Janji sahabat yang mencintaimu...
Aku membutuhkanmu.
Kau terasa tepat untukku. Pelukanmu serasi dengan hangat tubuhku. Dan setiap bagian dari diriku sudah terlalu terbiasa dengan kehadiranmu-dengan suaramu, dengan sentuhanmu, dengan aroma khas tubuhmu. Dengan debaran yang terdengar seperti ketukan bermelodi saat kau menatapku penuh perhatian seperti itu.
Aku membutuhkanmu.
Ya cinta, ya waktumu. Dan kau sudah melihat jujur dan juga munafikku. Bahkan, di saat aku begitu yakin kau akan meninggalkanku, kau hanya menertawakan kecurigaanku dan merangkul bahuku. Sungguh heran, setelah sekian tahun pun, kau masih bertahan di sini, bersamaku.
Aku membutuhkanmu-dan bisa jadi... aku mencintaimu. Tapi, aku belum akan mengakui ini padamu. Aku belum siap meruntuhkan bentengku dan membiarkanmu memiliki hatiku....
Judul: Camar Biru - cinta tak selalu tepat waktu
Pengarang: Nilam Suri
Editor: Gita Romadhona dan eNHa
Proofreader: Gita
Penata letak: Wahyu Suwarni
Desain sampul: Dwi Anissa Anindhika
Tebal: 280 hlm
Harga: Rp45.000
Rilis: 2012 (cetakan ke-1)
ISBN: 979-780-603-0
Saya tahu novel ini semenjak Nilam masih “mengandung”nya.
Meskipun tidak mengikuti proses persalinannya, setidaknya saya tahu novel ini
saat masih menjadi janin. Dan, ketika novel ini akhirnya lahir dan diterbitkan
oleh Gagas Media, saya bahagia untuk Nilam. Well, saya kenal Nilam berkat
Goodreads Indonesia. Seingat saya, saat itu ia masih ngantor di femina. Suatu hari,
ia mengirimi saya naskah awal novel ini dan mengizinkan saya untuk membacanya. Tapi
justru teman satu kos saya yang lebih excited membacanya duluan. Maklum, saya
pembaca lambat, jadi begitu terpampang di layar laptop, si teman itu justru
yang tekun membaca. Saya butuh beberapa hari untuk menuntaskan bacanya. First impression,
I liked it a lot, dengan beberapa pertanyaan saya layangkan pada Nilam.
Saya membaca ulang Camar Biru begitu resmi diterbitkan
oleh Gagas Media. My bad. Saya detailnya agak lupa. Apakah ada yang dihilangkan
atau ditambahkan ke dalam novel resminya ini. Beruntunglah saya, dengan
demikian saya bisa merasai novel ini seperti baru kali pertama baca.
Satu komentar saya ketika membaca draft-ya dulu pada
Nilam. “Non, ini apa nggak yang klise gitu, pake janji-janjian bocah ingusan
yang kalo gede mau nikah?” Saya lupa jawaban Nilam apa waktu itu. Tapi, saya
kemudian dicerahkan dengan kata-kata salah seorang teman, “Jul, apa yang ada di
bawah matahari, hampir semuanya sudah diceritakan sama manusia. Serius kamu mau
cari sesuatu yang belum pernah dikisahkan? Menurutku, tinggal bagaimana
mahirnya si pencerita buat mendongeng aja sebenarnya yang perlu kita lihat.”
Well, saya setuju sih dengan kalimat si teman. Meski, saya agak kurang sreg dengan
pilihan cara memulai kisah ini, Camar Biru berhasil menyedot atensi saya untuk
terus mengikuti kisahnya hingga akhir.
gambar dari sini: www.bbc.co.uk |
Bagi saya, ketika plot-nya hampir-hampir bisa ditebak
akan mengarah ke mana, adalah kekuatan diksi dan karakterisasinya yang akan
menentukan penilaian saya terhadap novel itu. Lagi-lagi saya agak kurang oke
dengan pilihan Nilam untuk “elo-gue” di hampir seluruh bagian, baik narasi
maupun dialog. Memang benar, itu dapat mengikis jarak kita dengan karya tulisan
sehingga kita seolah-olah adalah tokoh yang berperan di dalam novel itu, tapi
bagi saya pribadi (sangat subjektif) pembedaan narasi dan dialog masih
diperlukan untuk menarik-ulur emosi. Jika penggambaran karakternya dibuat sama
ketika narasi dan dialog, saya cenderung mudah jatuh bosan.
“Elo-gue”nya bikin saya sedikit kurang nyaman, tapi karakter para
tokohnya begitu terasa di sini. Nina yang cuek dan superberantakan. Adith yang
meskipun slengekan tapi bertanggung jawab. Danish yang dominan dan cablak. Ryu
yang metroseksual nan necis. Sinar yang dewasa, serta memori Naren yang picture
perfect banget sebagai seorang kakak laki-laki. Dan, beberapa aktor-aktris
figuran yang tidak hanya berseliweran saja, tapi juga memberikan napas untuk
novel ini. Karakterisasi inilah yang menurut saya menjadi salah satu kekuatan
dari novel ini.
gambar dari sini: www.peperonity.com |
Bila menilik lagi ke kisahnya, beberapa bagian novel ini bernuansa
kelam dan itulah yang membentuk karakter seorang Nina, pun karakter seorang
Adith yang sangat ingin melindungi Nina. Jarak yang tercipta antara Nina dan
keluarganya memang masih membuat saya bertanya-tanya, apa memang begitu? Dulu,
saya pernah punya pengalaman. Ada satu keluarga di kampung saya. Punya dua anak
lelaki. Si sulung ini terkenal pintar, tampan, dan memiliki karisma yang sangat
besar. Setidaknya, satu kampung tahu dia meski hanya disebut namanya. Sedangkan
si adik, biasa saja. Pada suatu waktu, keduanya bersama dengan beberapa cowok
di kampung saya, belajar berenang di waduk karena si sulung ini ingin mendaftar
masuk ABRI (TNI). Nahas, si sulung tewas tenggelam di waduk yang di kampung
saya memang terkenal angker (meminta tumbal, istilahnya). Berhari-hari, bahkan
berbulan-bulan, keluarganya meratapi kepergian si sulung ini, namun selewat
waktu, orangtua yang awalnya menyalahkan si adik, lambat laun mengerti dan
ikhlas. Bahkan, mereka bangga karena si adik kini telah menjadi anggota TNI. Sedikit
banyak itu mengobati kerinduan mereka akan mimpi si sulung.
Nah, di novel ini, atas suatu peristiwa, kedua orangtua Nina
(khususnya sang ibu) masih tak dapat menerima kepergian Naren dan terus saja
menyalahkan Nina. Yah, saya bukan psikolog yang dapat menyelami rasa manusia,
jadi saya tak bisa menyingkirkan pertanyaan, “Is it for real? Benarkah ada
orangtua yang sampai segitunya?” Hmm, katanya juga, kan nothing is impossible
di dunia ini ya, mungkin saja memang ada sih. Sayanya saja yang terjebak
gambaran ideal, bahwa seharusnya orangtua berlaku adil pada seluruh anak-anaknya.
Oiya, satu lagi yang saya tanyakan pada Nilam waktu itu. Satu
chapter yang full isinya email Sinar pada Naren, yang membuka detail-detail
kecil yang hanya diketahui Sinar-Naren karena melibatkan perasaan kedua sahabat
karib ini. Mengingat novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama yang
dikuasai oleh Nina-Adith, saya protes dengan chapter email Sinar yang “ujug-ujug”
ada menjelang ending ini. Lagi-lagi saya menuduh, ini adalah keinginan
pengarang yang mau mengungkap semuanya. Saya pribadi, cukup menikmati beberapa
detail yang dibiarkan misterius atau tetap tersembunyi, khususnya ketika sepanjang
novel digambarkan dua tokoh yang mendominasi. Saya jengkel jika tetiba di
tengah-tengah ada tokoh cameo mendadak mendapatkan spotlight. Hahaha, again,
ini sangat subjektif saya kok.
Hal lain yang saya kurang suka dari novel ini adalah
bagian epilognya. Duh, buat apa sih diberikan eiplog itu? Saya lebih suka novel
ini dibiarkan berakhir sebagaimana chapter terakhirnya tanpa ditutup dengan
epilog yang justru membuat saya mendesah kecewa. Well, sejatinya saya “sepemikiran”
dengan epilog itu, tapi jika saya boleh memilih, biarkan itu hidup dalam
imajinasi saya. Jangan dipaksakan untuk menggiring saya pada kesimpulan dalam
epilog itu.
Oh, dan seperti biasa. Typo masih tersebar di beberapa
tempat. Lagi-lagi saya cuman menggeleng-geleng saja. Buat apa ada proofreader
kalau typo-nya saja masih sebanyak ini. Ckckck.
Overall, saya menyukai bagaimana Nina-Adith yang terikat
unconscious promise ini menjaga hati masing-masing hingga mereka benar-benar
mewujudkan janji itu. Apakah janji yang disaksikan sepasang camar biru itu
dipenuhi? Mengapa harus camar biru? Untuk
mendapatkan sensasi cinta sepasang sahabat yang tak lekang oleh waktu, silakan baca
dan nikmati karya perdana Nilam Suri ini. ditunggu karya selanjutnya, Nilam.
My rating: 3,5 out of 5 star
Giveaway Camar Biru.
Mau novel ini gratis dan bertanda tangan penulisnya?
Silakan ikuti giveaway Camar Biru ini. Tersedia satu novel Camar Biru buat yang
beruntung. Caranya gampang banget.
1.
Giveaway hanya melalui twitter.
2.
Follow akun @fiksimetropop dan @justutterly
3.
Jawab pertanyaan ini melalui akun twitter kamu: “Menurut
kamu, jika Nina dan Adith akhirnya menikah, pesta seperti apa yang cocok untuk
mereka?” sertakan alasanmu.
4.
Format jawaban: #CamarBiru [jawaban]
@fiksimetropop @justutterly
5.
Maksimal tweet adalah 3 kali tweet.
6.
Giveaway ini berlangsung sampai dengan tanggal
24 Mei 2013. Pemenang akan diumumkan tanggal 25 Mei 2013.
Good luck dan terus membaca, kawan!
kak ijullll, aku belum baca ni novel, gmana jawab pertanyaannya yaa??? hummm~ :)
ReplyDeleteikutan ah giveawaynyaa.. :D
ReplyDelete@Jessica....ga perlu baca novelnya kok untuk jawab kuisnya, cukup kamu bayang-bayangin aja pesta pernikahan yang seperti apa yang cocok buat mereka berdua, tentu dikaitkan sama judul dan topik novel ini yang "Sahabat jadi Cinta" yaaa...
ReplyDelete@Dheril....good luck....:)
kak, bakalan ada camar biru yang ke 2 ga ka? soalnya rameeeeee banget nih novelnya seru
ReplyDelete