Monday, September 7, 2009

Resensi Novel Metropop: (Repost) tere liye - The Gogons, James and Incedibles Incidents

Tragedi demi tragedi dari para sahabat sejati


Gimana ya, nyesek deh abis baca nih novel. Bukan kecewa tapi malahan putus asa. Loh? Apaan sih? Maksudnya, nih novel sukses ngaduk-ngaduk emosi gua. Tragedi demi tragedi yang diciptain ama pengarangnya berhasil menjerat gua. Terutama kata keramatnya "sebuah siklus pengorbanan yang indah". Keren.

Gua kadang dibikin ngikik geli (baca sendirian gak berani ketawa, ntar dikira gila kan berabe), kadang dibikin pengin nangis (sumpah!!) dan kadang dibikin ngikik geli plus mewek (serius). Sekaligus. Deuu...segitunya. Tapi bener kok. Tau yak, gua orangnya emank gampang banget kebawa perasaan, gampang kepengaruh, terutama ama kata-kata yang bagus.

Awal baca gua rada gak respect sebenernya. Bahasa yang standar, dialog yang kadang datar, bahkan cerita yang (menurut gua) nggak logis (bener nggak sih ada orang yang tinggal beberapa meter aja dari komodo buas nan ganas bisa lolos?? Will you say it's a miracle?). But, pelan tapi pasti gua mulai kesedot ama critanya. Konflik yang sambung menyambung (mumet juga sih) bikin gua (yang notabene suka novel full-konflik kek gini) nggak bisa berenti baca, sampai akhir tentunya. Ngeri sebenernya. Gua yang juga punya genk, lima orang juga, nggak pengin lah dapet masalah "superserius" kek gitu. Nggak ngerti deh gimana bisa ngatasinnya.

Benang merah nih novel adalah sobatan lima orang yang diiket gara-gara inisial nama depan mereka yang kesemuanya "A" (sebagian nama panggilan). James, Ari, Diar, Adi, dan Dito. Sorry ya gua lupa penjelasan penulis tentang keterdekatan inisial "A" dengan tokoh James, Diar dan Dito. Ntar deh gua klarifikasi lagi. Hehehe.....

Mereka segenk gila-gilaan sejak kuliah. Yah untung aja, kadar gila mereka nggak sampai menjerumus ke hal-hal yang negatif. Semuanya lurus aja. Kekompakan mereka nggak diragukan lagi. Diibaratkan mereka dah mengenal luar-dalam satu sama lain, katanya (nyatanya rahasia masing-masing tetep menjadi rahasia sendiri). Adegan dibuka dengan hiruk pikuk kedatangan gerombolan the gogons (oh ya the gogons sendiri itu sekadar nama saja, tapi biasanya digunakan untuk memanggil satu sama laen. Kalo jamak, semua anggota, disapa Gons. Kalo tunggal, satu anggota, disapa Gon) ke Bali untuk menghadiri resepsi pernikahan Adi (istri Adi namanya Made, anak seorang konglomerat di Bali). Ada Dahlia dan Citra yang juga menyertai mereka. Perasaan seneng bisa ke Bali akhirnya bikin keki the gogons, soalnya secara sepihak Adi menunjuk mereka menjadi pagar bagus. Awal yang ceria inilah yang bikin gua sedikit canggung untuk melanjutkan membaca novel dari genre Metropop keluaran Gramedia ini. Untung gua paksain karena selanjutnya satu demi satu kejutan mengerikan berdatangan. Secara berurutan. Seperti emank sudah ada daftar antreannya. Mulai dari Diar yang meninggal akibat diabetes stadium lanjut, Azhar dan Dahlia yang kecelakaan (padahal saat itu cinta mereka mulai mekar sempuna), Dito yang ternyata diperalat kenalan cewek bulenya untuk membawa paket heroin seberat 4,9 kg (gila.....dahsyat banget konflik yang ini), Adi yang terus saja bersitegang dengan mertuanya karena ngotot pindah ke Jakarta, Ari yang merupakan anggota the gogons paling cakap, pintar, mendadak jadi gila, dan James yang terbelit untuk kembali menelusuri masa lalunya. Masa lalu cinta pertamanya, dengan Weni. Hoaoaoahh.....gua sampai ngelus dada di endingnya. Merinding euy.

Tapi, kisah-kisah menyedihkan ini belumlah berujung. Penulis memang menargetkan novel ini untuk berseri. Seri berikutnya, sesuai catatan di epilog, mengambil tajuk Dito & The Prison of Love. Berarti Dito yang nanti bakal lebih sering disorot, setelah yang pertama ini James.

Sisi lemah novel ini cuman di editannya yang kurang rapi. Beberapa kata salah cetak. Dan beberapa kalimat terasa janggal. Seperti yang ini "Apakah semua maksud ini?" (gua lupa ada di halaman berapa). Apa nggak sebaiknya "Apakah maksud semua ini?"?...

Tapi mau nggak mau gua ngasih bintang empat buat serentetan konflik yang pasti bagi gua gak pernah kepikiran sebelumnya.

Congratz

Catatan: tulisan ini saya posting di http://bukabuku.multiply.com (14 April 2006)

Resensi Novel Chicklit: (Repost) Karen Quinn - The Ivy Chronicles:

Gara-gara Anak TK!

Published by C!Publishing
Page 441+xiii
Price (Gramedia Banjarmasin) Rp. 55.600,00

Seru?
.....Sudah pasti!
Gokil?
.....Jelas!
Edan?
.....Iya!

Bayangin aja, mo masukin anak ke TK aja musti nyewa seorang penasihat dengan tarif $20 ribu....gila nggak tuh?

Si author (plus penerbit) bilang bahwa ide cerita ini memang dibangun dari kisah hidup nyata si penulis sendiri, yang memang pernah menjalani profesi sebagai penasihat pendidikan dalam penerimaan siswa sekolah Taman Kanak-Kanak.

The Story:

Ivy Ames, adalah seorang perempuan Yahudi, mapan, matang (di awal 40an) yang telah mencapai puncak kejayaan hidup yang dicita-citakan. Trauma masa kecil akibat perceraian orang tua dan hidup serba kekurangan a.k.a miskin banget membuatnya gigih berjuang untuk meraih kehidupan mewah yang selalu diangankannya.

Setelah lulus dari Yale (berkat beasiswa yang diterimanya) Ivy langsung diterima bekerja di Myoki Bank, sebuah bank bergengsi di kota New York. Empat belas tahun mengabdi di sana, mengantarkan Ivy menduduki jabatan yang cukup mentereng. Kebahagiaannya begitu lengkap dengan keharmonisan keluarganya (dua orang putri yang manis, suami yang tampan meskipun baru saja kena PHK dari pekerjaannya sebagai seorang pialang), apartemen mewah di kawasan Fifth Avenue, dan segala kemewahan lain yang membuatnya nyaman dalam menjalani kehidupan.

Tetapi, belum lama ia mencecap semua itu, badai yang tak terkira besarnya menghantam kehidupan Ivy. Ia dipecat. Kemudian di hari pemecatannya, Ivy menangkap basah suaminya berselingkuh dengan istri rivalnya di kantor. Tak hanya itu, ia juga harus menjual apartemen mewahnya, memecat seluruh pembantunya, memindahkan dua putrinya dari sekolah swasta yang mahal ke sekolah negeri di daerah pinggiran. Ivy beserta kedua putrinya pun terpaksa pindah ke daerah pinggiran Manhattan. Satu atap dengan beberapa tetangga yang dalam hari-hari selanjutnya ikut mewarnai kehidupannya.....termasuk urusan cinta dan....seks. Juga ada cerita soal romantisme hati sapi cincang.....

Untunglah, Ivy punya teman berhati malaikat, Faith yang begitu beruntung dinikahi seorang miliuner dengan harta berlimpah. Berkat Faith, Ivy menemukan cara untuk membiayai hidupnya dan hidup kedua putrinya. Yaitu menjalani profesi sebagai penasihat penerimaan siswa di sekolah swasta dengan tarif $20 ribu per klien.

Awalnya, bisnis ini tersendat-sendat, karena Ivy memang belum punya pengalaman apa-apa. Ia hanya mendapatkan sedikit bimbingan dari mantan bawahannya di Myoki Bank, Tipper Bucket, yang sekarang bekerja di bagian penerimaan di sekolah Harvard Day. Tapi karena sebuah insiden yang tak terduga, yang membuat kepala sekolah Harvard Day meninggal, dan Tipper diangkat menjadi penggantinya, bisnis Ivy meledak. Bahkan tanpa beriklan lagi, Ivy langsung mendapat beberapa klien yang cukup beragam. Ada klien yang seorang petinggi perusahaan penerbitan terbesar di Amerika (bahkan dunia), ada klien yang lesbian, ada klien yang seorang janda setengah frustasi yang tahun lalu gagal memasukkan putri semata wayangnya ke 35 sekolah, ada klien yang seorang pembantu baik hati, ada klien yang seorang mafia, dan ada pula klien yang suka mengancam akan membunuhnya. Benar-benar membuat Ivy pontang-panting. Jadi, bagaimana Ivy menjalankan bisnisnya? Apakah seluruh bocah dari kliennya dapat diterima di sekolah pilihan mereka? Keknya harus baca sendiri deh. Gak seru kan, kalo gua bocorin semuanya...

Huaaa....gua jadi berdebar-debar loh bacanya. Full of surprises! pokoknya....
Cuman sekali lagi, gua terbentur ama banyaknya kultur budaya asing yang nggak masuk di akal gua (bayangin aja anak umur empat tahun udah ngomongin soal penis dan vagina....OMG....syukur banget gua hidup di Indonesia)....
Novel ini juga cukup vokal bicara soal agama, terutama Yahudi, dan isu rasial.
Dari segi translatenya, not bad. Bahkan cukup bagus, menurut gua. Nggak kalah keren deh ama karya-karya terjemahan GPU.
Untuk yang udah ngelirak-ngelirik nih buku setiap jalan ke bookstore, gua saranin comot aja. Laik banget kok buat dibaca dan dikoleksi.

Enjoy Reading!!!

Catatan: tulisan ini saya posting di http://bukabuku.multiply.com (15 Agustus 2006)

Resensi Novel Metropop: (Repost) Ilana Tan - Autumn In Paris

Jatuh cinta pada saudara sendiri


Sebenarnya aku pengin ngasih bintang dua setengah tapi nggak ada pilihannya, jadinya aku pilih bintang dua saja, karena menurutku bintang tiga terlalu banyak. Sebelumnya perlu kusampaikan bahwa review ini adalah berdasarkan rasa dan seleraku saja, selaku penikmat novel. Jujur, aku tidak punya latar belakang ilmu sastra sama sekali, jadi review ini adalah subjektif dari aku sendiri.

Keinginan untuk menebak. Dari sebuah misteri. Yang menciptakan penasaran. Itu adalah benang merah yang aku tangkap dari novel kedua karya Ilana Tan ini. Novel pertamanya (juga masuk dalam genre metropop-nya Gramedia Pustaka Utama/GPU) bertitel Summer In Seoul, dikatakan ada sedikit kaitan antara novel ini dengan novel pertama itu. Hanya sedikit. Di awal cerita Ilana berusaha membuat kita menebak, mengapa ada seorang perempuan yang dipanggil-panggil oleh seorang laki-laki tetapi dia tidak menggubrisnya. Di sini, Ilana juga mencoba menyeret kita untuk bersabar mengetahui identitas lelaki tersebut. Dan menurutku ini sudah sangat umum di banyak novel sehingga kesan misterius tidak lagi didapatkan pada bagian awal novel setebal 265 halaman ini.

Bab-bab berikut terjalin dengan efek 'penasaran' yang dengan susah payah coba dibangun oleh penulis. Dari pertemuan tak terduga Tara (lakon utama perempuan) dengan Tatsuya (lakon utama laki-laki 1) yang kemudian berlanjut dengan perkenalan resmi mereka lewat perantaraan Sebastien (lakon utama laki-laki 2) dirangkai sedemikian rupa, berharap pembaca menebak apa yang berikutnya dapat terjadi.

Kelemahan 'efek penasaran' yang coba dibangun oleh penulis mulai terlihat ketika dengan mudah aku bisa menebak rahasia besar apa yang disimpan Tatsuya. Berikutnya juga gampang sekali ditebak mengapa Tatsuya sangat membenci Paris, mengapa akhirnya Tatsuya mencintai Paris, dan bagaimana kelanjutan hubungan Tara-Tatsuya. Dari sini aku dengan gamblang dapat menebak kemana alur akan dibawa oleh penulis. Satu kelemahan lain yang tampak adalah ending dengan mematikan salah satu karakter utama seakan tak lagi memberikan efek dramatis karena tema cerita yang kelewat sederhana menurutku. Yah, tema utamanya adalah kisah cinta dua saudara seayah yang tak saling mengenal yang akhirnya harus menghadapi kenyataan bahwa cinta mereka tidak mungkin dapat bersatu.

Aku sebenarnya mengharapkan bahwa salah satu karakter nekat, secara ekstrem melawan dunia dengan tetap memperjuangkan cinta terlarang tersebut. Tetapi sepertinya penulis tidak mau berkontroversi dengan membuat kedua karakter ikhlas menerima keadaan dan menyerahkan kepada takdir untuk menyelesaikan masalah mereka.

Secara keseluruhan, aku kurang 'merinding' membaca novel yang sebenarnya masuk kategori melankolis-romantis-dramatis ini. Merinding adalah salah satu ukuran bagiku untuk dapat menilai sebagus apa (tentu sesuai seleraku) novel yang baru saja kubaca. Tetapi harus kuakui Ilana mampu merangkai kata dengan cukup ciamik, dialog yang mengalir lancar, dan deskripsi adegan romantis yang bikin 'ngiri'. Oke, bagi siapa saja yang butuh novel tragis dan romantis, novel ini pantas untuk dikoleksi.

Catatan: review ini saya posting di http://bukabuku.multiply.com (03 Agustus 2007), saya repost kembali tanpa sunting-ulang (kecuali edit tulisan).