Tuesday, July 31, 2012

Minggu Ini Baca Apa? #1

Rencana oh rencana. Saya itu paling hebat dalam hal merusak rencana. #eh. Yah, berulang kali saya ingin menjalankan sesuatu berdasarkan rencana, tapi kemudian malah kocar-kacir. Tapi, keledai pun tak mau terjerembab ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya, kan?


Saya mulai mencoba (dan berusaha optimal) untuk mengimplementasikan rencana. Puji Tuhan, saya bisa meng-host Pengarang Bulan Ini edisi perdana yang sedianya untuk bulan Juni 2012, dan harus saya mundurkan ke Juli 2012, dengan mbak Rina Suryakusuma sebagai Penulis Pilihan. Meskipun belum 100% maksimal karena tiga novel beliau masih belum juga terbaca (satu sudah, tapi belum dibuatkan reviunya). Tapi, dalam gambaran personal saya, satu rencana saya sudah terlaksana.

Nah, saya mulai pede kembali untuk membuat rencana demi rencana yang tentu saja musti direalisasikan. Hmm, kali ini saya ingin melecut diri sendiri dengan menghadirkan my own feature bertajuk "Minggu Ini Baca Apa?" agar target baca tahunan saya tetap dapat saya kejar. Tak repot melongok hasil, yang penting saya menikmati prosesnya. #semoga

Untuk "Minggu Ini Baca Apa?" saya edisi yang perdana ini, berikut adalah list beberapa buku yang ingin saya tuntaskan-baca:

1. Nada Cinta Marcella, teen lit by Ken Terate. Sejauh ini saya tinggal merampungkan kurang lebih 50-an halaman tersisa. Saya sungguh-sungguh-sungguh menyukai novel teen lit ini dan sudah tak sabar ingin menyelesaikan dan mereviunya.


2. Endorphin: a dose of happiness, metropop by Pramesti Ratna. Saya sudah mencicip beberapa lembar awal kisahnya. Enggg....sejatinya saya tak begitu rela ikut terlarut dalam kisah ke-Korea-Korea-an. Bukannnn...bukan saya alergi. Saya suka kok nonton beberapa K-Drama atau malah dengerin K-Pop. Hanya saja, saya tak suka membaca buku 'hasil trend'. Terkadang cuman 'aji mumpung'. Mumpung lagi booming, ikutan nulis. Semoga novel ini menyenangkan. #ameen.


3. Diary si Bocah Tengil: Kenyataan Pahit, kidlit by Jeff Kinney. Saya suka seri ini. Cowok banget. Tengil banget. Gokil. Meski terkadang nggak lucu-lucu amat.


Baiklah, itu tiga buku yang ingin saya rampungkan minggu ini. Tak banyak memang. Bahkan, cenderung...HAH? Cuman segitu? PAYAH!!! Tapi ya...daripada nggak baca sama sekali, kan?

Itu pun syukur kalau saya bisa tuntas ketiga-tiganya. Dua saja, saya sudah senang. Nah, minggu ini kamu baca apa? Yukkk...kita rampungkan bacaan kita masing-masing...

Selamat membaca, kawan!

Saturday, July 28, 2012

[Koleksi Baru] ...persiapan untuk Giveaway Agustus 2012

Nahhh, buat teman-teman di twitter yang kemarin terpilih di #GiveawayJuli mohon bersabar sementara waktu yaaa... tadi sore saya baru menyempatkan diri window shopping ke toko buku, berniat mencari hadiah untuk dikirimkan ke kalian, tetapi rupanya stock novel-novelnya mbak Rina Suryakusuma kosong di Trimedia Ambasador, toko buku yang saya kunjungi sore tadi. InsyaAlloh, besok saya akan menjadwalkan pergi ke Gramedia Matraman, semoga di sana buku-buku mbak Rina tersedia... #ameen.

Dan, yaaahhh...sekalinya masuk toko buku, pastilah susah nian menahan godaan untuk tak mencomot barang satu dua buku. Okelah, bulan ini pun saya belum begitu banyak berbelanja (sepertinya sih, hehehe) dan alhamdulillah, saldo masih cukup buat Lebaran, xixixi, maka tak ada salahnya saya membeli buku-buku ini:


1. Hipster! by Dyahtri N.W. Astuti
2. Endorphin by Pramesti Ratna
3. With You by Christian Simamora and Orizuka

Lumayanlah, bukunya bisa buat persiapan mudik lebaran. Saya mudik tanggal 11 Agustus, yayyyyyyy....sudah tak sabar merasakan sepoi angin kampung halaman yang menyejukkan... #siap.siap.sweater

Dan, tadi siang juga kebetulan paket Twivortiare by Ika Natassa yang diterbitkan ulang oleh Gramedia sudah sampai.


Sebenarnya saya sudah membaca novel ini awal tahun kemarin yang versi Nulis Buku. Reviu saya bisa dicek di sini. Namun, saya memang telah berkomitmen untuk mengoleksi seluruh novel metropop yang diterbitkan Gramedia, jadi yang ini pun tetap saya beli, apalagi menurut Ika, ada beberapa part baru yang tidak ada di versi sebelumnya yang diselipkan dalam novel yang diterbitkan oleh Gramedia... so, saya tetap bersemangat membaca-baca lagi Twivortiare ini.

Dannnnnnnn, kabar gembira buat pencinta novel metropop yang mungkin belum baca atau beli novel ini, karena dua dari tiga novel yang saya pesan by pre-order (bertanda tangan Ika Natassa) tersebut akan saya bagi-bagikan melalui #GiveawayAgustus nanti. Jadi, buat yang mau, nanti ikutan yaaaa....

Baik, selamat membaca, kawan!

Thursday, July 26, 2012

[Resensi Novel Amore] Postcard from Neverland by Rina Suryakusuma

Perjuangan Cinta


Judul: Postcard from Neverland
Pengarang: Rina Suryakusuma
Editor: Novera Kresnawati
Co-Editor: Irna Permanasari
Sampul: Mracel A.W.
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 280 hlm
Harga: Rp33.000
Rilis: Agustus 2010
ISBN: 978-979-22-5698-7

Ami Amarell Siswoyo mendapat anugerah kecantikan alami nan memikat. Namun, kecantikan itu justru membawa begitu banyak kesulitan bagi Ami, terutama ketika sang Ayah meninggal dunia, terpaksa Ami yang menggantikan perannya untuk menjadi tulang punggung keluarga bagi sang Ibu dan seorang adik perempuannya. Ami pun drop out dari kuliahnya dan bekerja apa saja demi menjalani hidup, dan dalam dunia kerja inilah hidupnya makin sengsara. Pelecehan demi pelecehan ia dapatkan, karena label cantik yang disandangnya.

Sampai ia bertemu Joshua Leinard tanpa sengaja. Didorong sahabat karibnya, Lusi, Ami mencoba peruntungan untuk bekerja di sebuah cafe hotel honteng lima yang baru akan dibuka. Kembali insiden tak menyenangkan menimpanya yang berakhir pada tawaran untuk bekerja sebagai kepala pelayan di rumah Josh. Dari sinilah, seluruh hidup Ami berubah. Tak hanya ia mendapat kecukupan finansial, namun ia juga berhasil bertemu dengan cinta sejatinya. Lantas, sanggupkah Ami mempertahankan cintanya? Cinta yang memilin begitu banyak jalinan perbedaan? Mampukah ia menghalau cibiran dan cemoohan orang demi memperjuangkan cintanya?

Simak liku-liku kehidupan Ami dalam novel Amore bertajuk Postcard from Neverland karya Rina Suryakusuma ini.


Membaca Postcard from Neverland, saya seolah diingatkan kembali dengan kisah cinta Cinderella yang demikian melegenda itu. Atau, film komedi romantis Maid in Manhattan yang dibintangi si cantik Jennifer Lopez. Tema novel ini memang klasik nan klise. Si cantik yang harus berjuang tak kenal lelah lalu berjumpa dengan pangeran tampan nan kaya raya, tentu tak lupa tambahkan beberapa tokoh antagonis, voila, cinta memenangkan seluruh pertarungan.

Saya mungkin cenderung terlalu menghakimi begitu mengakhiri membaca novel ini. Selain bumbu dasar yang begitu mirip kisah Cinderella, hubungan antarnegara, perempuan asli Indonesia dan laki-laki bule masih terlalu di awang-awang bagi saya, meskipun toh di Indonesia hal ini sudah biasa. Di Jakarta misalnya, tak jarang saya mendapati pasangan antarnegara ini di mall, angkutan umum, atau di jalan-jalan. Lagi-lagi, ini hanya persepsi pribadi saya belaka. Maklum, saya masih terlalu percaya bahwa orangtua selalu meminta menantu yang asalnya tak jauh-jauh, kadang malah diminta sesuku, lha kalau sudah beda negara, jelas tak masuk hitungan, kan?

Yang membuat saya betah membaca novel ini, dan justru menyukainya, adalah tentu kepiawaian mbak Rina dalam meracik kisah cinta yang klise itu menjadi segar untuk dibaca. Tak ketinggalan, beragam pesan terselip di sana-sini yang dapat memperkaya wawasan kehidupan kita, paling tidak bagi saya pribadi--sebagai pembaca. Salah satunya adalah pada bagian ketika Ami harus menerima perlakuan tak menyenangkan menjadi bahan pergunjingan di minimarket ketika Ami menemani Josh berbelanja. Saya merasa sepicik ibu-ibu di minimarket itu. Menduga bahwa cewek 'pengguide' (baca penggaet) cowok bule itu, tak lain tak bukan sekadar mencari peruntungan nasib. Bisa mencari harta, atau #justjoking, mengubah keturunan. Oh, #ShameOnMe.

malesinearlychildhood.blogspot.com

Dignity. Martabat. Harga diri. Itu pula yang saya tangkap tersirat dalam novel ini. "Kau boleh miskin harta, tapi tak boleh miskin jiwa", entah saya membacanya di mana, tapi itu pula yang saya dapatkan selepas rampung membaca Postcard from Neverland. Bolehlah miskin, tapi jangan mengobral diri dengan melakukan apa saja demi sesuap nasi. Ami tetap mempertahankan prinsipnya, bahwa ia mencintai Josh tanpa tendensi apa pun kecuali cinta itu sendiri. Maka, ketika Josh melamarnya sementara Ami masih menjadi pelayan, Ami memintanya bersabar. Ia ingin melanjutkan kuliahnya terlebih dahulu (dengan menolak bantuan biaya kuliah dari Josh) dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai, barulah mengusahakan untuk menyatukan cinta mereka. Ami bukan terhasut omongan orang, namun tak bisa dimungkiri, semua hal akan menjadi lebih mudah jika kedudukan Ami-Josh sudah setara, maksudnya tak lagi terikat hubungan pelayan-majikan.
Jujur saja, Ami tidak ingin dicap sebagai pagar makan tanaman. Pelayan kok merayu majikan? (97)
Sampai di pertengahan menjelang konflik 'panas' saya pun menunggu dengan sabar twist apa yang akan diciptakan oleh mbak Rina. Lagi-lagi, saya musti menyebut bahwa sejauh ini, Lullaby yang paling membuat saya terpana karena twist-nya. Sementara dalam Postcard ini, twist-nya hanya membuat gempa kecil saja, tak sampai bikin saya terguncang.

Bagian lain yang membuat saya agak sedikit mengerutkan kening adalah hadirnya karakter Dennis, anak lelaki Josh. Awalnya saya sangat antusias menantikan kehadirannya untuk membuat konflik menjadi kian meruncing. Memang makin runcing sih, tapi kok saya kurang merasakan sensasinya, ya? Malah saya sampai bingung mengekspresikan rasa, bagaimana coba seorang ayah mencemburui anaknya sendiri? Yah, bisa saja sih, tapi lagi-lagi, wawasan saya yang terkungkung tradisi menjadikan saya masih merasa aneh melihat ayah cemburu melihat anaknya 'dekat' dengan kekasihnya. Pada titik ini, saya berharap mbak Rina menampilkan konflik yang berbeda. Ummm, apa ya misalnya? ...Dennis sama sekali cuek dan memperlakukan Ami dengan lebih kasar lagi, sehingga Josh dalam dilema, "membela sang anak atau kekasihnya, mungkin? Bukankah di novel ini sudah begitu? Memang dalam novel ini sebagian sudah dibikin begitu, tapi karena ada unsur letupan asmara, jadinya balik-balik ke urusan percintaan lagi. Bukan konflik keluarga.

Tetapi cinta memang kekuatan terbesar yang diciptakan oleh Tuhan, bukan? Unsur inilah yang bisa menyebabkan segala tindakan dan perbuatan terjadi di muka bumi. KepadaNya pun kita diminta untuk memeberikan cinta. Maka, tak perlu lagi memperdebatkan segala macam perbedaan jika cinta sudah merasuk dalam jiwa. Saran saja mungkin untuk menambahkan lebih banyak problematika ke dalam novel ini sebagai pembuktian bahwa cinta Ami-Josh memang layak diperjuangkan. Pertentangan keluarga Ami, mungkin, atau karyawan Josh yang menyebarkan fitnah soal Ami. Bah, sinetron banget ya...hehehe....:)



Bagi saya, novel ini adalah novel survival, yang mengajarkan kita untuk bertahan hidup dengan tetap memegang teguh prinsip positif yang kita punya. Janganlah mengorbankan harga diri demi mencicipi sekelumit kemewahan. Percayalah, Tuhan itu ada. Selama kita berusaha, niscaya Dia Yang Di Atas akan memberikan jalan kemudahan bagi kita.

Overall saya menyukai novel ini. Banyak hal yang bisa saya dapatkan novel Amore ini. Masih ada typo di sana-sini, tapi sepertinya lebih sedikit ketimbang Lullaby atau Jejak Kenangan. Ujung cerita yang "mengharuskan si tokoh utama berpindah ke Amerika" serupa deja vu selepas membaca Jejak Kenangan yang juga diakhiri demikian, hanya berbeda negara bagian saja. Baiklah, 3 dari skala 5 bintang saya berikan untuk novel ini.

Selamat membaca, kawan!

Wednesday, July 25, 2012

[Resensi Novel Amore] Jejak Kenangan by Rina Suryakusuma

Tak baik menyimpan bara masa lalu yang bisa membakar masa depanmu...


Judul: Jejak Kenangan
Pengarang: Rina Suryakusuma
Editor: Novera Kresnawati
Co-editor: Irna Permanasari
Sampul: Marcel AW
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 264 hlm
Harga:
Rilis: Juni 2011
ISBN: 978-979-22-6915-4

Nadia Valencia Wibrata. Nama itu akan dikenang Allysa "Ally" Gumulya seumur hidupnya. Karena pemilik nama itu dengan tega membiarkannya merana sewaktu SMA dan bahkan menyebabkan sang mama meninggal dunia. Ally bersumpah, di suatu waktu kelak ia akan menuntut balas padanya. Ally yakin dengan sumpahnya.

Tahun berselang, Ally yang sebatang kara telah mencapai segalanya. Karier yang moncer, sahabat dekat yang begitu perhatian, tempat kerja yang menyenangkan, namun ia masih belum bahagia. Selain karena kisah cintanya yang kandas, ia juga belum berkesempatan menuntaskan dendamnya. Lalu, ketika kesempatan itu datang melalui seorang laki-laki tampan yang menggetarkan hati Ally sejak mula bersua, Ivan Adidjaja, akankah Ally benar-benar hendak melampiaskan dendamnya yang membara? Sanggupkah ia menerima segala konsekuensi yang terburuk sekalipun, semisal dipecat dari pekerjaan impian dan melepas lelaki yang disayanginya?

Simak perjuangan Ally dalam menyusuri jalan hidupnya yang menyimpan duri masa lalu yang hendak dicerabutnya dalam novel Amore bertajuk Jejak Kenangan karya Rina Suryakusuma ini.


Sebelumnya terima kasih kepada mbak Rina Suryakusuma yang telah mengirimkan novel Jejak Kenangan ini kepada saya.

Dalam catatan saya, novel ini merupakan novel keempat dari mbak Rina yang tergabung dalam label Novel Amore terbitan Gramedia sehingga pakem-pakem Amore sebagaimana pernah disebutkan mbak Rina dalam perbincangan kita beberapa waktu lalu sangat terasa juga di novel ini. Termasuk ciri khas dari seorang mbak Rina yaitu dari diksi, gaya menulis, dan tentu saja selipan pesan serta twist yang selalu ada.

Novel ini mengangkat permasalahan tentang dendam masa lalu dan perjuangan untuk menguburnya dalam-dalam agar tak menggerogoti masa depan. Adalah Allysa Gumulya yang sudah harus berjuang seorang diri karena sang mama yang lebih dulu kembali ke sisi Tuhan dan ayah yang tak pernah diketahuinya, terpaksa menyebut sumpah dendam ketika dengan hati tercabik ia meminta bantuan Nadia tapi bukan bantuan yang diterima Ally, gadis itu malah menghinanya.

Lantas setelah dendam terbalaskan, apakah kebahagiaan kemudian datang menghampiri kita?
Kenapa kamu membiarkan masa lalu mengoyak masa depanmu? (216) Tutuplah pintu masa lalu, apalagi yang membuat hatimu tercabik dan berdosa. (220)
Begitulah nasihat Bu Fara, atasan Ally, ketika Ally tetap berhasrat mewujudkan sumpah dendamnya meskipun kenyamanan hidupnya saat ini sebagai taruhannya.

Saya suka dengan benang merah novel ini. Saya yakin, masing-masing dari kita pernah menyimpan setitik benih 'dendam' atas hal tak nyaman yang mungkin terjadi di masa lalu. Menyesakkan, memang, tapi saya setuju pada Dianna, sahabat Ally dalam buku ini:

"Nggak semua orang yang pernah berbuat salah nggak tahu kata menyesal."
Sesakit apa pun hati, kita tetap harus belajar memberikan maaf. (163)
Jujur, pada bagian ini saya ingat mantan. #eh.curcol. Bukan, bukan teringat si dia dalam nuansa romansa. Saya hanya...#makjleb, sampai detik ini saya masih menolak berhubungan kembali dengannya dalam bentuk apa pun. Pertemanan, tentu saja, karena ia pun sudah berumah tangga. Saya harus belajar memberikan maaf (dan juga meminta maaf). Terima kasih, Ally. Terima kasih, mbak Rina.


www.sidomi.com

Hal personal lain yang saya dapatkan adalah etos kerja Ally yang luar biasa. Saya jadi malu jika mengingat keseharian saya yang seringnya 'gondok' jika bos meminta saya menambah jam kerja (alias lembur) untuk menyelesaikan pekerjaan. Huhuhu. Semoga seusai ini saya bisa meniru semangat Ally karena sejatinya saya juga sangat menyukai pekerjaan saya. #ameen.

Selain temanya yang menarik, eksekusi novel ini juga menawan, meskipun saya kurang puas dengan pilihan endingnya. Jujur, saya menunggu twist yang mengejutkan sebagaimana tersaji dalam Lullaby. Sayangnya, saya kurang merasa "terperangah" dengan twist-nya. Entah saya yang kurang peka atau bagaimana, hehehe...

Salah satu hal yang juga saya sukai dari gaya menulis mbak Rina adalah banyaknya kata-kata keren yang dapat ditandai sebagai quotes yang menginspirasi:

Mana ada rasa rindu dan kehilangan yang yang bisa kedaluwarsa. (62)


Inikah yang disebut chemistry? Hal yang indah, yang hanya bisa dirasakan hati, namun tidak bisa disentuh tangan. Hal yang kata orang tidak akan mungkin bisa dijelaskan logika sehebat apa pun. (65)


Hari yang diawali dengan ketergesaan dan emosi negatif, ujung-ujungnya tidak bagus. (138)


Membenarkan sesuatu yang telah terkoyak selalu lebih sulit daripada memulai yang baru. (161)


Kejujuran adalah harga yang layak untuk memulai (suatu) hubungan. (193)
Oiya, masih ada typo dalam buku ini, berikut beberapa di antaranya:
(hlm. 13) menggangguk = mengangguk
(hlm. 25) kharisma (hlm. 28) karisma = inkonsistensi
(hlm. 32) mempromoskan = mempromosikan
(hlm. 36) Up Town Woman (hlm. 134) Up-town Woman = inkonsistensi
(hlm. 37) pecinta alkhohol = pencinta alkohol
(hlm. 114) Wibarata = Wibrata
(hlm. 172) melap = mengelap
(hlm. 204) bawha = bahwa
(hlm. 221) ke luar dari ruang = keluar
(hlm. 228) Sangan = Sangat
Selain typo tersebut, ada beberapa hal yang agak mengganggu saya. Entah saya yang tulalit, atau memang ada yang terlewat ketika diedit. Hal-hal itu adalah:

1. Sampai dengan halaman 106, Ally tak pernah tahu siapa nama perempuan dari sepasang tunangan yang kartu pernikahannya sedang ditanganinya. Nah, setahu saya (yang pernah menemani teman memesan kartu undangan, di percetakan biasa sih) pembuat kartu pernikahan pasti sudah langsung menanyakan nama kedua pasangan untuk dicantumkan di kartu, kan? Ataukah pada tugas Ally ini masih dalam tahap desain kasar yang belum diberikan tulisan macam-macam?

2. Di halaman 168, Ally-Ivan berjanji-temu makan malam di Praline Wine and Dine, tapi di halaman 171, Ivan duduk menunggu di The Vicar. Nah, apakah kedua restoran ini sama? Seingat saya sih tidak.

3. Menurut saya di bab 18-19-20 terdapat kronologi waktu yang terjadi dalam 2 hari secara berurutan. Sementara pada halaman 212, Ivan menyebutkan "...mendengarkan narasi panjangmu kemarin--" padahal jika dirunut waktunya, pertemuan Ally-Ivan dalam halaman ini terjadi di hari yang sama dengan kejadian di bab 18 sehingga kata "kemarin" seharusnya "tadi pagi", apalagi adegan di bab 20 adalah merujuk waktu keesokan harinya. Apa saya yang salah tangkap, ya?
Hmm, ada satu hal menarik yang saya dapati. Soal sekolah yang ada di novel ini, Pratama School. Apakah sekolah itu adalah sekolah yang sama yang menjadi setting bagi novel Ask Tinkerbell? hihihi#just.curious



http://joefindlove.blogspot.com

Overall, meskipun terdapat beberapa hal yang menurut saya masih dapat dikembangkan, saya tetap suka dengan novel ini. Banyak keindahan yang disajikan dalam novel ini, termasuk keindahan cinta yang saling memberi dan saling menerima (take and give), serta sisi relijius yang diselipkan secara apik. 3 dari skala 5 bintang saya sematkan pada novel Amore karya mbak Rina Suryakusuma ini.

Baiklah, selamat membaca kawan!



Tuesday, July 24, 2012

[Resensi Novel Teenlit] Ask Tinkerbell by Rina Suryakusuma

Tink, bantu masalah cintaku donk, puhleeaaseee...


Judul: Ask Tinkerbell
Pengarang: Rina M. Suryakusuma
Perancang sampul dan ilustrasi: Yenny
Penerbit: LiNTAS
Tebal: iv + 154 hlm
Harga: Rp-
Rilis: Februari 2008 (cet. 1)
ISBN: 978-979-17528-2-4

Sejatinya, Swastika tak pernah bersedia memenuhi permintaan Dylan, tetangga dan sahabat masa kecil yang meminta bantuannya untuk menyelamatkan reputasi majalah sekolah, The Raising Star, yang sedang di ujung tanduk. Bukan karena Swastika tak bisa menulis, dia malah juara satu menulis artikel se-Jakarta, dia hanya tak lagi menaruh simpati pada Dylan, sahabat cowoknya itu sudah lama tidak mengacuhkannya, lalu demi apa Swastika musti membantunya?

Tapi, nyatanya bujukan Dylan tak mudah diabaikan. Maka, resmilah Swastika memerankan Tinkerbell, peri cinta tak kasat mata yang memberikan nasihat-nasihat gokil bagi setiap permasalahan percintaan yang dialami oleh seluruh siswa Pratama High School dalam kolom Ask Tink! pada majalah sekolah The Raising Star. Peran yang awalnya menyenangkan itu lambat laun makin menguras energi Swastika, dia juga sering makan hati. Coba saja dibayangkan, bagaimana perasaan Swastika ketika mendapati sepucuk surat cinta dari cowok yang menaksirnya yang selama ini tidak pernah ia bayangkan. Tuh, apa coba jawaban yang benar yang musti dia berikan buat cowok itu?

Simak liku-liku Swastika dalam menjalani perannya sebagai peri cinta yang akhirnya pusing tujuh keliling menerima problematika siswa-siswi SMU dalam novel debutan Pengarang Bulan Juli 2012, Rina Suryakusuma, Ask Tinkerbell berikut ini.


Hmm, saya baru tahu bahwa novel ini merupakan karya Rina Suryakusuma setelah blog metropop.lover memilihnya sebagai Pengarang Bulan Ini dan segera mengumpulkan pelbagai informasi tentang karya Rina. Beruntung, meskipun novel ini terhitung langka karena sudah terbit sejak lama, sebuah pameran buku di Jakarta mempertemukan saya dengan novel ini. Voila...saya membacanya dan saya suka novel ini.

Novel ini ditulis pada tahun 2008, sewaktu teen lit sedang booming di Indonesia. Dan, novel ini dibuat dalam nuansa cinta remaja yang begitu kental. Setting SMU Pratama Jakarta dengan segala pernik-perniknya begitu gemerlap. Namun demikian, karena saya baru membacanya belakangan, nuansanya menjadi biasa-biasa saja karena gemerlap cinta putih abu-abu itu sudah terlampau sering ditampilkan, baik dalam buku maupun dalam film televisi. Untung saja, gaya menulis, plot, dan konflik yang diciptakan Rina begitu hidup sehingga memberikan warna-warni cerita remaja yang menggelora.

Sejujurnya saya begitu terpikat dengan novel ini karena satu sebab subjektif, saya pernah ingin membuat novel dengan tokoh pengasuh kolom gosip di majalah dinding sekolah. Hahaha. Saya memang begini, terkadang begitu mudah jatuh suka pada novel yang saya impikan saya tulis. Semisal novel Say No To Love-nya Wiwien Wintarto yang menghadirkan karakter-karakter protagonis, minus tokoh antagonis, saya juga ingin menulis sebuah novel tanpa tokoh antagonis karena saya beranggapan, sebenarnya manusia dilahirkan sebagai orang baik dan semua bisa menjadi orang baik. Nah, malah curcol lagi.

Membaca novel debutannya ini, saya menjadi tahu mengapa saya menyukai gaya menulis Rina. Dari awal, Rina telah piawai meracik kata. Meskipun sederhana, namun memiliki makna yang cukup dalam. Saya suka. Selain itu, dari segi plot, karakter, dan rupa-rupa konflik untuk menjalin adegan per adegannya cukup memadai meskipun untuk beberapa hal, pergantian bagian antartokoh pada novel masih ini terasa belum begitu mulus. Misalnya dalam suatu adegan Swastika-Dylan, dengan PoV orang ketiga, adegan diceritakan bergantian dari sisi keduanya yang bagi saya terkadang membutuhkan sedikit konsentrasi untuk memahami dari sisi siapa bagian tersebut sedang dikisahkan.

Satu lagi yang agak mengganggu adalah 'adanya-sedikit-kemiripan-adegan' antara salah satu bagian dalam novel ini dengan bagian pada novel Me vs High Heels karya Maria Ardelia, yang adegan si tokoh utama dipermalukan sama gebetannya di pesta ulang tahun itu (kalau tidak salah) hampir mirip dengan adegan yang dialami Swastika di pesta valentine sekolahannya. Tapi, saya sih dengan sangat antusias menyarankan agar novel ini bisa di retouch lalu diterbitkan-ulang. Jika benar dapat kesempatan untuk terbit-ulang, adegan itu adalah salah satu adegan yang saya sarankan untuk diganti dengan adegan lain. Karena sangat berpotensi 'mirip' dengan Me vs High Heels, meskipun tak ada unsur sama-menyamain, tapi bagi yang sudah membaca kedua novel ini pasti merasa deh.

Hmm, soal typo, hahaha, saya tak menandai, tapi novel ini memang kebanjiran typo. Tambahan saran, jika memang akan terbit-ulang, mohon dipastikan untuk menjadikannya bebas-typo. Plus, sebaiknya mengikuti kaidah EYD, cetak miring untuk istilah bahasa asing, mengingat cukup banyak istilah dalam bahasa Inggris dalam novel ini (yang tidak dimiringkan).

Selebihnya saya suka. Dari awal, saya menebak bahwa Swastika paling-paling ujungnya akan dipasangkan sama Dylan. Resep standar, kan, awal-awal bertengkar ujung-ujungnya jadi mesra. Ternyata...saya ketipu, huhuhu. Di tengah-tengah cerita sih, sudah dipastikan siapa pangeran yang ditakdirkan untuk menggaet Swastika, dan saya setuju dengan pilihan yang diberikan sang penulis kepada Swastika, hahaha.

Baiklah, overall 3,5 bintang dari skala 5 bintang saya berikan untuk novel teen lit ini. Sekali lagi, biarpun tema dan setting-nya biasa dan klise, namun eksekusi yang dilakukan Rina cukup apik sehingga saya tetap enjoy membaca novel ini hingga tuntas.

Selamat membaca, kawan!

Monday, July 23, 2012

Pengarang Bulan Ini: Rina Suryakusuma

Hai, metropop.lover, kembali saya mengingatkan bahwa bulan Juli 2012 ini, Rina Suryakusuma, pengarang novel amore Lullaby, adalah Pengarang Bulan Ini, pilihan blog metropop.lover.


Dua bagian perbincangan kita bersama Mbak Rina telah saya posting, silakan klik tautan di bawah ini untuk menyimaknya:
Rina Suryakusuma: Semoga tulisan saya menjangkau hati para pembaca, dan memuliakan Tuhan.


Dan, untuk menyimak karya-karya Rina Suryakusuma, silakan klik pada gambar sampul novel di bawah ini yang akan membawamu ke goodreads.com









Selamat membaca, kawan.

Rina Suryakusuma: Semoga tulisan saya menjangkau hati pembaca, dan memuliakan Tuhan

Hai, metropop.lover, setelah bagian pertama pada artikel yang telah saya posting di awal bulan Juli kemarin lebih banyak mengurai keseharian, awal mula karier kepenulisan sampai dengan liku-liku perjalanan hingga berhasil menembus dunia penerbitan buku, kali ini bagian kedua dan terakhir dari perbincangan saya dengan Penulis Bulan Ini, Rina Suryakusuma, akan diisi dengan cerita seputar proses kreatif dari karya-karyanya, pengaruh dari penulis favorit, hingga harapan masa datang bagi seorang Rina Suryakusuma. Oiya, bagian kedua ini, saya tampilkan dengan gaya tanya-jawab langsung, bukan reportase sebagaimana yang saya tampilkan di bagian pertama, agar lebih dekat dengan penulis pilihan kita ini.


Untuk mengawali obrolan, saya menanyakan sebuah pertanyaan yang oleh Dee (kalau tidak salah ingat) dianggap salah satu pertanyaan paling nggak kreatif yang ditanyakan seseorang kepada penulis, "Dari mana biasanya inspirasi Rina peroleh dalam menuliskan sebuah novel?" Syukurlah, Rina dengan sabar masih mau menjawab pertanyaan klise saya, hehehe...

Rina: Inspirasi bisa datang dari mana saja. Itu pasti jawaban standar yang diberikan oleh para penulis. Tapi jika ditanya, saya juga tidak bisa menjabarkan, dari mana ide ini timbul. Ide ini datang dari kehidupan yang berlangsung dalam diri kita, ataupun mengamati sekitar kita. Bisa dari melihat kehidupan seseorang (Lukisan Keempat), bisa dari melihat betapa mengenaskan hidup anak jalanan (Zoom - Lintas, 2008), bisa saja ide itu datang dari ngobrol dengan pelayan cafe (Postcard From Neverland), bisa dari mendengarkan lagu (novel in progress saya, yang sedang diedit di penerbit). Intinya, ide bisa datang dari mana saja.


Biasanya, seorang penulis top sekalipun tetap memiliki idola, baik penulisnya atau karya-karyanya. Saya juga menanyakan hal tersebut pada Rina. Apakah novel favorit Rina, baik dalam maupun luar negeri?

Rina: Novel favorit saya banyak sekali. Tapi jika hendak dimampatkan dalam beberapa judul, yang merupakan everlasting books buat saya, itu bisa dibilang: Karya Agatha Christie, Laura Ingalls series, Shopaholic series, dan juga buku karangan Barbara Taylor Bradford.

Hmm, menarik. Itu dari buku-buku favorit, bagaimana dengan pengarang favorit?

Rina: Penulis dalam negeri yang sangat saya sukai adalah Marga T - saya tumbuh di era ketika Marga T merajai pasaran novel fiksi di Indonesia, S Mara Gd - penulis ini menemani saya di masa SMA - juga penulis remaja lepas zaman dulu, seperti Arini Suryokusumo dan Yanti Rahardja. Dan zaman sekarang, saya suka Clara Ng, Ilana Tan, Winna Efendi, Ika Natassa, Sitta Karina, dan juga Stephanie Zen.

Penulis luar yang sangat saya sukai adalah Enid Blyton, Agatha Christie, Barbara Taylor Bradford, Laura Ingalls dan untuk penulis sekarang, tentu saya suka JK Rowling dan Sophie Kinsella.

Wow, banyak ya yang disukai oleh Rina, lalu, dari sekian buku dan penulis favorit, apakah ada pengaruhnya bagi Rina dalam menulis?

Rina: Sedikit banyak, pasti ada. Saya belajar tentang family value dalam serial Laura Ingalls, little house series. Saya belajar tentang bagaimana membuat tulisan yang kocak dan jenaka, dari Sophie Kinsella. Saya belajar tentang penggambaran detail yang kaya, dari tulisan Barbara Taylor maupun Ilana Tan. Semua karya yang kita baca, singkatnya, adalah sebuah pembelajaran.


Baiklah kalau begitu, selanjutnya saya ingin tahu lebih banyak tentang karya-karya yang telah dihasilkan oleh Rina Suryakusuma. Saya memulainya dengan menanyakan tentang novel-novel terakhirnya yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Terkait novel-novel Rina yang telah diterbitkan Gramedia sebagian besar adalah berlabel Amore, apakah itu pilihan Rina atau editor? Boleh diceritakan sedikit tentang label Amore bagi novel-novel karya Rina?

Rina: Awalnya, saya menulis tanpa memikirkan pengkotakan, akan dimasukkan genre apakah naskah saya ini oleh editor Gramedia. Dan kemudian dua naskah saya diterima, yaitu Lukisan Keempat dan Postcard From Neverland. Editor yang membantu saya saat itu berkata bahwa naskah ini akan dimasukkan dalam genre baru, yaitu Amore. Mengutip keterangan yang mereka berikan pada saya, amore itu sedikit banyak mirip metropop. Perbedaan signifikan di genre amore adalah: bahasa yang mungkin lebih puitis, kisah cinta yang lebih mendalam (metropop lebih menekankan pada dunia kerja dan pergaulan di kota besar, sementara amore lebih pada perasaan sang tokoh), happy ending yang selalu ada di kisah amore (sedikit berbeda dengan metropop yang bisa saja sad ending - contoh paling nyata: novel karya Ilana Tan), juga biarpun tidak harus, tapi tipis-tebal naskah ini juga menjadi patokan.

Saat ini pun saya sedang mencoba untuk menulis di genre baru. Metropop, adalah salah satu mimpi saya selanjutnya :) Tapi kita lihat saja. Karena sebagai penulis, tugas kita adalah menulis yang terbaik. Masalah pengkotakan genre, saya serahkan pada penerbit. Karena saya percaya, mereka juga memiliki pandangan serta strateginya sendiri.

Wahhh, metropop, saya gembira sekali mendengarnya. Tak sabar menanti kejutan metropop karya Rina Suryakusuma. Baiklah, saya meneruskan pertanyaan, mengapa memilih cinta sebagai tema novel-novel Rina?

Rina: Saya suka kisah romance. Jangan tanya kenapa, tapi sejak dulu, romance is just like my cup of tea. Saya suka membaca fomance, saya suka film romcom (romance comedy). Jadi tulisan ini bisa dibilang, adalah sesuai passion saya yang terdalam.

Wow, baiklah, saya juga penyuka romance, jadi saya tak akan mengungkit lebih dalam, soalnya jika saya ditanya, "mengapa?" saya pun tak tahu harus menjawab apa, apakah kesukaan akan sesuatu selalu harus disertai alasan selain karena suka? Anyway, mari lanjutkan perbincangan. Mumpung lagi bicara romance yang biasanya bertabur cinta-cintaan, saya bertanya, apa makna cinta bagi seorang Rina Suryakusuma?

Rina: Cinta untuk saya, mungkin seperti arti cinta untuk Ivan dan Ally, di buku Jejak Kenangan :) Cinta berarti hubungan yang saling memberi dan menerima (take and give), cinta tidak harus kalah, tapi menyatukan dua hati yang berbeda, tanpa ada pihak yang lebih rendah atau tinggi. Cinta diiringi dengan saling mengalah dan mau saling mengerti, bisa membentuk fondasi yang kuat untuk maju ke step berikutnya :)



Ohhhhhh..... *meleleh*, duhai cintaku, di manakah engkau berada? #ups malah curcol. Lalu, tidak takutkah novelnya dianggap ‘tidak-serius’ karena melulu bicara cinta?

Rina: Saya kembalikan penilaian itu pada pembaca :) Saya sebagai penulis, berusaha memberikan yang terbaik dalam setiap karya yang saya hasilkan. Baik dalam hal tema, cara menulis, konflik bahkan nilai moral yang saya angkat dalam setiap tulisan. Tapi dalam dunia seni ini, we just can't please everybody. Bahkan dalam buku sekelas JK Rowling misalnya, tetap ada yang mengkritik dan tidak menyukai hasil karyanya,. Jika demikian, apalagi novel saya :) Yang jelas, saya menulis sesuai kata hati saya. Dan saya harap saya bisa tetap menyuguhkan yang terbaik dari tulisan saya itu.

Bagaimana cara Rina menghindarkan novel-novel cinta yang Anda tulis tidak jatuh pada jenis novel cinta yang menye-menye?

Rina: Saya menulis, menulis, menulis, dan akhirnya mengendapkannya. Dalam masa pengendapan itu, saya memiliki teman-teman yang saya percaya, untuk menjadi first reader saya. Mereka membaca naskah awal ini. Saya mengendapkannya. Setelah dibaca, mereka akan mengkritiknya, dan percayalah, kadang sadis. Dan setelah beberapa waktu, setelah saya bisa lebih objektif terhadap naskah saya itu, saya membaca ulang, mencoba menjadi orang asing untuk tulisan saya. Jika ada beberapa hal yang jatuh pada hal klise, menurut first reader ataupun diri saya sendiri, saya harus membantai, membongkar, merevisi, mengedit naskah saya itu. Semoga dengan bersikap lebih objektif, 'tidak terlalu sayang' dan menganggap tulisan tanpa cacat, kita bisa menghindarkan diri jatuh pada hal klise, atau menye-menye :)

Hmmm, pelajaran menulis yang sungguh berharga, #notetomyself. Apakah Rina melakukan riset terlebih dahulu dalam menulis ataukah begitu dapat ide langsung menulis? Jika iya, manakah dari novel-novel yang sudah terbit yang membutuhkan waktu paling lama dalam hal riset?

Rina: Biasanya saya pasti riset. Entah dengan googling, atau mungkin mewawancarai teman yang jauh lebih mengerti. Riset yang paling lama, sementara ini, adalah Lullaby.


Nah, jika ditanya lebih jauh, manakah dari novel yang sudah terbit yang membutuhkan waktu paling lama dalam prosesnya (baik dari konsep, riset, produksi, hingga naik cetak)?

Rina: sementara adalah Lullaby. Sejak ditulis, sebelum dikirim ke penerbit sudah saya edit. Setelah dikirim, diharuskan revisi. Memakan waktu cukup lama, saya lupa tepatnya berapa lama, sepertinya kurang lebih satu tahun.

Dari semua novel yang sudah terbit, mana yang memberikan kesan paling mendalam? Mengapa?

Rina: setiap novel yang saya tulis, saya sukai karena semua punya cerita sendiri. Agak sulit untuk saya memilih favorit, karena memang, ketika menulis, saya menyukai ide dan plot setiap naskah.


Soal karakterisasi, apakah tokoh-tokoh dalam novel Rina murni reka-imajinasi atau ada beberapa yang berasal dari sosok nyata kehidupan keseharian Anda?

Rina: kebanyakan adalah imajinasi. Memang ada yang berasal dari sosok nyata, misalnya Natasha di Lukisan Keempat, itu sedikit banyak saya ambil dari teman saya yang bekerja sebagai stewardess Singapore Airlines. Sosoknya dan pekerjaannya, mirip teman saya. Tapi background kisah hidupnya, murni imajinatif.

Dari semua tokoh yang sudah dihidupkan, mana yang paling sulit ketika pendalaman karakternya? Mengapa?

Rina: yang paling sulit mungkin adalah Audy, di Lullaby. Sebagai gadis berusia 24 tahun, hidup Audy cukup kompleks. Saya sulit membayangkan jadi dirinya, yang melihat bayangan terus menerus, yang tidak bisa membedakan yang nyata dan tidak. Rasanya cukup menyeramkan. Dan ketika sulit, saya harus berhenti, riset kembali, membayangkan scene demi scene di otak saya, dan baru menulis kembali.

Baik, sampai dengan saat ini, saya sudah baca Lukisan Keempat dan Lullaby dari novel-novel Rina, yang lain sudah saya miliki tapi belum dibaca. Nah, kalau Lukisan Keempat yang berlatar belakang kehidupan pramugari lalu Lullaby tentang psikologi, itu inspirasi dari mana?

Rina: seperti saya jelaskan, Lukisan Keempat itu sedikit banyak mengambil tokoh teman saya sang pramugari. Tapi kisah hidupnya, fiktif. Setelah sosok Natasha itu ada dalam pikiran saya, tidak sulit membayangkan konflik yang muncul dan menimpa hidupnya. Dimulai dari ayah yang begitu mengecewakannya.

Sementara Audy dalam Lullaby, satu hari, sosok gadis itu muncul begitu saja dalam pikiran saya. gadis yang selalu melihat kembarannya, sementara orang lain tahu, kembaran itu sudah tidak ada. Gadis yang selalu mengajak kembarannya bercanda. Gadis yang menyimpan masa lalu kelam, tapi tidak pernah sadar masa lalu itu ada. Gadis yang dihantui rasa bersalah karena sakit jantung dan perlakuan spesial yang ia terima. Lalu gadis itu lahir dalam sosok Audy.

Boleh diceritakan secara singkat bagaimana proses penulisan keduanya?

Rina: Lukisan Keempat saya tulis kurang lebih dua sampai tiga bulan. Menulis e-mail bolak balik dengan teman saya itu. Riset dan googling tentang pelatihan stewardess. Plotting, menciptakan konflik. Dan akhirnya menulis tentang Natasha Rahadian.

Lullaby agak sedikit lebih lama. Saya membaca tentang artikel psikologi. Saya mencari data tentang penyakit jantung. Saya menggali ingatan saya tentang kantor akuntan, karena saya dulu pernah bekerja di sana. Penulisannya pun memakan waktu yang cukup lama. Awalnya Lullaby menggunakan Point of View (PoV) orang pertama, berganti dari tokoh Audy dan Rose. Kemudian atas saran editor saya, PoV diganti jadi PoV orang ketiga, dan bagian Rose saya hilangkan, kecuali di scene terakhir.

Hmmm, cukup berliku ya perjuangan Rina menuliskan novel-novelnya. Saya jadi malu mengingat calon novel saya yang tak kelar-kelar selalu saya sandarkan pada alasan klasik, "Saya nggak ngerti masalah itu, dan saya nggak bisa menuliskannya tanpa mengalaminya!" Hadehhhh, zaman ada internet dan begitu banyak orang yang bisa dimintai saran, seharusnya saya tak lagi membuat alasan seperti itu yaaa....

Wahh, sudah cukup banyak pertanyaannya, semoga tidak merepotkan. Nah, untuk sekarang sedang sibuk apa?

Rina: Saya sedang merevisi satu naskah, menulis satu naskah juga, dan sedang mencoba untuk berduet dengan satu penulis untuk membuat satu naskah fiksi.

Semoga semua tercapai dan dilancarkan oleh Yang Diatas, ya.
Karena seambisius kita untuk merencanakan langkah kita, sia-sia jika kita tidak berdoa dan mendapat berkat dari Dia :)

#Amiiinnn...

Apakah impian terbesar seorang Rina Suryakusuma dalam dunia kepenulisan?

Rina: sederhana saja. Semoga tulisan saya bisa menjangkau hati banyak pembaca, membawa pada kebaikan, dan terutama, memuliakan Tuhan :)

#Amiiiiinnn....

Apakah ada keinginan menulis buku non fiksi atau novel di luar tema cinta?

Rina: Sementara, belum ada :)

Terakhir, apakah ada yang ingin disampaikan bagi pembaca Indonesia?

Rina: Terimakasih karena sudah begitu bersemangat membaca dan mereview buku, khususnya dalam hal ini, buku saya :) Jangan jemu untuk membaca, karena buku adalah jendela menuju pengetahuan dunia. Buku apa saja, fiksi maupun non fiksi. Buku bisa mengubah pandangan kita - tentu harus ke arah yang lebih baik, ya. Dengan pikiran dan pandangan yang lebih terbuka, kita jadi bisa lebih luas dan semoga juga bijak, dalam memandang dan menyikapi kehidupan dan masalah kita.

Terimakasih juga untuk semua perhatian dan dukungannya selama ini. Tanpa kalian, tanpa para pembaca, saya juga penulis lainnya, juga tidak ada apa-apanya kok :)


Saya, mewakili seluruh teman pembaca, mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Mbak Rina Suryakusuma yang telah meluangkan waktu, menjawab pertanyaaan-pertanyaan saya, dan membagi pengalaman menulis yang begitu luar biasa di tengah kesibukan Mbak Rina yang padat, as a mom, wife, and worker. Salut! Salut! Salut!

Sebagai pembaca, mungkin terdengar egois, tapi selalu mendoakan semoga Mbak Rina tetap produktif menulis dan mempersembahkan karya-karya terbaik bagi kami, para pembaca. Hehehe, dan tentu saja, semoga selalu sukses di karier dan keluarga Mbak Rina. Salam towel pipi buat kedua malaikat kecil-nan-cantiknya yaaaa....

Semoga di lain kesempatan, saya masih diperkenankan meminta waktu untuk berbincang-bincang lagi. Terima kasih.


Friday, July 20, 2012

[Kabar Penulis] Prima Santika on Mustang FM

Prima Santika – Three Weddings and Jane Austen


Wawancara dengan Mustang FM Jakarta, frekuensi 88 FM, program Get Real pada Kamis, 19 Juli 2012, pukul 21.00-22.00 WIB

Ketika diperkenalkan oleh penyiar Mustang, dalam program tersebut Prima Santika menyebutkan ia begitu menyukai tulisan-tulisan Jane Austen dan menyatakan bahwa ke-6 novel Jane Austen merupakan bahan dasar pembuatan novel debutnya, Three Weddings and Jane Austen (TW&JA). Oiya, Prima juga secara berkelakar mengoreksi sang penyiar yang menyebut Jane Austen dengan pelafalan Jane ‘Austin’

Penyiar (maaf, pendengaran tak lagi tajam, saya dengarnya Harlan, tapi begitu cek di website Mustang, tak ada nama penyiar itu, yang ada Jarot untuk program Get Real, waahhhh, siwer bener ini kuping, hikz) mengajukan pertanyaan mengenai apa sih perbedaan novel TWAJA yang dideklarasikan oleh Prima bergenre romance ini dengan buku/novel romance yang lain?


Secara jujur, Prima menyebut dirinya bukan (belum mungkin ya) pembaca banyak buku. Dia pembaca buku, tapi belum banyak banget buku yang dibacanya. Pada awal mengirimkan naskah yang kemudian oleh sang editor naskahnya dikategorikan dalam lini metropop, Prima mengaku sama sekali tak tahu-menahu apa itu metropop. Setelah mendapat penjelasan dari sang editor, barulah ia paham. Namun demikian, ia tetap mengatakan tak bisa membandingkan novelnya dengan novel romance yang lain.

Prima lalu menjelaskan sedikit tentang TW&JA, tentang alurnya yang oleh banyak pembaca dibilang lambat. Prima tak menampiknya. Dia memang menulisnya agak sedikit lambat karena ia ingin mendalami karakter masing-masing tokohnya. Dalam TW&JA terdapat 4 tokoh perempuan, seorang ibu dengan tiga anak perempuan yang sudah menginjak usia pernikahan, yang masing-masing dihayati dengan saksama olehnya. Mungkin, karena itulah, alurnya terkesan menjadi lambat.

Keempat tokoh dihidupkan dengan point of view (POV) orang pertama sehingga lebih bebas berekspresi. Maka, akan ditemui beberapa kejadian dalam novel yang akan diceritakan secara berulang tetapi dari sudut pandang tokoh yang berbeda. Semisal ketika tokoh Meri ke Bali, lalu Lisa juga ke Bali, dan keduanya bertemu, suasana pertemuan tersebut diulas melalui dua sudut pandang yang berbeda, sehingga terkesan mengalami pengulangan adegan.

Penyiar kembali menyambar dengan pertanyaan lain, ketika Prima menyebut bahwa ia sudah merencanakan novelnya bertipe happy ending. Sang penyiar menebak, apakah itu juga terinspirasi dari novelnya Jane Austen?

Prima menjawab, iya. Bila dicermati, ke-6 novel Jane Austen semuanya diakhiri dengan happy ending. Dan, Prima juga mengharapkan kisah yang ditulisnya dalam novel TW&JA berakhir dengan kebahagiaan. Yang unik lagi, ciri khas Jane Austen yang memberikan akhir bahagia tersebut melalui sebuah pernikahan. Nah, maka dapatlah ditarik simpulan mengapa judulnya TW&JA, kan?

Prima menyukai tulisan Jane Austen karena Jane menuangkan ide dalam novel-novelnya secara bijaksana. Sejatinya, alur novel Jane itu lambat bahkan cenderung membosankan. Tetapi karena Jane piawai meracik kata dan menceburkan banyak nilai yang patut diambil dan bermanfaat bagi kehidupan sehingga Prima menggemari tulisan-tulisan Jane. Dan, ketika menulis TW&JA, ia mencoba gaya Jane yang dibuat seindah dan seromantis mungkin, namun tetap membumi. Sebisa mungkin dekat dengan realita.

Penyiar lalu mengajukan pertanyaan yang dicomot dari twitter yang me-mention @mustang88fm, yang pertama adalah pertanyaan saya, hahaha.
@mustang88fm secara pribadi, dari ke-6 novel Jane Austen mas @primasantika palng suka yg mn? Sbrapa bsar pngaruhnya bagi novel mas? #GetReal
Prima menjawab bahwa Persuasion adalah novel Jane yang paling disukainya. Kenapa? Secara berkelakar, ia menyebut bahwa karena novel ini yang paling tipis di antara ke-6 novel Jane Austen. Hahaha. “Nggak ding, becanda, saya suka Persuasion karena isinya yang lebih dalam dan lebih kontemplatif dibanding yang lain,” sambungnya. Ia menambahkan bahwa Persuasion berisi kisah tentang patah hati, dipendam bertahun-tahun, namun cintanya tetap untuk satu orang.

Lalu ada Rina yang nge-tweet:
Rina dewi ‏@rinadewi82
Tokoh ibu sri karakternya juara deh ,walaupun novel nya tebel tp ga ngebosenin @primasantika @mustang88fm
Prima bilang bahwa merupakan suatu kebahagiaan yang tiada terkira bagi dirinya apabila ia mendapat umpan balik dari pembaca TW&JA yang merasa memiliki kisah hidup yang mirip dengan salah satu karakter yang ada di novelnya.

Seseorang bertanya lagi (lupa), menurut Prima, menulis itu mudah atau susah?

Prima menjawab bahwa untuk dapat menulis harus menyenangi kegiatan menulis itu sendiri terlebih dulu, lalu terus menulis, dan jika tulisan tidak mau dipublikasikan secara komersial, dapat disalurkan melalui blog/notes facebook/dan sebagainya. Sementara itu, jika menulis buku yang berorientasi komersial maka paling tidak harus (sedikit) mempertimbangkan selera pasar, dengan bertanya pada diri sendiri, “Buku saya ini nantinya akan dibaca oleh siapa?” Usahakan jangan menjadi orang lain untuk bisa menulis buku dan diterbitkan.

Penyiar kemudian menyebutkan soal pengakuan/recognition yang diterima Prima terkait novel TW&JA.
Menjawab pertanyaan ini, Prima mengatakan bahwa recognitions tersebut ia dapatkan dari beberapa komunitas online pencinta Jane Austen maupun komunitas pembaca lain yang memuat tanggapan/apresiasi tentang TW&JA. Ia menyebut bahwa pengakuan-pengakuan tersebut merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa bagi dirinya.

Menjelang sesi terakhir wawancara, Penyiar menanyakan soal proyek Prima di waktu datang.

Sambil tertawa kecil, Prima mengatakan bahwa ia akan terus menulis, dan berharap segera menerbitkan buku selanjutnya, namun sekarang masih stuck di Bab 1.

Hahaha, tetap semangat, mas Prima, ditunggu karya-karya Anda selanjutnya.

Info lengkap tentang Prima Santika dan Three Weddings and Jane Austen, silakan klik di sini.

Nah, itu adalah transkrip ala kadarnya buatan saya, semacam Laporan Hasil Pendengaran begitu, selepas menyimak siaran program Get Real di Mustang FM pada Kamis malam lalu. Semoga pada kesempatan lainnya saya dapat berbincang lebih banyak dengan mas Prima Santika. Oiya, saya sempat juga bertemu dengannya di Pro1 RRI Jakarta, hiyaaaaa...sangking excitednya saya sampai lupa meminta izin berfoto bersama...duh #nyesel.

[Friday's Recommendation] #1 - Ruined by Simone Elkeles

Hai, Metropop.Lover, kali ini saya ikutan berbagi rekomendasi buku untuk diterjemahkan melalui meme atau fitur keren yang digagas Ren @ Ren's Little Corner. Dalam setiap pekannya kita dipersilakan untuk memberikan sebuah buku rekomendasi, baik untuk dibaca atau untuk diterjemahkan. Nah, kalau buku yang untuk diterjemahkan, tentu harus sudah dipastikan buku tersebut belum ada terjemahannya di Indonesia yaaaa....




Untuk hari Jumat, 20 Juli 2012, pada keikutsertaan saya yang pertama ini, saya ingin merekomendasikan novel berseri bertajuk Ruined karya Simone Elkeles. Bagi saya, tulisan-tulisan Simone itu bagusssss...sayang di Indonesia baru Perfect Chemistry yang sudah diterjemah-terbitkan, itu pun sepertinya lanjutan dari seri Chemistry itu masih belum jelas juga mau diterjemahkan atau tidak. Sayang sekali....hikz



Ini memang terdiri dari 3 buku, jadi saya berharap jika ada penerbit yang tertarik untuk menerjemah-terbitkan buku ini, sebaiknya ketiga-tiganya juga diterbitkan. *nyengir*

Kenapa memangnya? Baguskah bukunya?

Bagi saya, IYA BANGET. Novel ini sih kalau di Indonesia pasti masuk kategori teen lit, ya iyalah, karena tokohnya pun masih seumur-umur di sinetron Cinta Bersemi di Putih Abu-abu. #eh. Sisi okenya, menurut saya, adalah latar belakang tokohnya yang adalah seorang keturunan Yahudi modern yang terpaksa harus mengetahui bahkan menjalani ritual-ritual khas Yahudi, apalagi selepas ia berkunjung selama liburan musim panas ke Israel. Wuihhhh, saya benar-benar tersedot pada cerita Amy (dan Avi, si cowok Israel yang akhirnya disukai Amy). Bahkan di salah satu bukunya sempat juga disinggung bagaimana dua orang pemuda Israel-Palestina dapat menjalin sebuah hubungan persahabatan di tengah perang tiada henti kedua negara tersebut. Saya benar-benar terharu ketika sampai pada bagian itu. Hiksss... *lap-pakai-saputangan*

Karena oleh Ren hanya boleh merekomendasikan satu buku setiap pekannya, saya merekomendasikan buku peratama dari seri ini untuk diterjemahkan, How to Ruin a Summer Vacation.



Mau berpartisipasi dalam meme ini, silakan disimak aturannya di bawah ini.
1. Pilih jenis rekomendasi buku. Ada dua jenis rekomendasi, yang pertama dan sifatnya mutlak adalah Rekomendasi Buku untuk Diterjemahkan . Jika tidak ada buku yang direkomendasikan untuk diterjemahkan, maka bisa memilih pilihan kedua, Rekomendasi Buku Pilihan. Disini rekomendasikan buku yang paling kamu suka baca dalam minggu ini.
2. Pilih hanya 1 (satu) buku untuk direkomendasikan. Tidak boleh lebih.
3. Beri sinopsis, genre buku dan alasan kenapa kamu merekomendasikan buku itu.
4. Posting button (sementara) meme (sebagaimana contoh di postingan saya).
5. Blogger yang sudah membuat memenya, jangan lupa menaruh link ke blog di daftar linky di bagian paling bawah post ini, sehingga pembaca bisa blog walking.
6. Untuk pembaca blog yang tidak punya blog, bisa menulis rekomendasinya di kolom komen.
7. Bahasa yang dipergunakan terserah. Jika memang khusus blog yang menggunakan bahasa Inggris, dipersilakan menulis dengan bahasa Inggris. Begitu juga sebaliknya.

Thursday, July 19, 2012

[Kabar Buku] Novel Metropop - Segera Terbit

Tiada yang lebih membahagiakan bagi seorang penggemar novel metropop (seperti saya) ketika mendengar kabar bahwa akan segera terbit novel-novel metropop terbaru dari Gramedia. Itu pertanda bahwa segala rasa rindu yang bersemayam di dasar lubuk hati akan segera tersampaikan. Meskipun, demi menyadari kenyataan bahwa novel-novel metropop tersebut merupakan karya debutan penulis yang baru terjun di ranah novel metropop, maka saya tak akan menggantungkan ekspektasi yang berlebihan.

Berikut adalah beberapa novel metropop yang akan dirilis pada beberapa waktu mendatang:

Rp40.000; halaman: 232; Prediksi Rilis: 26 Juli 2012


Sinopsis:
Kalau deritanya hilang, ingatan akan hal yang menyakitkan dan mengerikan tidak pernah akan hilang...

Menurut Byanca, perbedaan antara genius dan gila tipis sekali. Buktinya, pria yang katanya aktor andal sekaligus penyanyi Korea itu, Kim Jeonha, lebih suka menyerahkan pengambilan keputusan pada Mr. Gonzales yang ternyata adalah... kucing gendut peliharaannya. Dan Byanca harus rela mengejar-ngejar Jeonha selama mengerjakan biografi pria itu. Bagaimanapun, itu lebih baik daripada terus-menerus teringat pada mimpi buruk masa lalu.

Sementara itu, Jeonha merasa kehadiran Byanca membuat hidupnya tidak tenang lagi. Apalagi gadis Indonesia itu mengusulkan agar ia menceritakan kisah cintanya dalam biografi––satu hal yang paling tak ingin ia ingat, apalagi ia ungkit. Baginya, rasa sakit dan kebencian yang diakibatkan hal tersebut masih menyengsarakan, membuatnya hidup dalam dua neraka: kehilangan dan kesepian.

Namun tanpa sadar Byanca dan Jeonha jadi saling menguatkan. Mereka kembali bangkit, mencari kebahagiaan yang pernah hilang...

2. Hipster! oleh Dyahtri N.W. Astuti
Rp38.000; Halaman: 208; Prediksi Rilis: 26 Juli 2012


Sinopsis:

Hipster di sana, hipster di sini! Hipster melanda bagai wabah!

Meski berkecimpung dalam industri fashion, Nia tidak mengubah cara berpakaiannya yang klasik dan cenderung konservatif. Namun, dia mengejutkan banyak orang ketika dalam sebuah presentasi, salah seorang model berhalangan hadir dan Nia diminta menggantikannya. Ternyata dara sederhana ini bisa tampil menawan dan seksi dalam balutan hipster dan crope top!

Hal itu juga menarik perhatian Tommy Pranata, wakil direktur perusahaan; salah satu bujangan paling populer. Tommy sampai meminta Nia pura-pura jadi pacarnya untuk menjumpai seorang teman lama. Tetapi mantan playboy yang lama tinggal di luar negeri ini menyukai penampilan seksi Nia dalam balutan hipster. Nia yang telanjur jatuh cinta, tak berdaya menolaknya.

Sayangnya, penampilan barunya ini membuat Nia dilema, terutama karena sering membuat Tommy hampir lupa diri. Apakah Nia harus mempertahankan prinsipnya? Atau ia lebih memilih menyenangkan Tommy?


3. Roman Orang Metropolitan oleh Threes Emir
Rp45.000; Halaman: 280; Prediksi Rilis: 26 Juli 2012



Sinopsis:

== Based on True Story ==

Pengarang novel bestseller 'Nyonya Besar' & 'Tuan Besar'

Jatuh cinta adalah hak setiap orang, juga orang-orang yang tinggal di Metropolitan. Gaya dan lagaknya macam-macam.

Sheila yang baru berumur 21 tahun jatuh cinta pada dokter setengah umur yang wajahnya mirip Sean Connery. Tentu saja papanya keberatan. “Masa Papa punya menantu yang umurnya hanya berselisih dua tahun dengan Papa?” Tapi bukan alasan papanya yang membuat Sheila memutuskan hubungan, melainkan apa yang ditulis dalam blog anak Pak Dokter.

Pertama kali Pedro mengajak ceweknya brunch bersama Mami dan Papi di Hotel Shangrila, ceweknya bersendawa. “Hadeuuuh, Pedro, Mami gak mau ya kalau harus mengajarkan etiket pada calonmu. Carilah gadis dari strata sosial yang sama dengan kita.” Setelah mendapat gadis dari strata sosial yang sama, Mami berteriak, “Aduh, mamanya pacarmu itu tukang tembak!”

Amanda yang memiliki Papa setampan Javier Bardem mengaku pada sahabatnya, “Papaku tuh Don Juan tulen, untung kamu menolak ajakannya, kalau nggak, apa iya aku harus memanggilmu tante?”

Sabrina yang mirip Kate Middleton malu setengah mati atas kelakuan ayahnya yang berpacaran dengan tante suaminya. “Papa pulang ke Solo siang ini ya. Nanti saya antar ke airport. Saya maluuu sekali.”


4. Rainbow & Ocean oleh Ruth Priscilia Angelina
Rp40.000; Halaman: 208; Prediksi Rilis: 2 Agustus 2012



Sinopsis:

Gadis muda itu ternyata adalah batu karang. Ia memang tidak cantik. Ia hanyalah seonggok batu yang tampaknya tak terlalu baik. Ia sudah di situ. Mencintai laut, sejak kemarin, kemarin, dan kemarin.

Hingga pelangi muncul di langit mendung. Dengan senyuman ia memberikan harapan pada gadis muda itu. Harapan untuk keluar dari luka hati yang ia kira takkan pernah sembuh.

Neo Aldriano Yehezkiel
Jadi inilah awal dari penyesalanku. Cepat pulang. Kamu hanya menyukaiku seorang. Jangan jatuh cinta pada orang lain!

Clara Radella Keona
Jantungku rasanya hampir meledak saat melakukan semua itu. Aku ingin menangis. Ingin menangis karena hampir tidak bisa menahan degup jatungku yang terlalu cepat hingga menyesakkan dada. Aku belum berubah.

Kim Donggun
Senar-senar gitar yang usang mulai mengeluarkan nada cantik. Lagu lembut mengisi keheningan malam Natal dengan nada-nadanya yang pilu. Salju turun mengenai sekujur tubuhku.

“Nado. Bogosipho, Clara-ssi...”

Ketika cinta terlambat untuk disadari.


5. Twivortiare oleh Ika Natassa
Rp50.000; Halaman: 360; Prediksi Rilis: 6 Agustus 2012



Sinopsis:

“Commitment is a funny thing, you know? It’s almost like getting a tattoo. You think and you think and you think and you think before you get one. And once you get one, it sticks to you hard and deep.”

Do busy bankers tweet? Yes, they do. Empat tahun setelah Divortiare, Alexandra membuka kembali hidupnya kepada publik melalui akun Twitter-nya @alexandrarheaw. Lembar demi lembar buku ini adalah hasil “mengintip” kehidupannya sehari-hari, pemikirannya yang witty dan sangat jujur, spontan, chaotic, dan terkadang menusuk, yang akhirnya akan bisa menjawab pertanyaan: “Dapatkah kita mencintai dan membenci seseorang sedemikian rupa pada saat bersamaan?”

Twivortiare adalah kisah klasik tentang cinta dan luka, terangkai dalam tweets, mentions, dan DM yang lahir lewat ujung-ujung jemari karakter-karakternya.

Selamat berburu dan tetap membaca!