini ke kotak buku-telah-dibaca tapi kan nggak mungkin, lha wong saya belum selesai membacanya tho? Maka, saya paksakan diri untuk menuntaskan membacanya. Dan, thank GOD, akhirnya kelar juga. Meskipun, sekali lagi, dengan melompati banyak sekali halaman.
Agak disesalkan memang bahwa kepiawaian memilih diksi yang dimiliki Erlin tidak dibarengi dengan cerita yang kuat. Plot yang babak belur karena konflik yang tidak berkembang meskipun didukung karakter yang lumayan. Bahkan, secara mengejutkan, saya menyukai beberapa dialog yang ada di novel ini. Maka, maafkan saya jika hanya itu yang saya ingat dari novel ini. Tentu saja saya ingat Bali, tapi lebih karena saya sudah sejak dari zaman putih abu-abu dulu ingin sekali berkunjung ke sana, bukan karena membaca novel ini.
P.S.: saya bahkan tidak berselera mencari typo di novel ini, LOL!
Sinopsis:
"Berat lo berapa sih? Bikin oleng aja!" kata Dean keras, mencoba mengalahkan deru mesin jetski yang dinaikinya. "Lo bilang gue berat? Ngaca dulu dong! Lo tuh yang gendut! Kasian juga ya lo, selebriti terkenal tapi nggak punya cermin di rumah!" balas Kira nggak mau kalah. "Kalau lo ngomong yang nggak penting kayak gini, gue ceburin lo ke laut!" "Berani lo? Gue nggak takut!"
Gara-gara terpilih jadi host acara jalan-jalan bersama artis, hidup Kira jadi jungkir balik kayak jet coaster. Apalagi artisnya Dean Christian. Buat Kira, Dean itu kesialan terbesar di sepanjang hidupnya. Dean emang artis, tapi nyebelinnya minta ampun. Dean juga cakep, tapi kasarnya juga ampun-ampunan. Singkat kata, nggak mungkin deh Kira bisa baik atau bahkan suka sama cowok kayak Dean.
Tapi... kalau selama seminggu full Kira jalan-jalan bareng Dean, di Bali pula, apa mungkin perasaan itu nggak bakal berubah? Apalagi waktu Dean tiba-tiba melakukan hal-hal ajaib yang nggak pernah Kira bayangkan sebelumnya..
Seluruh postingan dalam blog ini merupakan milik @fiksimetropop kecuali disebutkan lain. Pemuatan ulang sebuah artikel dari sumber lain akan disertakan keterangan atau tautan sumber aslinya. Dilarang memuat ulang sebagian atau seluruh artikel tanpa izin.
Resensi atas buku yang diulas di blog ini merupakan pendapat murni dan subjektif yang akan selalu disertakan alasan. Resensi tidak dapat dipengaruhi oleh faktor apa pun.