Tuesday, December 27, 2011

[New Release] Kumpulan Cerita dari Alberthiene Endah & Friends

Saya sendiri kurang paham apakah buku ini masuk kategori metropop atau bukan, yang jelas Gramedia memasukkan novel ini dalam kategori Fiksi dan Sastra. Meskipun pula, buku ini hadir dalam bentuk kumpulan cerita pendek, rasanya saya tetap ingin mengoleksinya. Lagi-lagi karena nama Alberthiene Endah di sini (dan bentuknya fiksi, bukan otobiografi).

Ini dia sampul buku yang saya copy paste dari situs resmi Gramedia:

Tags :Kumpulan Cerpen,Persahabatan,Blog
Harga :Rp. 58.000,-
Kategori :Fiksi dan Sastra,Kumpulan Cerpen
Ukuran : 13.5 x 20 cm
Tebal : 336 halaman
Terbit : Desember 2011
Cover : Softcover
ISBN : 978-979-22-7696-1

What do you think, my dear friends?
Suka sama sampulnya? Saya sih suka. Cute, yet romantic. Jadi wishlist ahhhh....

Berikut adalah sedikit informasi tentang buku ini (sinopsis):


Hadirnya banyak penulis muda yang memulai performa karya mereka melalui dunia maya, membuat Alberthiene Endah terinspirasi untuk menggandeng mereka bersama-sama membuat kumpulan cerpen ini. Exercise alami yang mereka gugah dari pengalaman menulis di blog membuat karya mereka berciri spontan, tajam, praktis, dan berbumbu. Ketiadaan “bingkai” untuk menulis dalam ranah buku membuat kreativitas mereka berkembang secara merdeka, dan hasilnya menggelitik. Inilah karya Alexander Thian, Faye Yolody, Tjhai Edwin, Verry Barus, Rahne Putri, Dillon Gintings, Chicko Handoyo Soe, Jia Effendie, Rendy Doroii, Ollie, Faizal Reza, dan tentu saja Alberthiene Endah. Ringan dan cocok sebagai teman minum kopi.

Monday, December 19, 2011

[New Release] Novel Metropop: Circle of Love by Monica Petra

Wahhh, yang ini malah lupa diposting. Yang ini juga masih anget dari 'pabrik'nya Gramedia. Selamat membeli dan membacanya.


Harga : Rp. 40.000,-

Sinopsis:
Patricia Sarah mahasiswi semester akhir yang tengah sibuk menyusun skripsi. Sebagai novelis muda berbakat, karier dan kesibukan membuatnya belum memiliki pacar.

Rupanya perjalanan cintanya tak semulus perjalanan karier dan studinya. Beberapa pemuda membuat Patricia tertarik, di antaranya Clyde—pemuda warga negara Thailand yang ia temui di Bali, Andhika—aktor terkenal, dan Bryan—teman di dunia maya. Belum lagi ada Adrian dan Felix yang juga memberi warna dalam hidup Patricia.

Tetapi, siapakah yang benar-benar mampu memenangkan hati seorang Patricia Sarah?

Novel ini wajib dibaca oleh semua wanita single yang masih menunggu cinta sejatinya. Pahit manis cinta akan selalu ada, tetapi kehidupan tidak akan pernah berhenti berjalan.


“Patty berusaha terlalu keras mencari pasangan hidupnya. Padahal, dia hanya perlu membuka mata hatinya, dan pasangan hidup yang didambakan ternyata berada di dekatnya. Gaya penulisan Monica yang detail membuat Circle of Love teramu dengan manis.”
Irena Tjiunata – penulis

“Cerita yang menyentuh dan romantis. Monica Petra tidak cuma piawai mengarang novel teenlit, tapi juga metropop.”
Glenn Alexei – penulis

“Mencari cinta sejati selalu menghadirkan kisah menarik, dan Monica Petra berhasil menuliskannya dengan apik.”
Daniel Jefferson Siahaan – Produser Dreamlight World Media

[New Release] Novel Metropop: I Hate Rich Men by Virginia Novita

Hmm, ada lagi nih novel metropop terbaru yang dirilis oleh Gramedia. Selamat membeli dan membacanya.


Harga : Rp. 45.000,-
Ukuran : 13.5 x 20 cm
Tebal : 228 halaman
Terbit : Desember 2011
Cover : Softcover
ISBN : 978-979-22-7845-3

Sinopsis:Adrian Aditomo benar-benar tipikal pria kaya yang dibenci Miranda, tidak peduli betapa tampan dan seksinya pria itu. Sifatnya angkuh dan begitu superior.

Ada lagi, pria itu sinting! Adrian berani menculik Miranda hanya untuk mengatakan kalimat yang tidak masuk akal—“Adik Anda merebut tunangan saya,” kata pria itu dingin.

“Hah?” Hanya itu yang bisa dikatakan Miranda. Apakah orang yang dimaksud pria itu adalah Nino? Nino-nya yang masih berumur tujuh belas tahun dan masih polos? Tidak mungkin Nino-nya yang masih remaja itu menyukai wanita yang lebih tua, apalagi milik orang lain!

Demi untuk membersihkan nama baik Nino, Miranda terpaksa bekerja sama dengan Adrian. Hal yang sangat sulit dilakukan karena mereka berdua tidak pernah sependapat dan selalu bertengkar.

Seharusnya sejak awal Miranda menolak berurusan dengan Adrian. Ia benar-benar mengabaikan firasatnya. Firasat yang mengatakan Adrian mampu menjungkir-balikkan hidupnya dan terutama... hatinya.

Sunday, December 18, 2011

Resensi Novel Metropop: Morning Brew by Nina Addison

Just enjoy the ride!
Read from December 15 to 18, 2011
4 out of 5 star


Judul: Morning Brew
Penulis: Nina Addison
Editor: Hariska
Pewajah Sampul: Eduard Iwan Mangopang
Tebal: 224 hlm
Harga: Rp40.000
Rilis: September 2011 (Cet. 1)
ISBN: 978-97922-7567-4

Reney mengira Boy akan mengajukan a pop question when he invites her to a romantic dinner. But, hell, Boy malah memutuskan hubungan asmara mereka yang sudah berjalan tujuh tahun itu, hampir delapan tahun malah, demi beasiswa ke London. Tak terbayangkan betapa hancur hati Reney. Untunglah ada Ivana dan Danny, sahabat sekaligus rekan kerjanya di Morning Brew, sebuah kafe milik Tante Patra yang diserahkan pengelolaannya kepada Ivana selaku keponakan Tante Patra. Maka, hari-hari Reney diisi dengan kesibukannya melayani pelanggan kafe yang datang silih berganti. Tak lupa, ia pun mencoba segala cara demi melupakan Boy, apalagi Ivana dan Danny juga selalu andil membantunya dengan menyodorkan cowok-cowok ready stock buat dipacari. Mulai dari teman mantan, pegawai bank yang super-duper gorgeous, sampai geek yang gimbal. Dan, Reney tetap tak mampu melupakan Boy. Terlebih ketika kemudian secara mendadak Boy balik ke Jakarta dan melamarnya. Bagaimana Reney menentukan pilihannya? Apakah ia akhirnya menerima pinangan Boy dan ikut pindah ke London serta meninggalkan sahabat serta orangtuanya di Jakarta? Temukan jawabannya di dalam novel debutan karya Nina Addison ini.

Membeli buku ini sudah masuk ke dalam program ‘wajib’ untuk koleksi book shelf novel metropop saya. So, nothing to lose ketika akhirnya saya mengambil novel ini dari toko buku dan memindahkannya ke lemari buku. Sedangkan keinginan membacanya baru menggebu selepas mendengar komentar Nike Rasyid pas ketemu di stan saya di Festival Pembaca Indonesia 2011 kemarin. Yang saya tangkap dari komentarnya, Nike menyukai novel ini. Maka, setelah merampungkan membaca Orange, saya langsung berinisiatif membaca novel ini. Yang ternyata masih dalam kondisi tersegel ketika saya pamerin di stan saya itu. Hahaha.

Baiklah, untuk kali ini, saya menyetujui pendapat Nike. Novel ini memang enjoyable. Menjadi novel debutan kesekian yang langsung menarik hati saya. Percaya deh, nanti begitu Nina Addison menerbitkan buku baru, saya pasti tak ragu mencomotnya langsung. Saya suka dengan gaya bercerita dan menulisnya. Apalagi dengan pilihan diksi dan beberapa part/kalimat yang mengandung pesan yang dalam. Menyenangkan sekali membacanya. Membangkitkan gairah.


Benang merahnya sih, tentang pencarian soulmate. Di sini, Nina menumpahkan pendapatnya bahwa lama masa pacaran tak lantas langsung menerbitkan kayakinan di hati seseorang untuk segera menyimpulkan bahwa pasangan yang telah dipacarinya itu adalah belahan jiwanya. Perenungan atas segala pertimbangan yang menyangkut diri sendiri, keluarga, sampai dengan sahabat harus dipikirkan. Berhubungan, apalagi sampai menikah, tidak hanya menyatukan dua hati [meskipun yang menjalaninya pemilik dua hati itu] namun juga mempertemukan orang-orang di sekitar mereka. Keluarga dengan keluarga. Teman dengan teman. Apakah semua orang ‘bisa’ cocok? Apakah semua orang ‘harus’ cocok? Jurus terjitunya: kompromi. Bila tidak ketemu? Diskusikan lagi. Coba uraikan segala simpul yang mengikat jalan keluar tiap masalah. Apa yang menjadi concern pasangan, harus dipertimbangkan. Jujurlah pada masing-masing. Dengarkan kata hati. Jangan bersifat egois.

Membaca novel ini sungguh lancar jaya. Saya sengaja tidak berharap apa-apa ketika memulai membaca, oleh karenanya mungkin saya tak menemui hambatan dalam mengunyah tiap bagian novel ini. Menyisip tetes demi tetes kisahnya. Mengunyahnya hingga tandas dan memunguti remah-remah yang berserakan di sana-sini. Saya suka tokoh-tokohnya. Saya suka konfliknya. Dan, saya juga suka cara Nina mengakhiri setiap konflik yang diciptakannya. Meskipun di beberapa bagian terasa ‘digampangkan’, misalnya keputusan soal masa-depan Danny atau ketika Ivana yang dingin terhadap cowok akhirnya dipertemukan dengan salah satu cowok pemeran figuran. Tetap saja, novel ini renyah sekali. Sekali gigit, terasa nikmatnya. Bahkan, di beberapa bagian saya dibuat ngakak geli. Misalnya pada bagian Ivana yang ngomelin Kiki, teman yang mengkritik berta badannya (hlm 141). Hilarious.

Pesan saya, jangan mudah bosan. Teruskan saja membaca. Pada seperempat bagian awal saya hampir bosan. Yah, pada bagian itu memang disesaki dengan adegan Reney yang mencobai satu-demi-satu persediaan cowok yang disodorkan padanya. Satu-dua-tiga kali masih lumrah. Selepas itu saya geregetan. Saya sempat mengancam [tentu, dalam hati] jika masih ada satu lagi koleksi cowok yang disodorkan pada Reney, maka novel ini hanya akan saya kasih rating maksimal dua. Untunglah, Nina mencukupkan tiga cowok saja untuk dicicipi oleh Reney. Thank GOD!

Lalu, Morning Brew itu apa? Dalam novel ini, Morning Brew adalah sebuah kafe yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Ivana dengan pemodal tetap adalah Tante Patra, saudara ibunya. Di kafe inilah, sebagian besar setting lokasi untuk ‘shooting’novel ini diambil. Reney, Ivana, dan Danny, menjadi trio yang menjalankan roda bisnis ini. Apakah eksplorasi atas Morning Brew cukup? Bagi saya... cukup, dalam rangka mendukung cerita. Pas takaran. Tak berlebihan – tak berkekurangan.

Nina juga memberi bonus info-info seputar dunia kuliner pada bagian intermeso. Ada pula resep yang patut untuk dicoba, bagi Anda yang punya hobi masak. Dan, ini menjadi nilai lebih bagi saya. Tak hanya disuguhi sepiring kue cinta berbalut persahabatan, saya juga dihidangkan segelas pengetahuan yang mungkin terabaikan dalam keseharian. Interesting.

Sayang, masih saja ada beberapa typo dalam novel ini, di antaranya:

(hlm. 48) Tapi tak lama lama kemudian.... [kelebihan kata ‘lama’]
(hlm. 63) menganggu = mengganggu
(hlm. 73) ...yang baru tanpa embel-embeli nama... [harus akhiran ‘i’ atau tambah awalan ‘di’ pada ‘embel-embeli’]
(hlm. 78) kongkrit = konkret [KBBI online]
(hlm. 79) seahun = setahun
(hlm. 80) kebodohon = kebodohan
(hlm. 84) ...Danny telah melewati beberapa episode bertema cowok... [hanya merasa ambigu, ‘bertema’ ataukah ‘bertemu’ cowok?, bisa masuk dua-duanya sih, nggak ngubah makna sebenarnya, hehehe]
(hlm. 174) Andy = Andi
(hlm. 186) menganguk = mengangguk
Typo minor aja sih, tapi seandainya clean sheet kan lebih bagus. Dan, ada beberapa kalimat yang saya rasa bagus jika ditambah tanda baca, tapi saya tak tahu yang benar sesuai EYD-nya bagaimana, jadi tidak saya cantumkan sebagai typo. Hahaha.

Di samping itu, terdapat beberapa kalimat/paragraf yang menjadi favorit saya. Cukup banyak, malah. Jadi, ya sudah, saya simpan untuk diri saya sendiri. Untuk menyemangati diri sendiri, hahaha. Tapi yang paling-paling-paling saya suka, adalah paragraf penutupnya. Ini dia:

Kesimpulannya? Tak perlu ada kesimpulan. Cukup ingat saja bahwa jatuh dan patah hati adalah rumus pasti dalam dunia percintaan. Namun jangan pernah patah semangat dan takut mendengarkan bisikan hati kecil karena dia takkan pernah menyesatkan perjalanan kita. Just enjoy the ride!
Yakkk, setuju! Cukup nikmati saja perjalananmu. Let it flow, kata sebagian orang. Tetap berusaha, tentu saja. Tapi, nikmatilah setiap usaha yang diambil itu. Enyahkan segala gerutuan. Singkirkan segala keraguan. Songsong masa depan dengan sikap optimis. Tuhan mencipta segala sesuatunya dengan alasan, kan? Absolutely. Jadi, berusahalah, karena semua akan indah pada waktunya.

Selamat membaca, kawan!

Thursday, December 15, 2011

Resensi Novel Chicklit: Orange by Windry Ramadhina

Perjuangkan cinta yang kaupercayai
Read from December 12 to 14, 2011, read count: 1
---3,5 star...


Judul: Orange
Penulis: Windry Ramadhina
Editor: Christian Simamora
Proofreader: Annisa Kurnia, Resita
Penata Letak: Wahyu Suwari
Designer Sampul: Dwi Anisa Anindhika
Penerbit: Gagas Media
Tebal: vi + 290 hlm
Harga: Rp35.000
Rilis: Cetakan pertama, 2008
ISBN: 978-979-780-249-3

Bagian tersulit saat mencintaimu adalah melihatmu mencintai orang lain...

Tepat sekali. Sebagaimana yang dirasakan oleh tokoh-tokoh dalam novel bernuansa jeruk karya Windry Ramadhina ini. Adalah seorang gadis mungil enerjik, Fayrani Muid, putri konglomerat yang justru memilih fotografi sebagai jalan hidupnya, dipertemukan dengan putra sulung konglomerat lainnya, Diyan Adnan, seorang eksekutif muda workaholic dalam sebuah jalinan perjodohan oleh keluarganya. Dua insan yang tak pernah bersua, apalagi mengenal satu sama lainnya ini pun mencoba membangun sebuah jalinan tanpa landasan cinta demi membahagiakan orangtua mereka.Namun, pada akhirnya segala yang pura-pura tak akan bertahan lama. Ikatan resmi pertunangan Faye-Diyan terguncang dengan kehadiran Zaki dan Rera yang mencoba memasuki bilik hati masing-masing. Lalu, bagaimanakah akhir dari kisah ini, apakah Faye akan tetap bertekad menjadi istri Diyan meskipun disasadarinya bahwa laki-laki itu masih menyimpan rasa pada Rera ataukah ia lebih memilih berhubungan dengan Zaki yang tak lain tak bukan adalah adik kandung Diyan? Temukan jawaban atas jalinan cinta yang saling bertautan ini dalam novel debutan Windry Ramadhina.

Sejak mulai membacanya dari halaman pertama, saya tidak bisa berhenti. Oke, tentu saya harus berhenti untuk urusan ibadah, urusan perut, urusan kasur, dan urusan kantor, namun pada dasarnya, membaca novel ini bikin nagih. Paling tidak, saya membaca novel ini tanpa tersela keinginan untuk melirik buku lain (yang biasanya sering saya lakukan). Good for me!

Faye, Diyan, Zaki, dan Rera, adalah tokoh-tokoh yang likeable. Mudah bagi saya menyukai kesemua karakternya, yang digambarkan dengan sangat baik. Tentu saja, sikap labil Diyan dan Rera yang sering on-off itu terkadang bikin gemas juga, namun selebihnya kesemuanya berakting dengan cukup memikat. Great job, Windry. Sedangkan untuk tokoh sampingan, masih ada beberapa yang kurang kuat, termasuk tokoh orangtua Faye-Diyan. Tapi, tak apalah, kalau terlalu kuat nanti justru menenggelamkan tokoh utamanya.

Soal ceritanya sih, kisah cinta biasa. Romansa yang hampir sama dengan Antologi Rasa-nya Ika Natassa. Cinta bersegi empat. Faye dan Diyan dijodohkan, Zaki mendadak jatuh cinta pada Faye, dan Diyan masih tak mampu melupakan Rera. Maka, lingkaran keempatnya adalah konflik utama dari keseluruhan rangkaian kisah cinta di novel ini. Tapi, tenang saja, bumbu penyedap konfliknya cukup menggoda, kok. Cukup untuk membuat novel ini renyah ketika dinikmati. Dan, terima kasih, karena Windry pun tak menyia-nyiakan background masing-masing tokoh sehingga saya merasa dekat dengan mereka, karena mereka memang nyata. Mereka bekerja, berkeluarga, dan bersosialisasi. Background mereka melekat pada karakternya, tidak sekadar tempelan belaka. Tagline novel ini yang saya tulis di muka menjadi deskripsi paling jelas dari keseluruhan ceritanya. Meski hanya sekilas, saya pun ikut trenyuh ketika beberapa tokoh rekaan Windry harus menyaksikan orang yang mereka cintai ternyata malah menjatuhkan pilihan pada orang lain. #berkaca.kaca.

Oiya, kenapa novel ini mengambil judul “Orange” alias “Jeruk”? Saya tak tahu, hehehe. Tapi, kalau menurut saya sih, jeruk adalah highlight dari tokoh Faye yang memang menyukai buah jeruk dan menganggap bahwa hidup ini serupa jeruk yang rasanya asam-manis, “bittersweet”, dan apabila ditarik ulur benang-merah kisah dalam novel ini meman mencoba menggambarkan rasa dari hidup para tokohnya.

Saya juga suka dengan gaya menulis Windry yang membuat tiap adegan mengalir hampir secara kronologis, dari waktu ke waktu, berganti dari satu tokoh ke tokoh lain yang terlibat dalam adegan tersebut. Meskipun demikian, saya agak terganggu dengan penempatan kata ganti orang ketiga dalam kalimat-kalimat yang disusun oleh Windry. Misalnya saja, contoh berikut (hlm. 183-184):
      Zaki membuka kunci pintu depan, lalu ia mempersilakan Faye masuk..dst..... Laptop miliknya masih menyala dan asbak penuh puntung rokok di sebelah laptop itu belum ia bersihkan.
    “Maaf, Faye. Berantakan.”
    Faye tertawa kecil. “Kurasa kau perlu mempertimbangkan...dst...,” kata Faye penuh canda. Dengan nyaman gadis itu mengambil posisi duduk di atas tikar, lalu Faye mulai melihat-lihat kumpulan kertas berisi sketsa miliknya yang berantakan.
Coba perhatikan kata “miliknya” di akhir paragraf. Dalam posisi membaca cepat, mungkin mekanisme otomatis otak saya akan mencerna bahwa kata ganti “-nya” yang disematkan pada kata "milik" itu adalah merujuk pada Faye, padahal sebenarnya itu merujuk pada Zaki yang memang gemar membuat sketsa. Sayangnya, cukup banyak gaya penulisan semacam itu dalam novel ini. Bagi saya pribadi, gaya penulisan tersebut cukup mengganggu. Typo pun masih bertebaran di sana-sini. Beberapa yang cukup mudah ditemukan adalah di bab-bab akhir menjelang ending, padahal di awal typo-nya tidak banyak.

Terkait dengan penamaan tokoh-tokohnya, Windry terkesan menyukai nama modern yang dibuat berornamen. Alih-alih menulis Dian, Windry lebih suka tokohnya disebut Diyan. Demikian pula dengan Niela dan Meilianie. Sudah menjadi penyakit dari jaman dulu kala, penulisan nama yang seperti itu memiliki peluang yang cukup besar untuk terpeleset (salah ketik). Dan, terjadi juga di novel ini, meskipun hanya sekali-dua kali kalau tidak salah. But, overall, saya suka novel ini.

Selamat membaca, kawan!

Sampul Buku Terbaru Ilana Tan - Sunshine Becomes You (Release: 2012)

Dari akun twitter Gramedia yang merujuk pula ke akun tumblr-nya, telah dirilis sampul novel terbaru karya Ilana Tan (penulis laris seri Musim - novel metropop). Dan, bagi Anda penyuka novel-novel Ilana, Anda sudah bisa pre-order lho..:)

What do you think about this cover? Do you like it? Love it? Hate it?
Me? Just surprise
...penasaran pengen tahu, bikin cerita apa lagi si mbak satu ini...:)


Ini dia sinopsisnya:

“Walaupun tidak ada hal lain di dunia ini yang bisa kaupercayai, percayalah bahwa aku mencintaimu. Sepenuh hatiku.”

Ini adalah salah satu kisah yang terjadi di bawah langit kota New York…
Ini kisah tentang harapan yang muncul di tengah keputusasaan…
Tentang impian yang bertahan di antara keraguan…
Dan tentang cinta yang memberikan alasan untuk bertahan hidup.

Awalnya Alex Hirano lebih memilih jauh-jauh dari gadis itu—malaikat kegelapannya yang sudah membuatnya cacat. Kemudian Mia Clark tertawa dan Alex bertanya-tanya bagaimana ia dulu bisa berpikir gadis yang memiliki tawa secerah matahari itu adalah malaikat kegelapannya.

Awalnya mata hitam yang menatapnya dengan tajam dan dingin itu membuat Mia gemetar ketakutan dan berharap bumi menelannya detik itu juga. Kemudian Alex Hirano tersenyum dan jantung Mia yang malang melonjak dan berdebar begitu keras sampai Mia takut Alex bisa mendengarnya.


Resensi Novel Metropop: Antologi Rasa by Ika Natassa

Mengapa cinta harus serumit ini, sih??
Read on August 25, 2011
Rate: 4 out of 5 star



Denise:
Aku bahagia dengan persahabatan kita, Ruly, Keara, Harris!
Ruly:
Aku akan selalu memimpikanmu untuk menjadi istriku, Denise.
Keara:
Gue musti apa untuk mendapatkan cinta lo, Ruly?
Harris:
Gue akan ngelakuin apa aja buat lo, Keara, asal lo jadi milik gue.

Wahhhh, selain menunggu terbitnya lagi novel fiksi karya Alberthiene Endah, menunggu tulisan paling anyar dari Ika Natassa adalah penantian terpanjangku sebagai penikmat lini metropop. Sejak tergila-gila pada A Very Yuppy Wedding (AVYW) dan terpikat ketika membaca Divortiare, aku selalu berharap penulis yang adalah bankir ini dapat menerbitkan novel fiksinya secara reguler. Tiap bulan, maybe? #ngarep.

Dan, penantian panjang itu berakhir dengan terbitnya novel metropop terbaru Ika bertajuk Antologi Rasa (AR). Ketika kali pertama tahu tentang buku ini dari newsletter yang dikirim Gramedia by email, kupikir bentuknya adalah kumpulan cerita (terkait judulnya yang menggunakan kata antologi). Sudah ketar-ketir aja, secara aku agak kurang bisa menikmati kumcer, recently. Thank GOD, it’s a novel!
 
AR mengalir dalam irama khas Ika Natassa. Gaya menulisnya yang telah menyihirku sejak AVYW masih terasa di AR ini. Sinis, sarkastis, terkadang hiperbolis, dan tak jarang komikal-kocak (terutama dialog-dialog vulgar menjurus mesumnya, hehehe), membuatku enggan untuk meletakkan buku ini sebelum benar-benar tuntas terbaca. Oke, nggak langsung habis dalam hitungan jam, namun selesai dalam sehari masih terbilang cukup cepat buatku. Ugh, adiktif bener lah tulisan si mbak satu ini. Buatku, paling tidak.

Soal ceritanya sih, bukan barang baru. Novel ini “hanya” me-repackage kisah cinta bersegi biasa dalam kemasan baru. Yang bikin beda, tentu saja sentuhan khas Ika dan bumbu penyedap racikannya yang bikin segar konflik-konfliknya. Ini “cuma” cerita 4 orang sahabat yang terjebak dalam hubungan persahabatan yang dipenuhi letupan-letupan asmara rahasia di antara mereka. Tambahkan setting kota besar, barang bermerek, dan event mewah ber-budget nggak masuk akal, maka novel ini memang stereotip metropop kebanyakan. Bagi yang nggak suka lini metropop, ornamen inilah yang membuat kebanyakan dari mereka mencibir. Penting gitu, ngebahas branded things? Hahaha, gue sih fun-fun aja. Secara nggak bakal juga kebeli tuh barang-barang. Nyante aja, man!

Oke, untuk segmen tertentu, novel ini akan dengan mudah disukai. Pertama, pembacanya harus menguasai bahasa Inggris minimal secara pasif, karena cukup banyak kisahnya yang ditulis dalam bahasa bule itu. Kedua, pembacanya harus open-minded. Jangan kayak gue yang kolot gini. Baca bagian di mana para tokohnya minum alkohol kayak minum aer saja aku sudah nggak tahan pengen ngehujat. So, anggap saja lah ini memang realitas bunga-bunga sosialita Jakarta. Jangan lagi merasa aneh jika di sebagian kisah yang lain, seseorang ML sesering ia ganti celana dalam tanpa ikatan pernikahan, free sex. Sudah jelas, novel ini bakal masuk kategori “amoral” jika membacanya sembari mengingat aplikasi keagamaan. Jadi, bacalah dengan pikiran terbuka dan yah...sekadar membaca, just for fun, jus for laugh (jadi inget Tukul). Ketiga, ya soal background tokoh-tokohnya yang sudah so f*cking perfect, tajir pula. Sinetron banget, kan? Siap-siap merasa hina deh bagi peminder sejati (like me, huhuhu). Nggak ada deh tuh tokoh hidung pesek, gigi tonggos, atau melarat yang bakal beruntung dapat porsi di novel ini. Namun, khusus untuk yang ketiga ini, aku sih udah nggak gitu-gitu peduli. Oleh sebabnya, seseorang pernah bilang, “kasian pembacanya donk kalo di cerita aja masih harus baca tokoh jelek dan kere, secara di dunia nyata sudah miserable,” maksudnya hidup di dunia sudah susah, ya biar saja lah pengarang memanjakan pembacanya dengan yang indah-indah, dengan fantasi kelas tinggi. And, I must agree with that.

Tak seperti AVYW yang tak kulewatkan satu tanda baca pun, pada AR ada beberapa part yang aku lompati karena hanya berupa pengulangan dari statement masing-masing tokohnya. Ada Ruly yang dari satu bab ke bab lain terus saja bermimpi hidup berdampingan dengan Denise. Atau Harris yang terus menerus memuja Keara. Entah ini kategori bagus atau jelek, aku melewati part itu gegara geregetan pengen tau gimana ending-nya sebenarnya. Dan, about the ending? Aku suka bab terakhir, meskipun jalan menuju bab terakhir, yang melibatkan proses “8 month later” itu, duhh, kok ya kayak gitu ya. Nggak rela banget, perjuangan sebegitu dramatisnya, diakhiri hanya dengan begitu? #huhuhu

Gaya mendongeng Ika yang maju-mundur perlu mendapat kecermatan tersendiri, agar plotnya tetap logis dan kronologis. Awalnya aku ingin secara khusus peduli pada pergantian waktu yang di-manage oleh si pengarang. Namun, akhirnya kuabaikan saja soal perhitungan waktu itu. Bodo amat deh, nikmati aja lah jalan ceritanya. Soal lain yang aku suka dari Ika adalah kepiawaiannya untuk menguraikan hal-hal umum keseharian sebelum membawanya ke kehidupan para tokohnya. Analogi-analoginya juga masuk banget.

Yang lucu adalah sehabis aku menyelesaikan Waiting for You-nya Susane Colasanti yang John Mayer banget, lha kok...novel ini juga nggak kalah John Mayer-nya. Widihh, ada apa sih dengan John Mayer ini. Sekeren itu kah male soloist satu ini? Apa aku perlu menghayati lagu-lagu John Mayer (atau malah belajar gitar kayak doi) biar ada cewek yang klepek-klepek? #eh malah curcol. Huff!

My favorit line, yang bisa aku pakai kalau lagi suntuk di kantor dan terkadang pengen loncat dari lantai 20 gedung kantorku:
“Bodoh banget memang gue ya lama-lama, nonstop mengeluh tentang kantor ini, tapi tetap aja kerja di sini sepenuh hati. Yeah, sepenuh hati my ass.”
Sedangkan sedikit rasa penasaran pada:
1. Berapa kemungkinan dua orang yang berbeda memiliki fantasi pada satu tokoh yang sama? Keara yang paranoid ketemu Hannibal Lecter di kereta dan Harris yang berfantasi menjadi santapan Hannibal Lecter (hlm: 323). No biggie lah ya, hanya saja, jelas terlihat bahwa si pengarang masih terlibat di sini, bukan si tokoh yang bercerita, padahal PoV yang digunakan orang pertama.
2. Just a silly question, di pesawat (penerbangan internasional) masih boleh gitu ya nyalain BB? (hlm: 226)

Yang bikin kesel, pada awalnya, adalah para tokohnya yang pemuja kebebasan ini, kok ya masih terjebak pada ketakutan untuk menghancurkan persahabatan jika dua orang yang bersahabat terlibat dalam hubungan cinta? Apa susahnya sih ngomong, I love you? #halah gue aja nggak berani kok bilang itu ke inceran gue. #eaaa Tapi, ya, ini juga stereotip novel metropop, ya? ML oke, tapi ngaku cinta aja cemen. So, let it be. Hahaha.

Selamat membaca, kawan! 

Tuesday, December 13, 2011

Novel Metropop Bestseller by Gramedia

Jika Anda mampir ke situs resmi Gramedia di www.gramediapustakautama.com, Anda pasti dapat melihat terdapat daftar 20 buku bestseller di sidebar website tersebut. Beberapa novel metropop juga masuk dalam daftar tersebut, jadi novel metropop apa saja yang masuk bestseller per 13 Desember 2011 ini, silakan lihat daftar berikut (disusun berdasar urutan dari daftar):

2. Celebrity Wedding by aliaZalea


4. Antologi Rasa by Ika Natassa

6. Ti Amo, Tia Amora by Karla M. Nashar

20. Autumn in Paris by Ilana Tan. Hmm, novel lawas ini masih banyak diburu rupanya. Dan, hey, bagi Anda penggemar Ilana Tan, berdasar bocoran, tahun depan Ilana bakal menerbitkan novel metropop terbarunya lho...tunggu saja ya...:)