Monday, April 27, 2020

[Resensi Novel Metropop] Combo Review: Hair-Quake dan Fly Him to the Moon by Mariskova

First line:
Text Message...
From: Ferry
08.44 AM
Di mana lo?

---hlm.7, Bab 1

Andita Soekardi memang bukan si Barbie yang cantik, langsing, dan berambut pirang indah. Ia cuma cewek biasa yang bekerja sebagai guru bahasa Inggris di sebuah institut bahasa asing. Ia cewek normal, impulsif, cerewet, moody, namun baik hati dan pintar. Ia lumayan pede walaupun berkulit hitam, bertubuh kerempeng, dan belum punya pacar. Cuma satu yang membuatnya aneh: Andita punya obsesi akut pada rambutnya! Bagi Andita, better hair brings better luck, better love and better life.

Hidup Andita berantakan ketika fotonya masuk ke majalah dan rambutnya disebut sudah out of style. Segala hiburan sahabatnya, Ferry, tidak digubrisnya. Andita malah mendatangi salon tempatnya memotong rambut dengan gaya yang disebut jadul itu, dan menuntut ganti rugi.

Saat menjalani perawatan rambut ganti rugi di salon itulah Andita ketemu Prasta, eksekutif muda ganteng yang lalu jadi curahan hatinya. Kepada Prasta-lah Andita mencurahkan segala unek-uneknya di kantor, proses promosi jabatannya yang bertele-tele, dan nyaris semua cerita dalam hidupnya. Prasta bak Ferry kedua, bahkan lebih.

Tapi kemudian sesama pengajar di institut tempat Andita mengajar sepertinya menaruh hati padanya. Jadi, siapa yang harus Andita pilih? Apakah benar kondisi rambutnya memengaruhi kehidupan karier dan cintanya?

Judul: Hair-Quake
Pengarang: Mariskova
Penyunting: Donna Widjajanto
Desain sampul: Eric Alexander
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 288 hlm
Rilis: April 2008
My rating: 4,5 out of 5 star

Hair-Quake

Saya antara sadar-nggak-sadar sudah baca Hair-Quake belum, ya? Berhubung instruksi #WorkFromHome dalam rangka #SocialDistancing dan #PhysicalDistancing diperpanjang demi memutus rantai penyebaran virus Covid-19, acara baca-membaca terus menggelora sampai-sampai saya bongkar-bongkar kontainer dan mencoba membaca judul-judul lawas #novelMetropop yang kayaknya belum saya baca. Salah satunya yang akhirnya saya baca Hair-Quake karya Mariskova ini. Lah, tapi pas mau bikin resensi dan cek di rak goodreads, lho kok saya sudah pernah me-rating, ya? Dua bintang lagi, hahaha.


Entah kesambet apa, kok bisa beda jauh ya sama kesan baca yang sekarang. Selepas membaca novel ini saya dengan gegap gempita menyematkan bintang 4,5 untuk me-rating-nya. Bahkan kemudian saya meracuni buistri buat baca novel ini, karena sedikit banyak temanya relate sama si krucil kesayangan kami yang nggak pernah acuh sama rambutnya. Hahaha. Well, anggaplah ya, kali ini saya baca pas sama mood dan dapet feel-nya.

via GIPHY

Asli. Saya dibuat kemekel (tertawa-tawa geli--Jawa) sepanjang membaca Hair-Quake ini. Terakhir kali seperti ini kayaknya pas saya baca Resign!-nya Almira Bastari, deh. Oh, sama beberapa bagian di trilogi Crazy Rich Asian-nya Kevin Kwan, sih. Surga banget kalau pas nemu novel yang bisa menyegarkan suasana begini. Apalagi di masa-masa gelap akibat pandemi Covid-19 ini, ya. Mungkin itu juga kali yang bikin saya bahagia banget selama membaca novel ini, sampai akhirnya dengan ikhlas ngasih bintang 5. Mungkin.

Etapi, awalnya saya dongkol banget sama Andita--tokoh utama perempuan di novel ini. Nggak tahu ya, mangkel aja bawaannya. Kalau beneran ada orangnya, sudah pengin menjitak kepalanya. Persetan dengan etika kesopanan! Huh! Padahal dia dikelilingi keluarga dan sahabat yang begitu menyayangi dan peduli setengah mati padanya, tapi kok ya kayaknya kurang bersyukur, membesar-besarkan masalah kecil, sampai dunia harus fokus hanya padanya: pada rambutnya!

via GIPHY

Namun demikian, Mariskova berhasil membuat suasana segar dengan dialog kocak nan komikal yang membuat saya terpingkal-pingkal. Dan di sinilah, harus diakui, "You had me at those silly banter." Saya pun ikut larut dalam rasa frustrasi Andita karena rambutnya yang nggak bisa diatur, ikut bahagia ketika nggak hanya satu, tapi dua cowok mengirim sinyal suka kepadanya, serta ikut deg-degan tegang menanti hasil akhir seleksi untuk promosi jabatan Andita di tempatnya mengajar.

Dinamika subplot yang dibuat Mariskova sungguh menyenangkan untuk diikuti sehingga membuat saya tetap betah membaca novel ini hingga halaman akhir. Novel ini diterbitkan lebih dari 12 tahun silam, jadi mungkin ada beberapa hal agak nggak relevan di masa kini, tapi sama sekali nggak mengganggu selama membaca kok. Novel ini tetap dapat dinikmati. Oiya, novel ini sempat cetak ulang, ganti kover, di tahun 2014. Saya nggak tahu apakah ada pembaruan isi demi relevansi pada masa kini, karena saya baca yang edisi awal.


Plot cerita: seperti ditulis di blurb edisi awal (di edisi cetak ulang, informasinya dipangkas), karena insiden dimuatnya foto dirinya pada sebuah majalah fashion di rubrik gaya rambut jadul, Andita merasa dunia runtuh, kariernya terancam hancur berantakan, dan tak akan ada cowok yang bersedia menjadi pacarnya. Demi menjaga reputasinya sebagai pengajar di sebuah lembaga bahasa, apalagi dia juga sedang ikut seleksi promosi jabatan, Andita harus meminta pertanggungjawaban salon tempatnya memotong rambut. Ternyata dari insiden inilah, jalan hidup Andita yang awalnya sederhana mendadak jadi serbaruwet: jatuh cinta pada tunangan orang, dituduh berselingkuh sama sahabat sendiri, hingga terkuaknya konspirasi menjatuhkan namanya dari peta persaingan promosi jabatan.

Overall, for me, Hair-Quake. Itu. LUCU. BANGET. Lupakanlah bahwa saya sempat ngasih 2 bintang di tahun kapan itu, kali ini saya sangat terhibur membaca kisah hidup Andita yang superkocak tapi juga super merah muda, yang membuat saya dari sekadar tersenyum sampai ngakak nggak keruan. Buat kamu yang lagi nyari bahan bacaan yang kocak, cobalah baca Hair-Quake ini.


via GIPHY

Topik bahasan:
1. Rambutku adalah kekuatanku
2. Drama keluarga dan persahabatan
3. Office romance: lembaga bahasa
4. Profesi: pengajar, pengacara, dan chef
5. Setting: Jakarta

End line:
Prosedur aplikasi visa ke Amerika Serikat.
---hlm.280, Bab 14

Untuk novel kedua karya Mariskova yang saya baca, Fly Him to the Moon, nggak saya ulas panjang lebar, ya. Meskipun nggak mau membandingkan, saya memang lebih suka (dan terhibur) ketika membaca Hair-Quake ketimbang Fly Him to the Moon.

Bila sahabatmu adalah matahari dan kamu adalah bulan, apa yang akan terjadi kepadamu ketika pagi menjelang dan matahari terbit? Apakah orang-orang di bumi akan bisa melihatmu di atas langit sana?

Seluruh laki-laki di satu bumi ini pasti akan bahagia luar biasa seandainya mereka bisa menjadi sahabat Jelita. Sebaliknya, bila semua perempuan di beberapa galaksi dikumpulkan, mereka pasti akan lebih memilih mati daripada harus menjadi sahabat Jelita. Kecuali Anjani.

Jelita Gani dan Anjani Anjasmara adalah dua sahabat sejak kecil. Jelita seorang perempuan yang cantik tak terkira dan pintar luar biasa. Kecantikannya membuatnya dikitari oleh laki-laki dari berbagai jenis karakter. Kepintarannya membuatnya dilimpahi kepopuleran. Jelita selalu menjadi matahari di mana pun dia berada.

Anjani, sahabat Jelita, adalah seorang perempuan tomboy yang selalu memerankan tokoh sahabat setia. Sepanjang hidupnya Anjani menyaksikan para laki-laki berlomba mengejar Jelita. Sepanjang hidupnya Anjani mengurusi para laki-laki yang menggunakan dirinya untuk mendekati Jelita. Sepanjang hidupnya, Anjani merasakan sosoknya perlahan menghilang di balik awan setiap kali Jelita muncul. Seperti bulan ketika matahari muncul. Atas nama persahabatan, Anjani tak pernah beranjak dari sisi Jelita. Bagi Anjani, persahabatannya dengan Jelita lebih berharga dari laki-laki mana pun...

... sampai lalu sahabatnya itu berbalik memusuhinya ketika seorang pangeran impian datang menawarkan cinta. Masih tersisa luaskah hati Anjani bagi sahabatnya? Apakah Anjani rela menukar cintanya pada sang pangeran impian dengan persahabatannya dengan Jelita?

Judul: Fly Him to the Moon
Pengarang: Mariskova
Penyunting: -
Desain sampul: -
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 352 hlm
Rilis: Agustus 2010
My rating: 3,5 out of 5 star

Fly Him to the Moon

Oke, jujur saja, saya lebih banyak dongkolnya dibanding terhibur sewaktu membaca novel ini. Saya pun sempat kepingin skip dan langsung ke halaman akhir untuk mengetahui nasib kedua sahabat yang mendadak bermusuhan gegara seorang cowok ini. Karakter utamanya lumayan annoying dan ya... ngeselin aja. Tapi, kayaknya memang dibikin begitu sih. Soalnya sebenarnya sikap Anjani sempat diprotes keluarga dan teman dekat, tapi ya tetap saja bebal. Topik utama, selain sisi romansa, memang kental sekali dengan nuansa persahabatan. Mariskova sepertinya ingin meng-highlight: seberapa besar pun kesalahan sahabat, semestinya tak lantas berujung jadi musuh. Menurut saya, ya.

Namun, saya tetap mengapresiasi novel ini. Kalau kamu cukup bisa menolerir karakter yang menyebalkan, tetap bacalah novel ini. Apalagi buat kamu yang punya sahabat dekat, dilema persahabatan yang penuh ujian tergambar dengan gamblang di novel ini. Bisalah buat lucu-lucan dibahas sama sahabatmu.

Topik bahasan:
1. Cinta segitiga
2. Drama keluarga dan persahabatan
3. Gemerlap dunia artis televisi
4. Profesi: arsitek, selebritas/pembawa acara, dan bankir
5. Setting: Jakarta, Ciawi, dan Bandung

Selamat membaca, kamu.

Wednesday, April 22, 2020

[Resensi Novel Metropop] The Player (Pentagon Series #4) by aliaZalea

Aku diundang ke pernikahan sahabatku, dan di situlah aku akan bertemu untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun dengan cinta matiku, yang menolakku mentah-mentah. Itu seperti mimpi buruk. Sayangnya, itulah hidupku, Hanna. Tapi aku ingin menunjukkan kepada cowok itu bahwa aku sudah melupakannya. So what kalau aku harus dibantu Pierre, si playboy, personel boyband yang digilai kaum wanita? Aku yakin rencana ini aman, karena toh Pierre bukan tipeku, dan aku jelas bukan tipenya. Kami hanya perlu melakukan ini beberapa hari, dan setelah itu kami bisa melanjutkan hidup masing-masing.

Player, itulah julukan banyak orang untukku, Pierre, karena tidak ada orang yang tidak mencintaiku. Tapi mereka salah, karena ada satu orang yang sepertinya tidak peduli sama sekali padaku. Cewek seksi yang mengabaikanku karena dia tergila-gila dengan cowok lain. Aku tidak bisa membiarkannya seperti ini, dan aku hanya memiliki beberapa hari untuk mengubah perasaannya.

Judul: The PLayer (Pentagon Series #4)
Pengarang: aliaZalea
Penyunting: -
Penyelaras aksara: -
Perancang sampul: -
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 320 hlm
Rilis: 07 April 2020
My rating: 4 out of 5 star

The Player (Pentagon Series #4)

WOW, just WOW. Itulah kesan ketika saya akhirnya sampai di halaman terakhir dan log-out dari Gramedia Digital. Memang tidak sampai membuat saya book-hangover, tapi The Player tampil stand-out dibanding tiga buku sebelumnya (dari Pentagon Series) dan membuat saya bertanya-tanya, "INI BENAR YANG NULIS aliaZalea?" One of the best from her like since... forever? Hahaha, kiddin'.

Well, saya mungkin jadi pengecualian di antara sekian banyak pembaca yang justru menyukai buku keempat dari Pentagon Series ini, karena kalau dilihat dari laman goodreads (per 21/04/2020) dari buku ini justru banyak yang kecewa (kayaknya). Dibanding tiga buku sebelumnya yang sudah terbit, rating The Player yang paling rendah.


Oiya, buat yang belum tahu, Pentagon Series adalah serial novel terbaru karya aliaZalea setelah lepas dari novel-saling-berkaitan-mulai-dari-MissPesimis-sampai-DirtyLittleSecret beberapa tahun silam. Buku kesatunya--Boy Toy, terbit tahun 2017, disusul buku kedua--The Wanker, terbit tahun 2018, buku ketiga--Bad Boy, terbit tahun 2019, dan buku keempat--The Player, baru saja rilis terbatas secara digital (akibat wabah Covid-19) di platform Gramedia Digital.

aliaZalea bisa dibilang salah satu "selebritas" di kalangan pembaca #novelMetropop. Buku-buku yang ditulisnya selalu laris manis. Tak salah jika namanya bisa disejajarkan dengan Ilana Tan, Ika Natassa, dan Karla M. Nashar, sebagai best-seller genius di dunia permetropopan. Meskipun cenderung hit-and-miss, saya mengupayakan untuk selalu membaca apa pun tulisan aliaZalea.


via GIPHY
Buku dengan latar belakang gemerlap dunia bintang: artis, bintang film, penyanyi; dengan plot seputar kegemerlapan dunia mereka menjadi salah satu jenis yang sebenarnya saya hindari. Dunno, saya merasa tak pernah bisa terhanyut dalam arus pemujaan fans pada idolanya. Saya selalu men-judge, "Alah, pasti ceritanya ya si bintang yang so shiny lalu karakter lawannya yang kalau nggak fans-to-be-lover ya haters-to-be-lover," dan cenderungnya pada beberapa buku yang saya baca selalu begitu. Makanya ketika seri ini diluncurkan pun, saya tak memasang ekpektasi kelewat tinggi. Benar saja, saya tergagap-gagap ketika membaca Boy Toy (sempat DNF), The Wanker, hingga Bad Boy. Bahkan Bad Boy membuat saya bad mood di separuh bagian akhir novelnya, hingga hanya sanggup memberinya rating 2,5 bintang.


via GIPHY
Namun, ketika The Player secara mendadak diumumkan telah beredar di tengah-tengah ketidakpastian situasi akibat wabah Covid-19, saya tak banyak pertimbangan langsung mengunduhnya di Gramedia Digital dan berhasil membacanya cepat, TANPA niatan DNF. Dan... WOW, setelah halaman terakhir, saya dengan mantap menyematkan 4 bintang untuk me-rating buku ini. What a ride!

Seperti yang saya bilang, saya jadi segelintir pembaca yang suka banget The Player. Banyak yang komplain soal flashback kisah masa lalu Pierre yang kelewat banyak sehingga porsi masa kini yang menyoroti hubungan Pierre-Hanna menjadi terbatas. Me: I don't. Saya merasa, porsinya cukup, kok. Satu, karena adegan flashback dibuat bergantian dengan adegan masa kini, tidak seperti di Bad Boy misalnya, yang langsung dibuat menjadi bagian tersendiri. Dua, adegan flashback itu sangat penting untuk membentuk citra Pierre dan membangun konflik utama dalam novel ini. Oiya, saya tak bisa bilang novel ini representasi LGBTQ dan saya nggak mau bilang istilah khususnya karena itu akan jadi spoiler. Kalau kamu penasaran banget, langsung coba baca saja, ya. Cuma yang sempat kepikiran, apakah aliaZalea mengangkat isu seksualitas itu setelah nonton serial Sex Education di Netflix? Hmmm...

pinjam gambar dari: impawards.com
Saya memang agak shock mendapati plot yang sedemikian kontroversial pada novel ini. Sepanjang membaca buku-bukunya aliaZalea, saya justru mendapati kesan beliau agak menghindari menuliskan hal-hal yang menyerempet isu seksualitas semacam ini--for whatever reasons? Iya, kan? Adakah karakter LGBTQ dari novel-novel aliaZalea sebelumnya? Saya kok agak yakin nggak ada, ya.

Maka, saya cukup kaget mendapati isu itu menjadi premis utama untuk novel ini. Kalau saja novel ini terbitan luar, mungkin akan banyak yang mengategorikannya sebagai: diverse book; buku yang memberikan representasi pada isu-isu minoritas yang selama ini jarang diangkat pada dunia penerbitan mainstream. Setidaknya The Player membawa representasi untuk dua isu penting yaitu isu seksualitas dan love yourself--body shaming; yang kebetulan juga sempat viral beberapa waktu lalu. Ingat postingan "Self-Love" by Tara Basro kapan hari itu?

pinjam gmabar dari: cantik.tempo.co
Entahlah, apakah isu seksualitas tersebut yang membuat banyak pembaca tidak nyaman membaca buku ini. Namun, buat saya, buku ini justru berhasil memikat dari awal hingga akhir. Selain representasi yang dibawakannya, saya suka sekali bagaimana aliaZalea menghidupkan karakter Hanna. Saya lupa, apakah saya pernah menyukai salah satu dari banyaknya karakter yang pernah dibuat aliaZalea, tapi Hanna is my all-time favorite character by far. Kontradiksi yang coba dihadirkan pada tokoh Hanna benar-benar menyentuh level yang pas: tertekan karena body shaming, tapi pada saat yang sama juga tampil percaya diri dan ceplas-ceplos. I really-really adore her, SO MUCH!

Satu yang juga menjadi concern penting di novel ini adalah inkonsistensi fakta dari tokoh Adam-Ziva. Sependapat dengan Dita Rizqie Siswojo di goodreads, seingat saya juga agama Adam-Ziva disebutkan/dideskripsikan Islam, kenapa di novel ini jadi Katolik? HAH? It's a big disappointment. CMIIW.



Overall, for me, The Player menjadi salah satu favorit saya dari aliaZalea, nggak hanya dari semua buku di Pentagon Series, tapi juga keseluruhan buku-buku aliaZalea. Selain representasi yang begitu kuat di isu seksualitas dan self-love, saya juga bertemu karakter favorit saya yang pernah ditulis aliaZalea. Namun, satu dan lain hal, saya tetap belum siap memberikan 5 bintang, termasuk kekecewaan pada sisi inkonsistensi yang muncul. It's such a big plot-hole, kalau beneran kejadian.


via GIPHY

Topik bahasan:
1. Seksualitas
2. Wedding crasher
3. Self love--body shaming
4. Profesi: anggota boyband dan -
5. Setting: Yogyakarta dan Jakarta

Tambahan, buat kamu yang baru mau mulai baca Pentagon Series, sebaiknya jangan langsung ke buku keempat ini. Well, meskipun buku-buku di serial ini bisa dibaca sendiri-sendiri (as standalone novel), menurut saya The Player menyimpan banyak spoiler dari buku ketiga, Bad Boy, mengingat peristiwa penting di novel ini merupakan kelanjutan dari kisah di buku ketiga.

Selamat membaca, kamu.

Monday, April 13, 2020

[Resensi Novel Metropop] Ganjil Genap by Almira Bastari

First line:
AKU MEMASUKI mobil sambil tersenyum tipis.
---hlm.7, Prolog: Malam Ganjil

Gimana rasanya diputusin setelah berpacaran selama tiga belas tahun?

Hidup Gala yang mendadak jomblo semakin runyam ketika adiknya kebelet nikah! Gala bertekad pantang lajang menjelang umur kepala tiga. Bersama ketiga sahabatnya, Nandi, Sydney, dan Detira, strategi pencarian jodoh pun disusun. Darat, udara, bahkan laut "disisir" demi menemukan pria idaman.

Akankah Gala berhasil menemukan pasangan untuk menggenapi hari-hari ganjilnya?

Judul: Ganjil Genap
Pengarang: Almira Bastari
Editor: Claudia von Nasution
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 344 hlm
Rilis: Februari 2020
My rating: 4,5 out of 5 star

Ganjil Genap

Mungkin banyak seniman: penyanyi, bintang film, pelukis, penyair, bahkan penulis/pengarang; yang akan selalu jengkel jika penikmat karya seni mereka selalu mencoba membanding-bandingkan karyanya dengan karya seniman lain, ataupun dengan karya sebelumnya dari seniman yang bersangkutan. Mungkin tak terkecuali si Ratu Cungpret aka Almira Bastari. Hei, ini baru asumsi saya, ya. Bukan berarti benar, hahaha. Makanya saya pakai kata "mungkin".

via GIPHY

Mengingat #novelMetropop debutan Almira yang FENOMENAL mengguncang dunia perbukuan sekitar dua tahun silam, namanya cukup menyita perhatian pembaca Indonesia saat meluncurkan Resign! yang hingga kini (09/04/2020) di web goodreads.com telah dibaca dan diberikan rating oleh sekitar 2.062 pembaca serta ditambahkan ke rak baca oleh sekitar 3.656 pembaca (tentu lebih banyak lagi ditambah dengan pembaca yang tidak memiliki akun goodreads). Maka, ketika diumumkan bahwa Almira akan menerbitkan karyanya selanjutnya, para pembaca yang terkesima oleh Resign! begitu antusias menantikannya. Dan, hal menjengkelkan tadi akan segera datang: novel barunya ini mau tak mau pasti akan dibanding-bandingkan dengan her masterpiece (so far) itu: Resign!

Paling tidak, penikmat karyanya yang akan membanding-bandingkannya itu adalah: saya! *nyengir

via GIPHY

Novel terbarunya bertajuk: Ganjil Genap. Buat pembaca yang berdomisili di Jakarta (dan sekitarnya) atau yang pernah berkunjung atau yang membaca berita tentang Jakarta (karena sebagian besar berita biasanya Jakarta-sentris) pasti tahu sama istilah ganjil-genap ini, kan, yang merupakan kebijakan pengaturan lalu lintas di jalanan protokol Jakarta dalam rangka menekan jumlah kendaraan pribadi yang melintas agar mampu mengurai kemacetan yang telah menjadi masalah terbesar kota Jakarta, selain banjir dan sampah dan polusi.

Yap, Ganjil Genap memang terinspirasi dari sana, dan sebagian besar adegannya tentang itu, meskipun sebagian lain terselip filosofi yang cukup mendalam tentang cerita cinta yang ganjil-genap. Banyak cerita unik tentang novel Ganjil Genap (dan keseharian Almira) yang diungkap dalam obrolan bersama Aditya Hadi dari Podcast BukuKutu di bawah ini, simak deh.



Saya merupakan salah seorang pembaca yang beruntung bisa membaca lebih dulu ketimbang para pembaca lain sebelum Ganjil Genap resmi dirilis, bahkan sebelum masa pre-order dibuka. Yayyy, makasih kirimannya ya Almira dan Kak Odi, sang editor kesayangan. Tak butuh waktu lama sebenarnya untuk merampungkan-baca racikan terbaru Almira ini, hanya saja waktu itu saya kepikiran untuk membuat resensinya dekat-dekat tanggal rilis resminya, biar fair sama pembaca yang lain. Ealah, malah kesela banyak urusan dan baru bisa diresensi sekarang. Hiks, maafkan.

Dan, benar saja. Saya memang si penikmat baca yang menjengkelkan tadi. Selama proses pembacaan, saya kerap membanding-bandingkan Ganjil Genap dengan Resign!. Sedikit banyak, saya memang mengharapkan sentuhan magis Almira yang berhasil membuat Resign! sedemikian luar biasa: ceplas-ceplos, lugas, kocak, komikal, padat-berisi, dan menghanyutkan; kembali hadir di Ganjil Genap. Ehmm... sebagian besar harapan terkabul, cuma karena dari sisi bobot halaman, si Ganjil Genap ini lebih tebal dibanding Resign!, memang menjadikan Ganjil Genap tidak sepadat-berisi Resign!

Oke, enough for the comparison. Memang hanya sampai situ saja perbandingannya, kok. Mari kita nikmati ke'baper'an terbaru dari dongeng kaum urban olahan Almira ini. Sebagaimana dibocorkan dalam blurb-nya yang seuprit itu, Ganjil Genap menyoroti kisah asmara Gala, si tokoh utama perempuan, yang mendadak ganjil setelah selama tiga belas tahun ini genap bersama kekasihnya, Bara. Di tengah runyamnya nasib jomlo dan pusingnya memutar otak mencari jalan keluar melintasi jalanan Jakarta di tanggal ganjil (karena nomor polisi/pelat mobilnya genap), Gala juga terancam dikutuk jadi perawan tua kalau sampai dilangkahi adiknya yang sudah menetapkan tanggal nikahan. Maka, segala daya upaya dikerahkan, demi mencari pasangan sebelum semuanya terlambat.

Ketika sampai di bagian ini, saya keinget film 30 Hari Mencari Cinta karya Upi yang menjadi salah satu film rom-com lokal favorit saya.

Cuma keinget, ya. Maksudnya, pas di situasi jomlo dan mesti cari pasangan itulah, segala reaksi muncul: cengar-cengir, cengengesan, nyumpah-nyumpahin, hingga ngakak-ngakak-nya sama. Gala mencoba semua kemungkinan dari yang konvensional seperti memperluas lingkup pertemanan, gabung komunitas baru, lalu mencicip biro jodoh, speed dating, hingga memasang dating apps: Tinder! Bacalah sendiri untuk mendapatkan sensasi galaunya si Gala demi mencari pasangan ini.

Banyak yang sudah membaca Ganjil Genap merasa relate banget sama ceritanya. Saya pun. Well, curcol dikit, ya. Meski bueeda juuauh, saya bisa lah masuk kategori Om Aiman (salah satu tokoh utama laki-laki), hahaha. Umur saya sudah jauh melewati angka 30 ketika memutuskan mengajak nikah buistri. Saya sendiri menemui beragam dilema selama membujang, ya... yang sering dijadiin jokes dan meme di medsos lah, dan untuk di zaman modern serbadigital sekarang ketambahan lagi anggapan kalau laki-laki belum menikah di usia (ke)matang(an) itu tidak jantan: "Kamu homo, ya?"

via GIPHY

Buistri bernasib sedikit mirip Gala. Adik buistri sudah berpacaran cukup lama dan didesak untuk segera menikah. Desakan itu mau nggak mau mengarah ke buistri juga. Berhubung orang Jawa, ada mitos kalau kakak perempuan dilangkahi adiknya menikah bisa-bisa nanti susah dapat jodoh alias jadi perawan tua. Ya, buistri sih orangnya lumayan santuy, dia nggak begitu peduli kalau akhirnya adiknya menikah duluan, hanya saja buistri lebih peduli sama perasaan orangtuanya (terutama ibunya) yang takut jadi omongan tetangga kanan-kiri. Entah mungkin sudah suratan takdir ya, di saat itulah saya dan buistri dipertemukan. Karena sedang dalam mode cari istri, saya pun segera melancarkan aksi, "Saya sudah cukup banyak punya teman, saya kenalan untuk menjalin hubungan lebih dari teman, kalau kamu bersedia ayo, kalau tidak ya kita cukupkan sampai di perkenalan ini saja." *gayane

Eh, ngomong-ngomong saya tahu juga kok sebelumnya bahwa saat itu buistri pun sebenarnya dalam mode siap berumah tangga. Jadi, ajakan menjalin hubungan itu bukannya tanpa perhitungan. Well, long story short, tiga bulan sejak kenalan kami lamaran, dan tambah dua bulan kemudian kami nikahan. Alhamdulillah. Eh, maaf, kepanjangan curcolnya. Hahaha.

via GIPHY

Oleh karenanya, meski tak sepadat-berisi Resign!, saya sangat menikmati Ganjil Genap. Ya, ada sih adegan-adegan yang bikin saya nganga, "Eh, ini fantastis amat adegannya," kayak nggak mungkin banget, sampai-sampai bawa kerabat kerajaan negeri jiran, tapi yaaa... bolehlah. Saya juga suka banget banyaknya adegan ikonik nan komikal yang dibuat Almira di sini. Kadang ikut geregetan, ikut cekakakan, tapi kadang kepingin noyor kepala Gala juga, sih.

Overall, for me, Ganjil Genap tetap berhasil membuat saya jatuh cinta sekali lagi dengan gaya menulis Almira. Meskipun (as I said earlier) nggak sepadat-berisi Resign!, Ganjil Genap berhasil menyentuh beragam rasa pada tingkatan yang tepat. Memang ada sedikit yang mengganjal hingga saya tak menggenapkan rating ke 5 bintang penuh, tapi Ganjil Genap tetap jadi salah satu buku favorit yang saya baca tahun ini, so far. Bacalah, tweemans.

Topik bahasan:
1. Usaha-usaha move on
2. Drama keluarga
3. Jodoh pasti bertemu
4. Profesi: bankir dan dokter gigi
5. Setting: Jakarta

Selamat membaca, kamu. Sembari baca, nyanyi yuk...




little warning:
Kalau kamu kebetulan mau binge-reading #novelMetropop dan kepikiran mau baca Ganjil Genap dan 90 Hari Mencari Suami-nya Ken Terate, berilah jeda waktu yang lumayan untuk keduanya, ya, karena premis kedua novel ini agak mirip: cewek diburu umur, adik mau nikah, diminta segera nyari pasangan; biar nggak berasa deja vu bacanya.

End line:
Aku menaikturunkan alis sambil tersenyum.
---hlm.342, Epilog

Friday, April 10, 2020

[Resensi Novel Metropop] Second Chance by Flara Deviana

First line:
Flavia Chandra Netta

KERETA API berhenti sempurna di depanku. Orang-orang menjadi sibuk untuk masuk lebih dulu, padahal setiap orang sudah memiliki nomor kursi yang pasti.
---hlm.5, Prolog

Kehidupan Flavia diisi utang tak berujung, kerja dari pagi ketemu pagi. Tiba-tiba dia mendapatkan kesempatan melunasi semua itu ketika ditawari pekerjaan bergaji besar yang tugasnya cuma menjadi pengasuh sepasang anak kembar. Masalahnya, majikan Flavia adalah duda bertato umur 28, berparas dingin, dan galak pada anak-anaknya sendiri. Ketimbang jadi pengacara, majikannya itu lebih cocok jadi mafia.

Raynaldi tidak merasa damai di kantor, apalagi di rumah dengan anak-anaknya yang sering menangis dan buat ulah. Setiap hari, dia menghadapi predikat pernah hamilin anak orang, suami yang gagal, dan ayah yang payah. Tiba-tiba datang pengasuh baru bernama Flavia, yang belum apa-apa sudah bikin banyak aturan tentang bagaimana Ray harus memperlakukan anak-anak.

Flavia mulai menjamah banyak wilayah berbahaya dalam hidup Ray dan bikin cowok itu hampir sinting. Tapi, sialan, tampaknya Ray jatuh cinta pada cewek sok ngatur ini.

Judul: Second Chance
Pengarang: Flara Deviana
Editor: Ruth Priscilia Angelina
Penyelia naskah: Vania Adinda
Ilustrasi sampul: Sukutangan
Penata letak: Bayu Deden Priana
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 296 hlm
Rilis: Maret 2020
My rating: 3,5 out of 5 star

Finn

Tahun ini memang serbatumben buat saya. Beberapa #novelMetropop terbitan tahun 2020 kok tumben berhasil saya baca berdekatan dengan tanggal rilis resminya, melalui Gramedia Digital. Beberapa, tentu saja, enggak semuanya. Salah satunya Second Chance karya Flara Deviana ini. Dan, novel ini menjadi salah satu yang saya baca di awal bulan Maret 2020 pada masa #WorkFromHome kemarin.

Melihat sampulnya, saya langsung kepikiran novel-novel Adult-New Adult romance dari luar negeri: tatoan, berandalan, seksi, vulgar, dan kemungkinan menjurus erotis; well... enggak sepenuhnya benar. Hahaha. Enggak senakal itu, ternyata. Tapi, kalau ini novel luar, sampulnya bakal seperti ini mungkin:

dipinjam dari: https://www.feelthebook.com/
Fortunately, saya suka gaya menulis dan diksi yang digunakan Flara, eh Flavia, eh Flara, eh... (believe me, saya keblibet nganggap Flavia si tokoh adalah sama dengan Flara sang pengarang ). Karenanya, saya cukup menikmati rajutan kisah yang tertuang di novel ini. Namun, TYPO-nya YANG ASTAGADRAGON KENAPA SIH SEGITU BANYAKNYA, BIKIN SENEWEN BACANYA SAMPAI AKHIR. BENERAN KESEL, man! Kalau kamu pengin senewen juga, saya sertakan daftar typo-nya di bawah, ya.

Sekilas, Second Chance mengingatkan saya pada Topsy-Turvy Lady-nya Tria Barmawi. Iya, iya, saya tahu, nggak seru deh setiap resensi kok membanding-bandingkan satu buku dengan buku lain. But, I just can't help myself mentioning it. Ya, karena agak mirip, mau gimana. Maafkan!

Premis cerita ya plek-ketiplek sama yang ada di blurb/sinopsis novel ini. Flavia yang terlilit utang, pontang-panting kerja sana-sini, akhirnya mendapat titik terang untuk segera melunasi utangnya ketika menerima tawaran mengasuh anak kembar seorang duren (duda-muda keren) yang bersedia membayar gaji bulanannya melebihi gajinya sebagai pengasuh di daycare saat ini. Namun, iming-iming bayaran sebesar itu ternyata membawa petaka sendiri buatnya, terlebih ketika Ray, majikannya yang ganteng bertato itu, menyatakan jatuh cinta kepadanya.

via GIPHY
Sejujurnya proses pembacaan saya atas novel ini lancar saja, yang artinya secara jalan cerita Second Chance cukup membuat saya tertarik. Namun, SELAIN TYPO-nya YANG ASTAGADRAGON itu, ada bagian yang bikin saya merengut dan turned off. Misalnya ketika dikisahkan salah satu dari si kembar terkena sakit cacar, Flavia main-main peluk dan elus dan pegang saja. Well, sependek yang saya tahu, cacar (di novel ini nggak disebutkan jenis cacar apa, saya asumsikan cacar air) sangat gampang menular.

Mudah Menyebar dan Lebih Sering Diidap Anak-Anak
Melansir WebMD, penyakit ini lebih umum menyerang anak-anak, tetapi orang dewasa juga bisa mendapatkannya. Gejala tanda cacar air adalah ruam kulit yang gatal dengan lepuh merah. Selama beberapa hari, lepuh muncul dan mulai bocor, dan di situlah virus dengan mudah menyebar, bahkan melalui udara. Seseorang bisa mendapatkan virus dengan menghirup partikel yang berasal dari lepuh cacar air atau dengan menyentuh sesuatu di mana partikel mendarat.

Oleh karena itu, kamu harus menghindari kontak langsung dengan pengidapnya. Virus akan berhenti menyebar saat lesi berubah menjadi kerak. Cacar air paling menular dari 1 hingga 2 hari sebelum ruam muncul sampai semua lepuh kering dan berkulit.--mengutip dari halodoc
Yah, semoga ini bukan plot-hole, ya. Cuman semacam kurang informasi saja, karena memang tidak dijelaskan sudah berapa lama si anak menderita cacar atau sudah dibawa ke dokter apa belum dan bahwa semua orang dewasa di rumah itu sudah kebal sama cacar. *cmiiw kalau ternyata saya salah/selip baca adegannya, sebagian sudah telanjur kesel karena TYPO-nya YANG ASTAGADRAGON BANYAK BANGET itu, sih. Huh.

Saya juga sempat keki sama instalove antara Flavia-Ray, ternyata ada plot twist di paruh bagian akhir yang menjelaskan hal tersebut. Syukurlah, karena saya mulai sebal sama cerita yang gampang banget jatuh cintanya, dan cepet pula. Sementara adegan yang membuat saya turned off justru di puncak konflik. Oke, oke, saya mengerti perasaan Ray, tapi kayaknya ya agak berlebihan sih emosinya itu sampai membuat Flavia menjauh. Seriously, I hate that part. Well, saya terima plot twist yang menjelaskan mengapa Ray menjadi seperti itu pada mantan istri dan kakaknya, tapi untuk alasan menjauhkan Flavia dari jangkauannya (setelah susah payah mendekatinya)? Nope, kurang greget menurut saya.

via GIPHY
Overall, for me, Second Chance menyajikan kisah yang asyik untuk diikuti dengan gaya menulis dan diksi yang pas untuk selera saya. Meskipun tak terlalu kuat di departemen pembangunan karakter, saya cukup menyukai Flavia, jalan hidupnya yang sinetron banget berhasil dikemas Flara sehingga menimbulkan keharuan yang tak dipaksakan. Buat kamu yang lagi nyari-nyari tambahan bacaan, silakan dicoba, ya.

Topik bahasan:
1. Trauma masa lalu
2. Drama keluarga
3. Majikan dan karyawan
4. Profesi: pengacara dan pengasuh anak (babysitter)
5. Setting: Serpong, Jakarta, dan Yogyakarta

Daftar typo (sudah lamaaa lho saya nggak buat beginian):
10: pertengkaraan
15: menghasihani
20: proposional
21: tersetak
31, 37, 38: Bu Shinta
38: intruksi
38: keduanya .
39: kedunya
44: kalau pun
45: Benton Juction
46: di tambah
46: ritlesing
47: diturti
47: menelpon
55: baik.... ataupun
58: menangangi
58: baik... apalagi
60: keppuasaan
61: tapi Itu masalah...
62: kerjasama
63: Tante Di atau Tante Ia?
63: memikiran
64: pembicaranku
66: 45 menit.... awal kalimat
68: ...tidur Yang...
70: menyelemuti
71: Bi Mar
74: berususan
77: mercerna
79: kemanusian
81: kenapa tiba-tiba jadi Mbak Ia
90: terbersit
107: karena dari itu
108: menggangu
117: meletakannya
117: kegirang
117: pelukkan
120: membututi
123: teriakkan
127: kesedihaan
127: mencengkram
132: Uudah
132: menggangguk
132: semakuk
133: download kursif
135: bekecamuk
139: day care kursif
142: lost control kursif
142: kata Papa tanpa titik
144: mangangguk
147: menyetil
152: menggangguk
154: menujuk
158: jangkuan
158: berterbangan
161: keberanarannya
167: mempengaruhi
168: Bibi ...konsistensi Bibik
169: mengisyratkan
170: wortel, bawang dan sosis207: 3
170: mencapur
171: ngantuk... mengantuk
172: nakal." bisiknya
172: Aku berbaring (di) sebelah Olin
173: baik si kembar ataupun
178: perpisahaan
186: Thats bullshit... kursif
189: perpisahaan
193: perubahaan
197: TV, teve, televisi...
199: menyeterika
202: Sori, Sori,
203: pelariaan
204: mendudukan
204: tersetak
207: 3... tiga
208: paru baya
208: Bu, Ibu... Mila, konsistensi
208: notes kecil.... kbbi
209: mencapur
209: perwarna
210: cookies... kursif
210: kerusakaan
212: semetara
212: kastil... kastel
213: ujung ujung hidungnya
215: kecapekaan
216: mengacingkan
218: Fidela... Arkana...
221: pinguin
221: balas membalas
227: tolet
228: menaikkkan
241: akhinya
242: Bu mila
246: teriakkan
247: Gua
255: mengahafal
255: Bi Mar....
257: menggengam
259: mengeyahkan
262: kepergiaan
263: kerugiaan
273: persedian
273: penyanggah?
274: Gue terus menangis .
276: pesiun
276: malprktik
282: membucah
288: keadilaan
290: tetang

Selamat membaca, kamu.

End line:
Buat gue. Membangun kehidupan bersama Flavia dan anak-anak, itu masa depan.
---hlm.290, Epilog

Wednesday, April 8, 2020

[Resensi Novel Metropop] Finn by Honey Dee

First line:
Mereka bilang tragedi identik dengan kematian.
---hlm.11, Bab 1-Liz

Setelah “membunuh” seseorang, apakah kita masih bisa “hidup”?

Sejak kematian Arthur, kehidupan Liz dan keluarganya seolah ikut mati. Tak ada lagi kehangatan maupun kebahagiaan. Muak dengan kehidupannya, Liz merencanakan pelarian menuju kebebasan.

Liz berkenalan dengan Andika Gautama, kakak dari seorang remaja penderita autisme. Perkenalan itu membawa Liz ke Balikpapan, tempat ia menyanggupi untuk bekerja sebagai terapis Finn, adik Andika.

Bagi Andika, Liz tidak hanya memenuhi semua kriteria menjadi terapis Finn, tetapi juga mengisi ruang kosong di hatinya. Bagi Finn, Liz adalah harapan setelah dunianya hilang saat kematian ibunya. Dan, bagi Liz, Andika dan Finn adalah kunci mendapatkan uang demi kehidupan baru dan memaafkan diri sendiri atas kematian Arthur.

Masing-masing berjuang menyembuhkan diri dari luka. Namun, jika tiga tragedi ini bersatu, akankah ada keajaiban atau justru lebih banyak musibah terjadi pada mereka?

Judul: Finn
Pengarang: Honey Dee
Penyunting: Anastasia Aemilia & Putri Wardhani
Desain sampul: Liffi Wongso
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 312 hlm
Rilis: 13 Januari 2020
My rating: 5 out of 5 star

Finn

Jujur, saya agak skeptis pada Finn sejak mula tersiar kabar akan diterbitkan dan banyak yang nge-tag di Instagram @fiksimetropop ataupun di Twitter @fiksimetropop. Saya pikir, "Ah, palingan novel ini 'karya Wattpad' kesekian yang coba di-booming-kan di industri perbukuan mainstream." Segala promosi gencar yang membuka PO, blog tour, dan segala perniknya itu makin menguatkan anggapan saya, sehingga meskipun telah tersedia di Gramedia Digital, saya tak lantas terburu mengunduh dan membacanya. Bahkan, waktu baca gila-gilaan bulan Maret 2020 kemarin, Finn merupakan #novelMetropop terakhir yang saya baca. Dan... WOW, saya benar-benar telah salah menilai sejak mula. Begitu saya mulai membaca, saya langsung jatuh hati dan begitu saja... terlarut dalam kisahnya yang heart-warming yet heart-wrenching at the same time.


via GIPHY

Yang paling pertama membuat saya betah membaca Finn adalah gaya menulis Honey Dee yang sekilas mengingatkan saya pada Ken Terate. Well, tidak sama persis sih. Cuman, beberapa gayanya yang cenderung mengarah disfemisme, sinisme, sarkasme, dan hiperbola, hampir mirip gaya menulis Ken Terate (setidaknya, menurut saya). Penggunaan kalimatnya pun serbaguna dengan diksi yang apik, menjadikan halaman demi halamannya demikian mudah saya susuri.

Contoh kalimat-kalimat yang saya suka:
"Romi cowok manis. Walau terkadang aku pengin menamparnya karena sok kaya dan sok ganteng, Romi cowok yang sopan." --halaman 16
"Tuhan memang Mahabesar, Rom. Bisa banget bikin kamu hidup sampai selama ini walau tanpa otak. Kamu keajaiban penciptaan." --halaman 35
"...naik pesawat jauh lebih nyaman daripada naik mobil. Paling nggak, selama di angkasa pesawat nggak akan menabrak apa pun, kan?" --halaman 46
"Yang salah itu kalau kamu ditanya tapi malah diam saja. Aku merasa seperti ngobrol sama kursi." --halaman 49


via GIPHY

Finn ditulis menggunakan kata ganti orang pertama oleh dua tokoh utamanya yaitu Elizabeth "Liz" Bachtiar, si tokoh utama perempuan, dan Finn, salah satu dari dua tokoh utama laki-lakinya. Saya begitu tergelitik dan excited mendapati Finn "Finn" Andreas, adik Andika "Dika" Gautama (tokoh utama laki-laki yang satunya lagi), penderita Autisme, menjadi PoV kedua di novel ini. Meskipun saya belum pernah kontak langsung dengan penderita Autisme, saya mendapati Honey Dee berhasil menggambarkan suasana kebatinan Finn dengan bagus pada bab-bab yang menjadi bagian Finn bercerita sebagai "saya". Tak heran memang, karena pada halaman "Menjura dalam Cinta" di bagian belakang bukunya, Honey Dee menjelaskan bagaimana dia bisa sebegitu fasihnya membicarakan tentang Autisme. *menjura*

Plot: Liz, 19 tahun, kuliah semester dua, nekat menerima tawaran bekerja yang diperolehnya dari Facebook sebagai pengasuh sekaligus terapis Autisme pada seorang laki-laki bernama Andika Gautama di Balikpapan. Berbekal pengalaman mengasuh adiknya dulu yang juga penderita Autisme, Liz memanfaatkan kesempatan hengkang dari rumah yang sudah dianggapnya seperti neraka. Tidak memedulikan fakta bahwa dia tidak tahu Balikpapan itu di mana, apakah Andika Gautama tidak bermaksud jahat, atau bahwa Finn yang akan diasuhnya bukan lagi anak kecil berusia sepuluh tahun seperti halnya Arthur, adiknya.

Hal kedua yang membuat saya betah memelototi gawai saya demi membacanya di Gramedia Digital adalah karakter-karakter unik dan kuat yang dihidupkan oleh Honey Dee. Selain tiga tokoh utama, ada Romi, Pak Agus, Julak dan Acil Komodo, serta beberapa tokoh sampingan lain yang benar-benar memiliki peran, bukan sekadar tempelan. Bahkan, cameo beberapa tetangga kepo dan usil di lingkungan tempat tinggal Liz pun cukup hidup (dan meriah). Kerennya lagi, karakter-karakter itu tetap memorable hingga akhir halaman.

Ketika disebutkan bahwa tema utama Finn adalah tentang Autisme, saya hanya berpikir bahwa konflik ya seputar kesulitan mengasuh Finn. Namun, ternyata saya (lagi-lagi) salah menduga. Honey Dee menyiapkan serangkan subplot yang kaya agar topik Autisme tak semata-mata tentang si penderitanya saja. Keluarga dan masyarakat luas (terutama tetangga) adalah subjek yang juga berperan besar dalam menyumbang konflik yang serbaruwet. Plot twist tentang masa lalu Liz dan kondisi Dika adalah salah dua yang membuat saya tercengang. Bravo!


via GIPHY

Hal ketiga yang membuat saya demikian relate sama novel ini adalah karena saya sempat tinggal dan menetap (meskipun tak lama) di Balikpapan. Jadi, ketika setting masuk area Kota Minyak itu, tak pelak sederet kenangan masa lalu segera memenuhi otak, membuat saya kepingin banget bisa berkunjung lagi ke sana, untuk sekadar napak tilas. Entah, apakah Honey Dee memang orang Balikpapan atau pernah tinggal di sana, dia berhasil menyelipkan sedikit nuansa kedaerahan yang khas: bahasa Banjar (yang memang menjadi bahasa keseharian mayoritas warga Balikpapan) dan penyebutan istilah Julak dan Acil untuk Paman dan Bibi (bahasa Banjar).

Overall, for me, Finn adalah novel metropop debutan yang FENOMENAL, menjadi buku pertama yang saya rating 5 bintang penuh. Saya menyukai segala-galanya dari buku ini: tema, plot, setting, karakter, hingga eksekusi yang dipilih. Meskipun ada sisi minor tentang drama keluarga yang agak berlebihan, menurut saya masih bisa ditoleransi untuk membentuk karakter yang memang begitu dengan eksekusi akhir yang seperti itu. Well done, Honey Dee. Suka banget!


via GIPHY

Topik bahasan:
1. Trauma masa lalu
2. Drama keluarga
3. Isu kesehatan mental: Autisme
4. Profesi: analis perminyakan dan pengasuh/terapis khusus Autisme otodidak
5. Setting: Balikpapan dan Jakarta

Selamat membaca, kamu.

End line:
Liza tersenyum pada lukisan saya. Liza berkata, "Bagus ya, Finn?".
---hlm.302, Bab 34-Finn

Tuesday, April 7, 2020

[Top Ten Tuesday] Sepuluh buku yang saya beli karena ngehits banget... tapi belum dibaca juga (sampai sekarang)

Top Ten Tuesday was created by The Broke and the Bookish in June of 2010 and was moved to That Artsy Reader Girl in January of 2018. It was born of a love of lists, a love of books, and a desire to bring bookish friends together. The Artsy Reader Girl original title for April 7: Books I Bought/Borrowed Because… (Fill in the blank. You can do 10 books you bought for the same reason, i.e., pretty cover, recommended by a friend, blurbed by a favorite authors, etc. OR you could do a different reason for each pick.).


Well, talking about my taste, like any other aspect of my life, such as Top 40 for music, Top 10 box office for Movie, sometimes (OFTEN) I bought a book because of *cough*it's hype*cough*, but and then it will lie down on my TBR for hundred-and-hundred years. Untouched. Unread.

OMG.

These are the books that I'm talking about:

1. A Little LIfe by HANYA YANAGIHARA.
2. Throne of Glass series and A Court of Thorns and Roses series by SARAH J. MAAS.
3. We Were Liars by E. LOCKHART.
4. Six of Crows duology by LEIGH BARDUGO.
5. Call Me by Your Name by ANDRE ACIMAN.
6. Ti Amo, Tia Amora by KARLA M. NASHAR.
7. Vicious by V.E. SCHWAB.
8. Musashi and Taiko by EIJI YOSHIKAWA.
9. The Catcher in the Rye by J.D. SALINGER.
10. Girl on the Train and Into the Water by PAULA HAWKINS.


Shame on me!

[Reading Wrap-Up] Maret 2020

Halo, apa kabar, tweemans? Masih tekun mengikuti anjuran pemerintah untuk #SocialDistancing dan #PhysicalDistancing dengan #DiRumahAja, kan? Well, memang serbasusah ya, sekarang. Mau mengeneralisasi semua orang bisa dari rumah saja kerjanya, belum tentu tempat kerja atau jenis kerjanya memungkinkan untuk itu. Namun, demi kesehatan kita bersama di masa depan, selalu upayakan untuk tetap sehat hari ini, besok, dan besoknya lagi sehingga bisa menghindari tertular ataupun menularkan virus Covid-19 ini, ya. Kita sama-sama kok, berharap wabah ini segera berlalu dan semuanya kembali normal seperti sediakala. Aamiin.

Anyway, di sela-sela #WorkFromHome, pas #DiRumahAja, saya menyempatkan baca buku sebanyak-banyaknya, semumpungnya bisa. Dan, alhamdulillah, Maret yang biasanya bisa baca satu buku saja sudah syukur, Maret 2020 ini lumayan banget bisa merampungkan-baca beberapa buku, termasuk jajaran #novelMetropop yang sudah terbit dong. Dan inilah novel-novel Metropop by GPU yang berhasil saya rampungkan-baca di bulan Maret 2020.

1. Second Chance karya Flara Deviana, saya baca via Gramedia Digital, rating: 3,5 bintang. Semoga minggu ini bisa segera dibuatkan resensinya. #FingerCrossed
Kehidupan Flavia diisi utang tak berujung, kerja dari pagi ketemu pagi. Tiba-tiba dia mendapatkan kesempatan melunasi semua itu ketika ditawari pekerjaan bergaji besar yang tugasnya cuma menjadi pengasuh sepasang anak kembar. Masalahnya, majikan Flavia adalah duda bertato umur 28, berparas dingin, dan galak pada anak-anaknya sendiri. Ketimbang jadi pengacara, majikannya itu lebih cocok jadi mafia.

Raynaldi tidak merasa damai di kantor, apalagi di rumah dengan anak-anaknya yang sering menangis dan buat ulah. Setiap hari, dia menghadapi predikat pernah hamilin anak orang, suami yang gagal, dan ayah yang payah. Tiba-tiba datang pengasuh baru bernama Flavia, yang belum apa-apa sudah bikin banyak aturan tentang bagaimana Ray harus memperlakukan anak-anak.

Flavia mulai menjamah banyak wilayah berbahaya dalam hidup Ray dan bikin cowok itu hampir sinting. Tapi, sialan, tampaknya Ray jatuh cinta pada cewek sok ngatur ini.

2. Boy Toy (Pentagon Series #1) karya aliaZalea, akhirnyaaa... yang sempat DNF beberapa tahun lalu, bisa saya tuntaskan-baca tahun ini, rating: 3 bintang.
Ada tiga kata yang Lea yakin tidak akan pernah diasosiasikan dengan dirinya: BOYBAND, BRONDONG, dan ABG. Sampai dia bertemu Taran, personel boyband paling ngetop se-Indonesia, yang superbrondong.

Untuk pertama kalinya Lea memahami ungkapan “never say never”, terutama ketika Taran jelas-jelas mulai mengejarnya. Dan Lea, dosen bergelar Ph.D., tiba-tiba jadi seperti ABG yang ngefans berat pada brondong personel boyband.

3. Bad Boy (Pentagon Series #3) karya aliaZalea, rating: 2,5 bintang. Niatnya mau baca maraton begitu (menyambut bakal terbitnya The Player sebagai Pentagon #4), tapi karena ingat yang The Wanker (Pentagon Series #2) sudah pernah saya baca, entaran saja deh kalau mau baca ulang.
Namaku Ziva, tapi baginya, aku adalah Princess. Aku mencintainya sejak umurku delapan belas tahun. Dia cinta pertamaku dan aku cinta pertamanya. Kami soulmate bahkan sebelum kami mengerti arti kata itu. Seharusnya cerita kami berakhir dengan happy ending, namun itu hanya impian belaka.

Namaku Adam, tapi dia selalu memanggilku dengan nama lain dan aku tidak keberatan, karena dia adalah cinta matiku. Aku tidak bisa hidup tanpanya, tapi sepertinya itulah yang harus kulakukan, karena setelah apa yang aku perbuat, dia bukanlah milikku lagi.

4. The Case We Met karya Flazia, rating: 4 bintang, sudah saya buatkan resensinya di sini: [Resensi Novel Metropop] The Case We Met by Flazia
Sign in as Redita Harris
From : Ratu Maheswari < ratumahestjip@chef.net >
Subject : Re: Re: Baca NY Times

Dita, kamu bahkan masuk berita NY Times karena mendadak ambruk waktu sidang dan orang jadi ngira kamu mau dibunuh sama lawan kamu—you should take a break, for God’s sake! Jadi, kenapa juga tiba-tiba kamu ribet ngurusin kasus malapraktik di sini? Kamu bahkan udah nggak ketemu Natan bertahun-tahun, dan terakhir kali ketemu pun kamu masih gagap-bisu di depan dia! Masih nanya sebaiknya kamu terima jadi pengacara dia atau nggak? Kecuali hati kamu akhirnya berhasil beralih, yang jelas ini bukan keputusan yang bagus, Red.


Sign in as Natanegara Langit
From : Akbar Zaydan < dn.akbr@dr.com >
Subject : Butuh Propofol?

Nat, someone said that being a good doctor is like being a goalkeeper. No matter how many goals you’ve saved, people will only remember the one you missed. Kematian pasien kali ini jelas bukan salah kamu, dan rumah sakit lagi sibuk cari jalan keluar, jadi kenapa sekarang kamu malah ke New York? Harus dianestesi biar diem, hah? Persetan sama konferensi di Wyndham. Kami tahu kamu nggak akan lari, jadi ayo cepet balik. Dita datang ke rumah sakit pagi ini, cari kamu.

5. Finn karya Honey Dee, rating: 5 bintang. Whoaaa... akhirnya ada juga buku berbintang lima tahun ini, my first-ever full of 5-star book of the year lah pokoknya. Berjanji untuk segera membuatkan resensinya juga...
Setelah “membunuh” seseorang, apakah kita masih bisa “hidup”?

Sejak kematian Arthur, kehidupan Liz dan keluarganya seolah ikut mati. Tak ada lagi kehangatan maupun kebahagiaan. Muak dengan kehidupannya, Liz merencanakan pelarian menuju kebebasan.

Liz berkenalan dengan Andika Gautama, kakak dari seorang remaja penderita autisme. Perkenalan itu membawa Liz ke Balikpapan, tempat ia menyanggupi untuk bekerja sebagai terapis Finn, adik Andika.

Bagi Andika, Liz tidak hanya memenuhi semua kriteria menjadi terapis Finn, tetapi juga mengisi ruang kosong di hatinya. Bagi Finn, Liz adalah harapan setelah dunianya hilang saat kematian ibunya. Dan, bagi Liz, Andika dan Finn adalah kunci mendapatkan uang demi kehidupan baru dan memaafkan diri sendiri atas kematian Arthur.

Masing-masing berjuang menyembuhkan diri dari luka. Namun, jika tiga tragedi ini bersatu, akankah ada keajaiban atau justru lebih banyak musibah terjadi pada mereka?

Nah, selain ke-5 #novelMetropop itu, tahun ini saya juga hepi banget karena hampir seluruh #novelMetropop terbitan tahun 2020 yang sudah rilis, bisa saya baca semuanya, wooohooo... oke, ini daftar lengkap #novelMetropop yang saya catatkan terbaca di tahun 2020.
1. Selangkah Bersamamu (terbit: 2020) karya Rina Suryakusuma, rating: 3 bintang
2. Start Again (terbit: 2020) karya Seplia, rating: 3,5 bintang
3. Ganjil Genap (terbit: 2020) karya Almira Bastari, rating: 4,5 bintang
4. Second Chance (terbit: 2020) karya Flara Deviana, rating: 3,5 bintang
5. The Case We Met (terbit: 2020) karya Flazia, rating: 4 bintang
6. Finn (terbit: 2020) karya Honey Dee, rating: 5 bintang
7. Boy Toy (terbit: 2017) karya aliaZalea, rating: 3 bintang
8. Bad Boy (terbit: 2019) karya aliaZalea, rating: 2,5 bintang
9. 90 Hari Mencari Suami (terbit: 2019) karya Ken Terate, rating: 4 bintang
10. You Really Got Me (terbit: 2019) karya Dewie Sekar, rating: 4 bintang

Oiya, untuk bulan Maret 2020 sendiri, saya nggak hanya baca #novelMetropop saja, secara total saya berhasil merampungkan-baca 14 buku. Waaahhh... senangnya. Buku-buku lain yang #BukanFiksimetropop yang berhasil saya rampungkan-baca silakan intip di sini, ya: Reading Wrap-Up Buku #BukanFiksimetropop

Sunday, March 29, 2020

[Resensi Novel Metropop] The Case We Met by Flazia

First line:
[sidang kedelapan, New York Criminal Court; Lantai 13

"Red! Astaga, Nona Harris! Jangan lari-lari begitu! Nanti Anda jatuh!" teriak Hakim Walter yang baru saja hendak memasuki ruang sidang nomor 1301.

---hlm.5, Chapter 1 - Preambule

Sign in as Redita Harris
From : Ratu Maheswari < ratumahestjip@chef.net >
Subject : Re: Re: Baca NY Times

Dita, kamu bahkan masuk berita NY Times karena mendadak ambruk waktu sidang dan orang jadi ngira kamu mau dibunuh sama lawan kamu—you should take a break, for God’s sake! Jadi, kenapa juga tiba-tiba kamu ribet ngurusin kasus malapraktik di sini? Kamu bahkan udah nggak ketemu Natan bertahun-tahun, dan terakhir kali ketemu pun kamu masih gagap-bisu di depan dia! Masih nanya sebaiknya kamu terima jadi pengacara dia atau nggak? Kecuali hati kamu akhirnya berhasil beralih, yang jelas ini bukan keputusan yang bagus, Red.


Sign in as Natanegara Langit
From : Akbar Zaydan < dn.akbr@dr.com >
Subject : Butuh Propofol?

Nat, someone said that being a good doctor is like being a goalkeeper. No matter how many goals you’ve saved, people will only remember the one you missed. Kematian pasien kali ini jelas bukan salah kamu, dan rumah sakit lagi sibuk cari jalan keluar, jadi kenapa sekarang kamu malah ke New York? Harus dianestesi biar diem, hah? Persetan sama konferensi di Wyndham. Kami tahu kamu nggak akan lari, jadi ayo cepet balik. Dita datang ke rumah sakit pagi ini, cari kamu.

Judul: The Case We Met
Pengarang: Flazia
Penyunting: Miranda Malonka
Penyelaras aksara: Wienny Siska
Perancang sampul: Fitria N.A (@fitnrdm)
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 440 hlm
Rilis: 23 Maret 2020
My rating: 4 out of 5 star

The Case We Met


Thanks to Kak Raya, yang sudah ngasih kejutan manis di hari-hari terakhir jelang kebijakan kantor untuk #WorkFromHome (WFH) dalam rangka #SocialDistancing dan #PhysicalDistancing #DiRumahAja guna memutus rantai penyebaran virus Covid-19 yang makin mengkhawatirkan ini. Setuju juga sama Kak Raya yang sedih harus banyak membatasi aktivitas berkumpul, padahal kalau para pembaca sudah berkumpul dan ngobrolin buku itu seru banget. Namun, demi masa depan yang lebih sehat, kita semua harus mematuhi imbauan, anjuran, bahkan larangan yang ditetapkan pemerintah, ya?


It's definitely a PAGE-TURNER! Saya benar-benar kepincut dari awal baca dan nggak bisa berhenti hingga halaman terakhir. Untunglah, di sela-sela WFH, saya bisa segera menuntaskan-baca novel ini. Melirik kiprahnya, Flazia (Fildzah Izzazi Achmadi) bukan nama baru di industri perbukuan, tapi untuk di lini metropop, sepertinya ini karya debutannya. Dan, buat saya, cukup memesona serta tidak mengecewakan.


Plot: Redita "Dita" Harris, pengacara berhijab (yang karenanya dijuluki Red Riding Hijab) asal Indonesia yang sukses menangani beberapa kasus kontroversial di New York, terutama kasus-kasus antara lansia-pasien melawan dokter yang diduga melakukan tindakan malapraktik. Dalam satu titik, Dita harus kembali ke Indonesia, sekaligus menjadi pengacara untuk Natanegara "Natan" Langit, dokter anestesi yang dituduh melakukan malapraktik hingga menyebabkan meninggalnya pasien yang ditanganinya. Tak hanya harus berjibaku membuktikan bahwa Natan tidak bersalah di persidangan, Dita pun harus menata hatinya demi menemui lelaki yang sudah ditaksirnya habis-habisan sejak lama--sejak SMA, mantan tunangan yang menjadi lawannya di persidangan, hingga ancaman pembunuhan dari salah satu narapidana yang sakit hati karena kalah dan dipenjara berkat Dita.

Saya menyukai latar kesehatan: dokter, rumah sakit, ruang operasi, dan sebagainya; sejak membaca beberapa novel karya Mira W. Juga karena duluuu banget saya pernah bercita-cita menjadi dokter, yang akhirnya nggak kesampaian. Ditambah dengan intrik persidangan yang lumayan, membuat The Case We Met begitu asyik untuk dinikmati. Khusus untuk unsur kesehatannya, cukup mendetail. Bahkan, mungkin, untuk sebagian pembaca akan terkesan terlalu detail.


Buat saya sih, yang memang menggemari novel-novel metropop dengan alasan agar bisa menambah wawasan dunia kerja kaum urban, rupa-rupa dunia kesehatan di novel ini--khususnya spesialis anestesi, sangat menarik karena Flazia berhasil mengemasnya sedemikian rupa hingga tidak seperti sedang membaca jurnal ilmiah. Karena saya tidak bekerja di bidang kesehatan dan sedang tidak berminat fact-check, saya nggak bisa memastikan apakah seluruh fakta kesehatan di novel ini sudah benar. Well, Flazia memang kuliah di kedokteran/farmasi (?) dan berprofesi sebagai dokter (sekaligus script writer?)--profil linkedin: fildzahia, jadi mestinya faktanya dapat dipertanggungjawabkan ya.

Sementara untuk intrik hukum/persidangannya, tentu saja jangan mengharapkan yang sepelik seperti dalam novel-novelnya John Grisham, ya. Agak mendekati kasus yang diselesaikan Elle Woods di film Legally Blonde-nya Reese Witherspoon itu, deh. Ya nggak silly-komedi begitu, cuma agak gampang ditebak ujungnya dan kurang mendebarkan untuk tokoh Natan sebagai terdakwa.


via GIPHY

Untungnya lagi, unsur romance yang dibangun Flazia pun tidak cringe, terhindar dari instalove--cenderung slow burn, dan cukup manis. Cinta lama bersemi kembali, cinta yang ternyata bertepuk sebelah tangan, dan cinta yang salah sasaran. Mungkin novel ini tidak menyimpan plot twist, tapi banyak kejutan kecil yang bikin saya memekik bahagia campur haru di sana-sini. Tak jarang, di banyak bagiannya saya juga tergelak oleh dialog yang kocak dan witty-banter yang oke punya. Well done, Flazia.

Sayangnya, saya tak jadi memberikan 5 bintang utuh ke novel ini, karena seperempat bagian akhirnya. Oke, saya paham harus ada adegan penyerangan itu--sop.iler(spoiler), untuk konsistensi cerita, tapi... entahlah. Agak kurang meyakinkan, nanggung saja jadinya.


via GIPHY

Hal lain yang menurut saya agak menyulitkan novel ini menjangkau pembaca yang lebih luas (semoga saya salah, semoga saya salah, semoga saya salah):
1. gaya penulisan Flazia di novel ini sangat mirip dengan gaya novel terjemahan, yang sayang sekali, beberapa pembaca masih merasa novel terjemahan tak terlalu nyaman dibaca;
2. meskipun tidak jatuh ke gaya dakwah/ceramah sedalam novel-novel religi islam (yes, ayat-ayat cinta, dsb), tapi konten bernuansa islam pada beberapa bagian (terutama menuju ending) cukup kental dengan mengutip serta menginterpretasikan ayat alquran dan hadis.

Overall, for me, The Case We Met adalah novel metropop debutan yang cukup mengejutkan--in a good way. Dengan menyematkan rating 4 bintang, tentu saja, novel ini berhasil memikat saya, mulai dari gaya menulis, latar belakang, plot, dan parade karakter yang kuat. Namun demikian, masih ada beberapa bagian yang agak nanggung.

Topik bahasan:
1. Cinta lama bersemi kembali
2. Menyukai sahabat kakak
3. Office romance
4. Latar: hukum (pengecara) dan kesehatan (dokter)
5. Bad boy became a good guy
6. Drama keluarga
7. Setting: New York dan Yogyakarta

Selamat membaca, kamu.

End line:
Ayo kita pulang sekarang.
---hlm.434, Adendum

Saturday, March 28, 2020

[Curhat] Pindahan... yang bukan fiksimetropop :)

Sudah sejak lama sebenarnya, saya ingin mengkhususkan blog ini buat memuat artikel apa pun yang hanya berkaitan sama #novelMetropop. Hahaha. So far, ya cuman niat. Nggak kejadian dari kapan tahun juga. Well, tapi mulai 2020 ini, saya kepingin menghidupkan kembali niatan itu. Mestinya sih dari awal sudah begitu, ya. Alamat blog sudah fiksimetropop. Buku paling banyak dibaca ya metropop. Niatan bikin blog, juga buat menyebarkan virus baca novel-novel metropop.

Namun, karena dasarnya saya kan bukan melulu baca #novelMetropop doang. Jadi, saya tetap butuh wadah buat menampung segala rupa di luar metropop, ketimbang jadi jerawat, kan? Karenanya untuk seluruh postingan di luar metropop nantinya akan dialihkan ke blog baru, yang sebenarnya sudah dibuat beberapa waktu silam. Alamatnya: http://bukanfiksimetropop.blogspot.com.

Belum (dan sepertinya nggak akan) dibikin blog dengan domain berbayar, sih. Hahaha. Lha, satu aja yang berbayar nggak keurus rutin. Nantilah, kapan-kapan kalau tenaga masih cukup dan nggak sok sibuk, (mungkin) bakal dibeliin domain juga. Untuk saat ini, begini dululah. Yang penting sudah cukup memenuhi niatan yang selama ini selalu pengin dilakuin.

Beberapa konten yang cukup populer mungkin bakal stay di sini, atau dipecah jadi dua. Misalnya, Top Ten Tuesday dan BOOKtainment. Kalau bisa dibikin di dua blog, ya bakal dibikin dua. Kalau nggak bisa, yaudah, bakal tetap dipajang di blog yang ini saja.

That's all. Itu doang yang sebenarnya pengin dicurhatin kali ini. Semoga apa yang saya niatkan ini dilapangkan dan dimudahkan jalannya. Aaamiin. Let's keep reading, tweemans.


via GIPHY
xoxo
fiksimetropop