Thursday, December 31, 2009

Trailer resmi Film Percy Jackson and the Olympians - The Lightning Thief

Ini adalah trailer resmi dari sebuah film fantasi Hollywood yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Rick Riordian yang di Indonesia diterjemahkan dan diterbitkan oleh Mizan Fantasi (Grup Mizan) dengan judul, Percy Jackson & Dewa-Dewi Olympia: Buku Satu - Pencuri Petir (The Lightning Thief).

Saya sudah khatam membacanya sejak lama, tetapi belum sempat membuat review-nya. Ya sudahlah, saya sendiri sebenarnya sangat tidak puas dengan novelnya. Entah dengan film-nya. Bagi yang sudah membaca, berikut adalah trailer resmi dari film adapatasi tersebut, yang rencananya rilis di tahun 2010 ini.

Selamat menonton, saudara!




Resensi Novel Chicklit: Okke 'Sepatumerah' - Heart Block (Biarkan Cinta Menemukanmu)

Novel seru buat para writers wannabe



Judul: Heart Block - Biarkan cinta menemukanmu
Penulis: Okke 'Sepatumerah'
Penerbit: Gagas Media
Tema: Dunia penulisan, Kasih tak sampai, Pencarian jalan keluar
Tebal: xii + 316 halaman
Harga: Rp30.000 (Toko)
Rilis: Desember 2009 (Rencana 2010)

Kalau tidak salah, awal saya tertarik dengan karya Okke yang berembel-embel nama belakang unik 'Sepatumerah' ini adalah ketika Gagas Media sedang gencar-gencarnya mempromosikan semacam line novel baru, Kamar Cewek, dan Okke menulis novel dengan judul Kamar Cewek juga, beberapa tahun silam. Sayang, meskipun saya suka tetapi saya benar-benar lupa dari jidat-sampai-pantat novel tersebut. Namun, yang pasti, sejak saat itu saya selalu notice jika ada novel baru dengan nama Okke terpampang di covernya yang terpajang di rak ketika kebetulan saya berkunjung ke bookstore. Selain Kamar Cewek, saya ingat pernah membeli-baca novel lain tulisan Okke yaitu Indonesian Idle (cukup suka) dan Istoria da Paz (kurang suka).

Pun, sebenarnya saya tidak secara khusus membeli novel ini di event discount 30% all items Gramedia Grand Indonesia beberapa waktu lalu. Rencana awal saya ingin memborong beberapa buku yang sudah masuk dalam waiting list saya, termasuk buku non-fiksi Soe Hok Gie, tapi sungguh mengecewakan karena buku-buku tersebut tidak tersedia di event tersebut. Agar tidak terlalu kecewa, maka saya mencomot beberapa buku/novel yang saya anggap oke dan salah satunya adalah novel terbaru Okke yang entah salah cetak atau bagaimana di lembar deskripsi awalnya dituliskan "Cetakan pertama, 2010", apa maksudnya ya? Anyway, salah satu yang membuat saya tertarik memasukkan novel ini ke kantung belanja saya adalah garis besar cerita yang saya tangkap dari sinopsis di cover belakangnya. Yap, kali ini Okke sepertinya ingin membagikan salah satu keping perjalanan karirnya di dunia kepenulisan, yaitu bagaimana menemukan cara yang tepat bagi seorang penulis mengurai kemacetan ide ketika mengalami writer's block. Tema ini secara khusus mengingatkan saya pada komunitas kecil baru saya di facebook, yang isinya writers wannabe yang bermimpi bisa juga menulis dan menghasilkan suatu karya tulis yang diterbitkan (Join the group here). Jadi, secara tidak langsung pula saya merekomendasikan untuk membaca novel ini kepada teman-teman saya di komunitas tersebut dan juga para writers wannabe di manapun Anda berada sebagai tambahan wawasan untuk menjejak belantara industri kepenulisan yang nyatanya tidak melulu segampang yang kita kira.

Mungkin karena kadung terhipnotis dengan temanya, maka sejak halaman pertama saya sudah terhanyut dengan alur yang diciptakan Okke. Saya menikmati kalimat demi kalimatnya serupa membaca buku petuah tentang penulisan. Di beberapa bagian saya manggut-manggut, berharap dapat mengingatnya terus dikemudian hari, dan di bagian yang lain saya geleng-geleng karena baru menyadari satu buah fakta baru dunia penulisan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Informasi demi informasi ini dikemas dengan bumbu fiksi yang cukup segar oleh Okke sehingga tidak sampai jatuh kepada tubir kebosanan. Eits, tapi jangan ada yang salah tafsir. Okke tidak terkesan menggurui dalam novelnya ini, tidak sama sekali. Kelihatan sekali bahwa melalui tokohnya Okke berusaha sharing hal-hal non-teknis dari ilmu kepenulisan.

Summary tokoh: Senja (aku, penulis novel pemenang award, mengalami writer's block, liburan untuk mencari jalan keluar, bertemu seorang cowok yang menarik), Genta (pelukis, love interest Senja), Tasya (kakak beda ayah-beda ibu Senja, penyiar, manajer Senja yang super bawel) dan beberapa tokoh lain yang tidak begitu signifikan perannya: Jana, Abram, Ludwina, Demetrius.

Membaca novel ini saya jadi paham, bahwa menjadi apa yang kita maui dan memperoleh penghasilan daripadanya jelas membutuhkan pengorbanan. Belum tentu pula bahwa ketika merintisnya kita akan selalu dapat memilih untuk bertindak "seenak jidat gue". Dalam novel ini Okke menggambarkan bahwa penulis dalam perintisan karirnya tidak melulu hanya sekadar menulis, menulis, dan menulis. Penulis juga harus menghadiri serangkaian acara promosi novelnya yang dapat berupa launching party, roadshow, pelatihan penulisan di daerah-daerah, book signing, dan sebagainya. Dan, kegiatan-kegiatan itu bisa sangat menyita waktu hingga untuk menulis pun sudah tak ada waktu lagi. Rutinitas penulis seolah tak ubahnya seorang artis yang sedang naik daun. Hmm, sepertinya menyenangkan, namun juga melelahkan. Serta, kadang juga agak menyebalkan. Termasuk pula, seorang penulis harus menjadi tahan akan segala kritikan dan tak lantas cepat berpuas kalau dipuji. Novel ini juga mengajarkan untuk tidak menyerah begitu saja apalagi bersembunyi di balik topeng mood. Sebagai seorang yang profesional, tidak lagi pada tempatnya ketika memiliki kewajiban (terikat kontrak) kemudian mangkir dengan dalih mati ide, lagi bete, sedang bad mood, dan alasan lain yang sejatinya hanyalah sekadar justifikasi keinginan untuk mangkir tersebut.

Setelah nyaris tak ada salah editan di buku ketiga seri Glam Girls - Rashi and The Clique, Unbelievable by Winna Efendi, ternyata kesalahan pengeditan tak lolos di novel Okke ini. Beberapa kesalahan teknis penerbitan tersebut antara lain:
Halaman 26: nama Fadly tertulis Fadil
Halaman 77: kata wajahku tertulis waahku
Halaman 287: .....meninggalkan rumah yang pernah kutinggali bersama Tasya, seharusnya ...bersama Genta.
Saya juga agak terganggu dengan gaya pelarian tokoh Senja yang apabila hilang konsentrasi memilih pelampiasan dengan merokok. Dan tidak sekadar merokok, tapi sudah masuk kategori ketagihan a.k.a perokok berat. Itu hak masing-masing sih, tapi kalau sudah menjadi media publik yang dengan gampang dibaca siapa saja (akui saja, sistem labeling apapun di Indonesia ini belum berfungsi dengan baik, tayangan televisi untuk dewasa tetap bisa diakses anak-anak, rokok yang hanya dapat dibeli orang dewasa juga bisa dengan gampangnya diperoleh anak-anak) sehingga rasanya kurang bijak mencuplikan adegan itu dalam media publik apapun. Mengapa sebagai penulis tidak juga ikut serta menyokong program-program pemerintah (bahkan dunia) yang memang bagus. Program Go Green misalnya, atau dalam kasus novel ini adalah Program Anti Tembakau. Coba saja, tokohnya dicarikan pelampiasan yang lain, yang efeknya tidak sebrutal efek rokok ini. Satu lagi, pengambilan porsi yang kurang bijak adalah (awas, spoiler/bocoran) pada bagian dimana Senja akhirnya bersedia tinggal satu rumah dengan Genta. Bukan bermaksud menyombongkan diri sebagai pemilik moral terbaik setanah air, hanya saja harusnya perlu pemikiran berjuta-juta kali untuk membuat scene seperti ini. Bagian inilah yang paling tidak saya suka dari novel ini. Dengungan kata "kumpul kebo" yang melintas ketika sampai part ini sungguh menggelisahkan saya. Oiya, jujur, saya juga membaca-cepat-sesekali-melompat-lompat pada konteks romansa dalam novel ini. Adegan ber-rating R-nya saya lewati dan babak keromantisannya tidak saya baca dengan saksama. Maklum, romansa macam begitu sudah bukan barang baru, hampir sama saja dengan romansa novel-novel lainnya. Maksudnye, gua udah gak sabar pengin tau gimana Senja bisa keluar dari jebakan writer's block-nya, getoo lohh.....hhihihihi

Kritik lain, yang mungkin tidak hanya saya tujukan bagi novel ini saja, adalah soal penggambaran tokoh-tokohnya. Sepertinya sudah menjadi pakem bahwa para tokoh novel-novel urban mostly almost perfect, khususnya di segi penampilan dan penampakan. Baik yang cowok maupun yang cewek. Pokoknya, impian banget dah! Tetapi, ironinya, tak jarang para penulis itu juga secara sadis menghadirkan tokoh antagonis (jahat dalam artian pelaku kriminal atau sekadar sebagai tokoh pengacau suasana) dalam penampilan yang amburadul. Contoh dalam novel Okke ini:
Halaman 124: ...Ia berkepala botak, berperut agak tambun, mengenakan kemeja berbahan halus mengilap, warnanya mencolok mata...dan seterusnya.

Halaman 125:...Melihat pakaiannya, ia seperti hidup di era dan tempat yang salah. Dengan wajah minim kosmetik, tunik putih berenda, rok berbunga, tas hobo, .....dan seterusnya.
Ini menurut saya yang menjadikan novel urban sebagai bahan cemoohan orang-orang yang menyebut diri mereka pecinta sastra. Bagi saya yang awam pun, situasi begini membuat novel-novel urban menjadi kelihatan tidak berbobot. Dan, bahkan pada satu atau dua novel yang pernah saya baca, saya menyebutnya novel munafik karena pada bagian tertentu, si penulis, baik melalui narasi maupun dengan jalur tokoh-tokohnya "menghina" sinetron di televisi kita yang katanya nggak berkualitas sama sekali. Namun, ironinya, justru novel-novel tersebut mengadopsi gaya-gaya sinetron itu. Yang paling kentara, tentu saja, deskripsi para tokohnya itu. Ataukah, pangsa pasar novel-novel urban ini, yang notabene mostly adalah perempuan, suka dengan segala khayalan yang kadang tak masuk akal ini, yang "memaksa" para penulis untuk menciptakan tokoh-tokoh sempurna macam ini? Kalau banyak yang mengatakan iya, maka abaikan saja keluhan saya ini. Dan, buat para penulis, silakan untuk tetap menghadirkan tokoh-tokoh sempurna itu demi memuaskan imajinasi para pembaca Anda.


Heart Block menyajikan konflik yang sederhana, ya seputar writer's block itu. Maka, saya jadi bingung sendiri kalau sekiranya ditanya, "...so, maksud dari heart block apa donk?", seriously, I dunno. Meskipun (awas, spoiler/bocoran) kisah cinta yang menjadi bumbu romansa dalam novel ini dikatakan adalah first love-nya Senja, saya tetap tak bisa mengaitkannya dengan istilah heart block ini. Hahahaha, kali ini saya benar-benar blank soal konektivitas antara judul dan isinya, kecuali kata block-nya. Namun demikian, secara keseluruhan saya bersyukur bahwa saya membeli dan merampungkan baca novel ini. Saya benar-benar mendapatkan kesenangan sekaligus tambahan secuil pengetahuan
(yang amat-sangat bermanfaat) seputar dunia kepenulisan dari karya paling anyar Okke ini. Thanks, Okke!

Okay, then, enjoy reading... people!

Sinopsis (dari situs gagasmedia.net - agak berbeda dengan yang ada di cover novel fisiknya)
Senja Hadiningrat tadinya bukan apa-apa. Bukan siapa-siapa. Ia hanyalah seorang wanita yang suka sekali menulis dan bermimpi ingin menjadi penulis. Bermimpi untuk menelurkan banyak karya yang disukai orang-orang dan hidup hanya dari royalti hasil penjualan karya-karyanya itu.

Itulah impiannya, setidaknya untuk setahun lalu. Saat ini, Senja bukan lagi orang biasa. Ia telah menjadi penulis ternama melalui ajang Festival Penulis Indonesia 2008 yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Nasional. Karya perdananya yang berjudul Omnibus sukses mengantarkan Senja menjadi pemenangnya.

Tidak dipungkiri, menjadi pemenang ajang bergengsi membuka jalannya menuju cita-cita yang pernah diimpikannya. Seiring dengan itu, kesempatan pun datang bak keran air yang baru saja dibuka. Sayangnya, kesempatan itu malah membuatnya tertekan. Seolah menulis bukan lagi satu cita-cita yang begitu ia dambakan.

Semua itu karena Tasya. Secara sukarela, kakak tirinya itu mengajukan diri untuk menjadi managernya. Hampir semua kesempatan yang datang, diterima Tasya tanpa persetujuan Senja. Bahkan, hadirnya novel kedua Senja yang berjudul Head Over Heels sangat jauh kualitasnya dengan Omnibus.

Tidak jarang Senja menemukan review berupa kritikan pedas dari pembaca Head Over Heels dan ini membuat mentalnya sebagai penulis baru jadi merosot. Nampaknya tekanan yang diberikan oleh Tasya, padatnya jadwal, dan macam-macam promosi, membuat Senja kehilangan semangatnya dalam menulis. Yap, saat ini ia terserang writer’s block!

Hanya satu yang ia butuhkan: BERLIBUR!

Bali menjadi tujuan Senja untuk mengisi waktu berliburnya. Di sanalah ia bertemu Genta Mahendra, seorang pelukis. Bersama Genta, Senja merasakan sesuatu yang berbeda. Ada getar yang menyelimuti perasaannya. Bahkan, bersama Genta pula, Senja menikmati ciuman pertamanya.

Selama Senja berada di Ubud, ia mencoba menikmati pengalaman barunya. Menikmati sunset di tengah-tengah hamparan sawah sambil meneguk segelas kopi panas adalah salah satunya. Namun, mengapa ide tidak kunjung datang juga.

Di saat seperti inilah, Genta mampu membuka pikirannya terhadap masalah yang sedang Senja hadapi. Dan tanpa sadar, Senja menemukan bentuk cinta yang selama ini ia cari. Tetapi, bagaimana dengan Genta, mengingat ia tidak pernah menyinggung sedikit pun tentang cinta waktu bersama Senja?

Temukan jawabannya dalam novel terbaru Okke ‘Sepatumerah’ yang berjudul Heart Block. Novel terbitan GagasMedia ini bisa dibilang pengalaman yang pernah dialami oleh hampir semua penulis. Kebutuan menulis memang menjadi masalah tersendiri bagi penulis. Percaya atau tidak, di antara para penulis yang ada di dunia ini, tentu pernah melakukan apa yang Senja lakukan. Dirangkai dengan cerita cinta antara Senja dan Genta, novel ini lebih terasa mengasyikkan saat dibaca.

Saturday, December 26, 2009

Resensi Novel Glam Girls: Winna Efendi - Unbelievable

Semoga tidak ada dalam dunia nyata



Judul: Unbelievable
Series: Glam Girls (Rashi and The Clique) - 3th Book
Penulis: Winna Efendi
Penerbit: Gagas Media
Tema: Friendship, Betrayal, School Life, Socialite
Tebal: vi + 262 halaman
Harga: Rp37.000 (Toko)
Rilis: Nopember 2009

Yah, jujur, sembari mengelus dada saya sangat berharap (berdoa dengan khidmat) cerita sebagaimana yang terdapat dalam buku ketiga dari seri Glam Girls-nya Gagas Media, tulisan Winna Efendi, ini tidak benar-benar terjadi di dunia nyata. Paling tidak, tidak terjadi di Indonesia. Semoga ini tetap menjadi dunia khayal hasil olahan imajinasi para novelis berbakat itu. Amiin.

Awal ketertarikan saya dengan seri Glam Girls (GG) yang dirintis oleh Gagas Media ini adalah "kemiripan"nya dengan serial remaja Amrik yang sempat pula saya sukai, Gossip Girl. Cerita dari sekumpulan remaja yang bersekolah di SMA elit di kawasan mewah dengan beragam intrik dan bumbu-bumbu penyedap yang membuat kepala geleng-geleng. Intrik pertemanan. Percintaan. Drama rivalitas. Pamer status sosial. Dan beragam tema penuh konflik yang kadang hampir-hampir tak pernah terlintas dalam benak saya. Membuat saya, paling tidak langsung mengucap syukur bahwa saya lahir, besar, dan hidup di Indonesia. Lucky me!

Menurut opini saya, Seri GG ini memang hampir mirip dengan serial yang diangkat dari novel seri berjudul sama karya Cecily von Ziegesar tersebut. Sekolah elite dan serangkaian cerita yang mirip dengan sinetron-sinetron bertema remaja SMA yang sempat booming di tanah air beberapa waktu silam menjadi setting utama-nya. Dari tiga novelnya yang sudah terbit, saya baru membaca buku pertama (Glam Girls by Nina Ardianti) dan buku ketiga (Unbelievable by Winna Efendi). Saya sempat mempertimbangkan untuk membeli buku kedua (Reputation by Tessa Intanya), namun saya kurang tertarik dengan gaya bahasa yang digunakan penulisnya ketika scanning sekilas dari buku contohnya, karena di bawah standar yang saya harapkan .

Kalau di buku pertama yang bercerita adalah seorang outsider cupu, Adrianna, yang berjuang untuk masuk ke dalam sebuah gang cewek populer (di sini disebut clique) nomor wahid di sebuah sekolah mewah di Jakarta, maka di buku ketiga ini yang bercerita adalah Maybella, salah satu anggota clique yang
dideskripsikan super feminim, model remaja yang sedang digemari, fashionista sejati, party girl, play girl, anak konglomerat, dan digambarkan sedikit bodoh dalam urusan akademis. Kalau kalian pernah menonton film-film semacam Mean Girls (Lindsay Lohan), Bring it On (Kirsten Dunst), atau The Hot Chick (Rob Schneider, Anna Faris), maka tokoh Maybella ini biasanya bertugas sebagai "gadis-tolol" pengundang tawa penonton. Ketika membaca Unbelivable, imajinasi saya tidak bisa jauh dari aktris Anna Faris (Hot Chick, Scary Movie, The House of Bunny) yang kerap melakonkan tokoh mirip Maybella ini.

Summary tokoh: Maybella (aku - clique member, model), Rashi (clique leader - anak konglomerat, pemilik blog fashion, memiliki fashion line sendiri), Adrianna (clique member - ikut ekskul sepak bola, masih gagap fashion, paling pintar secara akademis), Marion (clique member yang akhirnya dikeluarkan - punya rahasia besar untuk mengkudeta Rashi), Mario (serious love interest-nya Maybella), Arian (serious love interst-nya Rashi), Lukas (ex-Rashi yang masih ingin balik), Dico (rival Rashi yang pernah membuat blog untuk menjatuhkannya).

Dari dua buku dalam seri GG yang sudah saya baca, saya lebih menyukai Unbelivable. Glam Girls-nya Nina saya suka tapi menjadi terlihat biasa seusai saya merampungkan-baca novel ini, karena sudut pandang cerita yang digunakan Nina sudah kelewat sering. Pun dengan tokohnya yang banyak sekali padanannya, baik dalam cerita fiksi cetak maupun fiksi gerak (film dan televisi). Contoh: Lindsay Lohan dalam film Mean Girls, tokoh Jenny dalam seri Gossip Girl, Eliza Dushku dalam Bring it On, dan masih banyak lagi yang lainnya. Sedangkan, sudut pandang seperti dalam Unbelivable ini jarang sekali diangkat, sebatas pengetahuan saya. Sebagaimana saya katakan sebelumnya, tokoh seperti Maybella ini biasanya hanya hadir sebagai pemanis belaka. Cenderung diperankan oleh aktris tidak terkenal yang cantik dan bertingkah konyol. Oh, ada satu sih, setahu saya dimana tokoh seperti ini menjadi tokoh sentral, ya...di film The Hot Chick yang diperanin ama Anna Faris.

Susah-susah gampang untuk menjaga konsistensi tokoh seperti Maybella ini. Dia harus berkesan tidak pintar tapi juga jangan kelewat bodoh. Dan, salute untuk Winna yang mampu mengawal Maybella untuk tetap konsisten hingga di penghujung cerita. Ada beberapa momen yang berpotensi menggoyahkan tokoh ini, namun Winna dengan piawai menuntun Maybella untuk melewati momen tersebut dan tetap menjadi Maybella.

Salute juga buat Gagas Media, yang akhirnya mampu menerbitkan buku yang nyaris tidak ada kesalahan cetaknya seperti Unbelievable ini. Nah sebenarnya kan bisa juga diminimalisir kesalahan seperti ini??? Semoga ke depannya para penerbit makin konsisten untuk juga memerhatikan mutu cetakan buku terbitannya.

Dari sisi tema sih, tidak ada yang baru. Kalau sering menonton film-film dan serial remaja cewek Hollywood, maka mungkin banyak yang akan berseru, "ah, novel ini nggak ada istimewa-istimewanya", so... saya tak akan men-judge temanya. Saya lebih concern pada upaya Winna dalam menghadirkan cerita yang sudah kelewat sering diangkat secara visual itu menjadi cerita tulisan yang mengalir lancar dan enak dibaca.

Secara keseluruhan saya cukup puas dengan novel ini. Hanya, saya sedikit keki dengan banyaknya prokem Amrik dan kalimat berbahasa Inggris dalam novel ini. Apakah novel-novel begini tidak boleh dinikmati oleh orang yang, maaf, belum ngeh dengan bahasa asing? Ataukah, novel-novel begini memang sengaja dikhususkan pada segmen pasar tertentu yang "terpelajar (ngerti bahasa Inggris)"?

Okeydoke, enjoy reading, people!!! (Maksud saya, selamat membaca kawan...)

Sinopsis (cover belakang)
In the world of popularity, being perfect is everything. Kamu adalah pusat perhatian, jadi pastikan kamu memang layak mendapatkannya.

Kamu juga harus mengerti, tujuan tampil sempurna adalah demi dibenci. Di dunia kami, dibenci dan dicemburui adalah sebuah pujian. So true, Dahling! Orang-orang seperti tak bosan bergosip tentang Paris Hilton, tetapi apa yang dia dapat di kemudian hari? Kontrak reality show sendiri dan signature perfume yang dijual ke seluruh dunia.

Cantik itu wajib hukumnya dan kesempurnaan adalah segalanya. Pastikan kau selalu tampil memesona dan bungkam mereka dengan senyuman terbaikmu. Satu kesalahan kecil saja--viola!--bibir-bibir ber-lipgloss itu pasti ramai menghabisimu....


P.S: blog Glam Girls here

Wednesday, December 23, 2009

Diskon 30% di Inibuku.com, Masih 2 Hari Lagi

Saya sudah agak lama tidak memanfaatkan on line bookstore untuk membeli buku-buku. Namun, saya punya sejarah menyenangkan berbelanja on line. Akan tetapi, saya sama sekali tidak ada tendensi untuk mengiklankan salah satu on line bookstore yang ada, hanya kebetulan saya mendapatkan promo dari salah satunya, jadi tidak ada salahnya menyebarkannya. Berikut adalah isi email yang masuk ke inbox saya.

m.inibuku.com - format khusus untuk dibuka di HP anda

***

Pelanggan inibuku Yth,

Dalam menyambut datangnya tahun 2010 dan meninggalkan tahun 2009, kami mengadakan Program Akhir Tahun dengan memberikan diskon 30% untuk buku-buku dari penerbit:

- Gramedia Pustaka Utama
- Serambi
- Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
- Penerbit Buku Kompas
- Matahati
- Atria
- Akoer
- Komunitas Bambu
- Diva Press
- Kantera Publisher
- Mahda Books
- Redline Publishing
- Litle Serambi
- Zaman

Program ini akan berlangsung hingga tanggal 24 Desember 2009.

Terima kasih dan Salam

--
www.inibuku.com

Selamat berbelanja!

Thursday, December 17, 2009

Premier Film Sang Pemimpi 17 Desember 2009



WOW...WOW....saya tidak berharap film ini menjadi demikian indah. Frankly, I am totally speechless about this movie. Just, WOW...WOW....5 stars for this adaptation movie based on novel kedua dari Tetralogi Laskar Pelangi berjudul Sang Pemimpi. Jujur pula, saya bukan penikmat karya Andrea Hirata (hanya baru baca separuh kurang sedikit dari buku pertamanya, Laskar Pelangi). Tetapi, film ini sungguh memikat hati saya. Bagi Anda para penikmat tetralogi yang fenomenal itu, jangan lewatkan sensasi Novel kedua yang difilmkan ini di bioskop...so amazin'

Catatan: salah satu film Indonesia yang semua figur (aktor, aktrisnya) bisa berakting dan sangat natural. Two thumbs up buat yang memerankan Pak Mustar, Nugie sebagai Pak Guru Balia, dan yang memerankan Arai. Tentu saja Rieke Dyah Pitaloka dan Mathias Muchus adalah aktor yang sudah tidak perlu diragukan lagi kualitas aktingnya. TOP!

Okey, selamat menonton.

Di bawah ini adalah trailer resmi dan video klip soundtracknya, Sang Pemimpi by Gigi

Official trailer



Video Klip


Saturday, December 12, 2009

Resensi Novel Chicklit: Eni Martini - Kontrasepsi

Bagus Tapi Jelek!!!



Judul: Kontrasepsi (Andai bahagia bisa dirancang dengan sempurna)
Penulis: Eni Martini
Penerbit: Gagas Media
Tema: Dewasa, Perencanaan Keluarga, Rumah Tangga
Tebal: x + 250 halaman
Harga: Rp34.000
Rilis: 2009 (Nopember/Desember)

Pertama: Gagas, FIRE YOUR EDITOR. PECAT! SEKARANG! Cari yang baru. Yang benar-benar mengerti bagaimana kerja seorang editor. Jangan pekerjakan saya, karena saya juga tidak tahu bagaimana kerja seorang editor. Sebagai pembaca, saya hanya sangat kecewa dengan kinerja editor sehingga sangat menganjurkan agar GagasMedia menggantinya, secepatnya. Novel Eni ini menjadi salah satu novel dengan kerja editan yang menurut saya kacau. Saya ulangi...KACAU! BALAU! Duh, rasanya beberapa waktu belakangan saya sudah mulai tidak cerewet lagi soal editan sebuah buku. Meskipun masih melontarkan satu-dua kritik, tapi hanya karena satu-dua lipatan kerut dahi saya saja (baca - migrain karena editan yang asal-asalan), dan baru sekarang lagi saya harus dibuat geregetan (pengen-nelen-biji-kedondong) gara-gara buku yang parah sekali editannya. Salah ketik, salah penempatan tokoh, salah sebut nama tokoh, salah tanda baca (kurang pas), dan cara penyajian dialog yang amburadul, membuat saya sakit kepala. Ya ampuuunnnnnnnnnnn.....cape' deh... Eh, tapi buktinya mana? Biasanya lo kasih tuh yang salah sebage contoh. Kali ini tidak ada contoh, sangking banyaknya kesalahan, saya jadi malas menuliskannya di sini.

Kedua: jauhkan novel ini dari jangkauan putra-putri, ponakan, atau adik Anda yang masih di bawah umur. Seharusnya, GagasMedia memberikan label adult (dewasa) untuk novel ini. Meskipun di Indonesia, pe-label-an seperti itu seolah tidak ada gunanya, paling tidak masih ada effort dari penerbit untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Novel ini penuh dengan konten yang menurut saya hanya cocok untuk orang dewasa (adult only). Penyebutan alat kelamin, beragam jenis alat penunda kehamilan, serta penyebutan hubungan intim di dalamnya, menurut saya sangat tidak layak dikonsumsi bagi yang belum cukup umur. Sekali lagi, JAUHKAN NOVEL INI DARI JANGKAUAN ANAK-ANAK!!!

Sebenarnya novel ini cukup bagus, kalau boleh dipuji, novel ini bisa dijadikan sarana pemberian edukasi tentang rumah tangga bagi pasangan muda yang baru menikah dan menjelang punya momongan. Namun demikian, segala macam pemikiran penulis yang tertuang di sini, apabila benar-benar ingin diaplikasikan harap untuk dikonsultasikan terlebih dahulu dengan ahli atau kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, karena segala informasi yang terselip di sini tidak disertakan dengan sumber ilmiah yang cukup dan akurat, sehingga kurang bisa terjamin validitasnya. Jangan sampai Anda salah mengimplementasikan selipan informasi yang disampaikan oleh penulis melalui tokoh-tokoh rekaannya ini.

Ketika kali pertama
melihat novel ini di toko buku saya sekejap mengerutkan kening dan berujar pelan pada diri sendiri, "bedanya ama Test Pack-nya Ninit Yunita apa ya?", sayang...ternyata saya agak lupa jalan cerita novel Ninit itu. Maka, saya tak bisa membandingkan kedua novel fiksi itu. Yang jelas, Kontrasepsi-nya Eni juga lumayan bagus kok, terutama dari segi tema, penokohan, dan pemberian konflik yang warna-warni.

Summary tokoh: Moza (ibu dari Kinan dan Gibran - penulis yang ibu rumah tangga), Didit (suami Moza), Keira (pemilik toko kue, ibu dari Queen yang lahir prematur), Ve (suami Keira), Neyne (fotografer, study ke Paris, keguguran), Thomas (partner Neyne), Sandra (relasi Moza), Nathan (ex-Neyne).

Dari segi gaya bahasa sih standard novel chicklit atau novel metropop lain, tidak ada yang istimewa. Terkadang juga agak membosankan karena konflik hanya berputar di masalah pilih-pilih alat kontrasepsi. Memang fokus dan sesuai dengan garis besar yang ingin dipesankan oleh sang penulis, tapi...ya itu tadi, menjadi agak boring. Maybe karna lo cowok??? Bisa jadi.

Tak banyak yang bisa saya komentari dari novel ini kecuali "kekesalan" saya pada banyaknya kesalahan yang lolos dari mata editornya (padahal dua orang). Duh!!!

Anyway, enjoy reading, people!

Sinopsis (cover belakang)
Cemburu adalah dosa yang paling rentan dialami perempuan. Uniknya, perasaan itu justru tumbuh saat berinteraksi dengan sesama kaumnya.

Lihat saja Moza. Meskipun tampak bahagia-bahagia saja dengan kehidupan pernikahannya, diam-diam Moza menyimpan iri hati yang besar terhadap Neyne, sahabatnya yang masih melajang.

Neyne selalu berkoar-koar tentang enaknya hidup single. Tapi kenapa dia tak bisa menyembunyikan perasaan cemburunya ketika Keira dilamar sang pacar?

Keira lain lagi ceritanya. Dia salut melihat Moza yang begitu kekeuh menjalani tanggung jawab sebagai ibu. Dia sendiri juga pengen punya anak... suatu hari nanti-entah kapan.

Dan ketika belakangan ketiganya dihadapkan kepada situasi yang melibatkan alat kontrasepsi, tiba-tiba rasa cemburu itu terasa tak perlu....

Sunday, December 6, 2009

Resensi Novel Metropop: Evy Ervianti - If

Andai saja "pujian-pujian" tidak se-berlebihan itu



Judul: IF
Penulis: Evy Ervianti (evy_if@yahoo.co.id)
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tema: Cinta Terlarang, Olahraga Beladiri, Cinta Bersegi, Persahabatan
Tebal: 240 halaman
Harga: Rp40.000
Beli online di inibuku (dicount 15%): Rp34.000
Rilis: Oktober 2009 (cet. 1)

Saya dulu, sampai sekarang juga masih, ingin membuat sebuah novel yang berlatar belakang sesuatu yang saya senangi dan membekaskan kesan yang cukup dalam. Klub ekskul Pramuka. Selain karena kesan, saya juga ingin membuat novel itu berguna secara langsung. Mungkin, bahkan, novel saya bisa menggantikan buku saku Pramuka yang merupakan buku "wajib" dibawa bagi setiap anggota Pramuka sebagai panduan dalam bertindak. Novel tersebut saya istilahkan sebagai Novel Edukasi. Buku fiksi yang memberikan pelajaran nyata. Sayang sekali, impian hanya lah sekadar impian. Sampai dengan saat ini, saya malah tak mampu menetaskan telur imajinasi saya tersebut.

Novel metropop bertajuk IF karya Evy ini dapat saya katakan hampir mendekati istilah Novel Edukasi yang saya sebut tadi. Menurut sang penulis, inspirasinya muncul begitu ia menyenangi Kempo,
"Aku kenal kempo tiga bulan saja saat maba (mahasiswa baru) harus pilih ekskul. Kesasar di kempo, tapi jadi membekas di hati karena filosofinya yang agung. Tidak aku lanjutkan, karena terhalang kuliah anatomi, histologi, fisiologi dll., yang bikin klenger. Selanjutnya lebih senang jadi pemerhati Kempo yang bercita-cita ingin membuat cerita berlatarbelakangkan olahraga itu,"
begitu tulis Evy di halaman about me, di bagian akhir novelnya. Sejauh yang saya tangkap, malah, jangan-jangan ini benar based on true story-nya Evy sendiri semasa kuliah dulu?? Kempo dan kedokteran adalah dua realita yang benar-benar
pernah ia jalani. Jadi apakah suaminya yang sekarang ini bernama Mas Firman?? Penasaran mode =on. *toeng-toeng-toeng*

Awalnya saya sudah hampir memasukkan novel ini ke "Cancelled-List" saya, yaitu daftar novel-novel metropop yang saya tunda membeli-membacanya karena kurang tertarik. Jujur, front cover nya sungguh biasa saja. Kurang impresif. Mungkin, inilah saat yang tepat untuk saya mempercayai pepatah, "don't judge book by its cover," karena, well, untuk novel debutan, IF cukup layak untuk dikoleksi, especially bagi pecinta novel metropop.

Saya memang tidak akan memuji IF sebagai novel debutan yang "excellent" sebagaimana saya sematkan pujian tersebut untuk novel debutan Ika Natassa, A Vey Yuppy Wedding, yang masuk dalam Top Ten Favorite Books List saya. Enak dibaca, iya. Cerita mengalir lancar, iya. Menambah pengetahuan baru, iya (saya jadi tahu soal Kempo). Namun, di akhir novel, saya hanya bisa bergumam, "hmm....not bad," yang saya artikan sebagai, "sebenarnya cerita bisa lebih seru dan lebih hidup lagi nih." Entahlah, saya merasa ada beberapa part yang bisa diberikan sentuhan lain sehingga cerita bisa mengalir lebih natural dan tidak terkesan "fiksi" banget (ngayal buangeedd geetoh).

Saya memaklumi bahwa pepatah Jawa mengatakan, "witing tresno jalaran soko kulino (mulanya/tumbuhnya cinta karena terbiasa)," terkadang ada benarnya. Tetapi, ya mosok, terus cinta hanya berkutat di lingkungan itu-itu saja. Mungkin bermaksud fokus, tapi malah sedikit membosankan bagi saya. Agak kurang berwarna. Seperti IF ini. Hampir beberapa tokoh yang hadir ada sangkut pautnya dengan Kempo. Ya...cowok pujaannya, ya...cowok penggantinya, ya...adik cowoknya, ya...teman-temannya, semua-muanya berpredikat kenshi (sebutan untuk penggelut seni beladiri Kempo). Bukan mustahil, memang. Hanya saja, menurut saya, ya...itu tadi, agak boring jadinya. Ketemu sama orang yang itu-itu saja. Masih syukur ada tokoh "calon-suami-batal"nya yang di luar lingkup Kempo, meskipun agak lebay ketika si penulis justru membuat tokoh ini agak anti-Kempo. Saya jadi membayangkan bagaimana situasi akan menjadi lebih menggiurkan kalau saja calon-suami-batal ini juga tak masalah dengan Kempo, sehingga daya saingnya dengan cowok-obsesi si tokoh utama menjadi lebih kuat. Aroma konflik pasti lebih tajam, dan diharapkan lebih memikat.

Summary tokoh: Kika (kenshi/sekolah dokter - aku), Widhi (kenshi/calon dokter - cowok obsesi Kika), Mas Ari (calon dokter - pacar/calon suami pilihan tantenya), Tante Rina (dokter - tante Kika), Dr. Bangun Prasojo (dokter - Oom Widhi), Nina (kenshi/teman kuliah kedokteran - teman dekat Kika), Mas Firman (kenshi/calon dokter - kakak Nina), Lena (istri Widhi).

Selain homogenitas latar belakang tokoh-tokohnya, yang agak mengganggu dari jalinan cerita buatan Evy ini adalah keinginannya untuk menunjukkan pada siapapun, terutama orang yang di luar lingkup Kempo, bahwa seni beladiri ini menjunjung filosofi-nya yang agung (halaman 18: Perangilah Dirimu Sendiri Sebelum Memerangi Orang Lain serta Kasih Sayang Tanpa Kekuatan Adalah Kelemahan, Kekuatan Tanpa Kasih Sayang Adalah Kezaliman). Saya sendiri terkesan dengan filosofi tersebut, namun semua menjadi blunder ketika penulis juga "memaksakan" untuk mengagungkan para "kenshi"nya. Beberapa kali penulis (diwakili tokoh aku) melontarkan keyakinan bahwa "Kenshi itu begini, Kenshi itu tidak mungkin begitu." Mengapa saya sebut blunder, ini murni analisis pribadi saya, karena plot berikut, (spoiler alert) Kika yang sadar dirinya tidak mencintai Mas Ari justru berlagak mencintainya selama kurang lebih 2 tahun (apakah itu bukan berarti dia sedang melakukan kebohongan?) Kika yang sudah terikat status "pacar" Mas Ari justru bermain api dengan tidak membasmi benih cinta yang tumbuh dari hatinya kepada Widhi, begitu pula Widhi yang tidak tegas terhadap Lena dan justru menyambut "bara-api-pengkhianatan" yang disodorkan oleh Kika? Saya melihatnya ini, justru "menghantam" keagungan kenshi yang oleh penulis digembar-gemborkan. If (mengutip judul novel ini) penulis tidak memaksakan diri untuk juga mengagungkan orang-orangnya (kenshi-nya) saya akan lebih mengapresiasi novel ini. Saya lupa, apakah ada bagian yang menyadarkan bahwa "kenshi juga manusia (yang lemah)" yang bisa jatuh tersungkur dikontrol hawa nafsu, sehingga tak kuasa menolak hal-hal tersebut. Sungguh, bagi saya ini adalah bumerang yang berputar-melayang-menghantam kembali pada keagungan filosofi Kempo itu sendiri.

Oiya, satu lagi yang agak annoyi
ng. (spoiler alert) Entah, berapa kali (sering pokoknye), adegan saling melirik jemari antara Kika - Widhi setiap bertemu (sehabis liburan bersama ke Thailand) untuk melihat apakah masing-masing masih mengenakan cincin kenangan itu atau tidak. Bagi saya, sesuatu yang berulang kali diceritakan, dengan kemasan yang kurang pas, bisa menjadi membosankan, karena setiap adegan itu diulang saya akan langsung menebak, "oh, pasti mau menceritakan soal itu...nah, benar kan?", dan maaf-maaf saja, saya juga tak begitu menyukai usaha Evy menampilkan adegan tersebut berulang-ulang di dalam IF ini.

Sekadar opini: (spoiler alert) Bab 1 berhasil menyemaikan bibit curiosity (penasaran) saya, scene kucing-kucingannya Kika untuk bisa bertemu dengan cowok obsesinya benar-benar membuat saya berdebar-debar, meskipun ada juga adegan "klise-gampang-ditebaknya". Bab 2 menghancurkan imajinasi saya untuk tetap menyimpan rasa penasaran akan obsesi Kika pada cowok misterius tersebut. Atas nama "kebetulan" akhirnya Kika dan cowok itu dipertemukan dalam sebuah paket liburan ke Thailand yang, hmmm....kurang bisa memvisualisasikan pesona Thailand yang kesohor itu. Apakah ada yang pernah membaca Lelaki Terindah-nya Andrei Aksana, saya lebih bisa membayangkan keindahan Thailand dalam novel-nya Andrei itu ketimbang novel-nya Evy ini. Bagi saya, visualisasi yang berhasil jelas sangat saya nantikan ketika saya membaca buku yang mendeskripsikan suatu daerah yang tidak (belum) pernah saya datangi/kunjungi. Biar saya punya imajinasi untuk bermimpi, gitu maksudnya.

Inti cerita (mulai saat ini saya tidak akan mengomentari lagi soal status kekinian dari tema, karena sudah sangat jarang sekali buku baru mengupas tema yang berbeda, yang paling penting adalah kemasannya, apakah penulis berhasil mengemas tema yang diangkatnya menjadi tulisan yang enak untuk dibaca): kasih tak sampai, pertanyaan tentang kesetiaan, perlukah memperjuangkan cinta sejati, sampai dengan pertanyaan pokok yang diambil sebagai judul novel ini, yaitu IF - Bila - Jika - Kalau Saja - yang adalah pengandaian. Bagi umat muslim pemikiran pengandaian adalah sebuah pemikiran yang dilarang - tidak disukai Alloh. Terkesan tidak pernah bersyukur atas segala karunia yang diberikan-Nya. Semoga hanya saya saja yang berpikiran sampai ke sini, agar tak mengganggu kenikmatan membacanya, iya...ini kan cuman nopel, plis dech...ga perlu seserius itu kaleeee.......

Bobot utama novel ini adalah terletak pada subjek Kempo yang menjadi latar belakang keseluruhan cerita. Beberapa istilah Kempo bertaburan hampir di sepanjang cerita, semisal: kenshi, dogi, dojo, randori, embu, dan sebagainya. Meskipun tidak sampai memberikan detail teknik-teknik ber-Kempo, namun Evy cukup berhasil menyajikannya sehingga beberapa teman jejaring sosial saya sampai berkomentar jatuh cinta pada kempo gara-gara novel ini. Dan, saya pribadi, meskipun tidak berminat menggeluti Kempo juga sudah cukup merasa gembira dengan pengatahuan baru tentang Kempo yang ditampilkan Evy dalam novel debutannya ini.

Overall...yah, not bad lah untuk ukuran novel debutan. Semoga untuk karyanya yang mendatang, Evy lebih bisa mengeksplorasi kemampuan menulisnya. Amiiinn...

Enjoy reading, people!

Sinopsis (cover belakang)
Buat Kika, Kempo adalah olahraga beladiri yang sudah menyatu padu dalam dirinya. Filosofinya yang agung sudah begitu tertanam dalam sanubari. Berkat Kempo pula Kika mengenal sebentuk cinta yang lain. Cinta yang tak terduga, yang seharusnya tidak boleh dia punya. Cinta yang seharusnya tidak dia berikan begitu nyata pada seorang kenshi bernama Widhi.

Bila, kemudian cinta begitu menguasai diri... akankah sebentuk hati hanya menjadi budak sebuah obsesi?

Bila, dalam perjalanannya cinta telanjur diikrarkan... akankah bisa dipersatukan?

Bila, akhirnya cinta menjadi hal yang terlarang... akankah Kika dan Widhi berserah diri atas nama cinta?


Sinopsis (website Gramedia version)
Kika, seorang dokter muda, jatuh cinta pada cowok yang sering dilihatnya di toko buku pada hari Jumat sore. Itulah sebabnya setiap Jumat dia menyempatkan diri ke sana, untuk membeli buku, sekaligus melihat cowok dambaannya.

Ternyata Tuhan mengabulkan keinginannya. Kika bisa berkenalan dengan cowok tersebut, Widhi namanya, dalam situasi yang tak diduganya. Widhi adalah dokter spesialis muda, keponakan dosen Kika.

Cinta bersemi di antara mereka ketika keduanya memperoleh kesempatan mengikuti rombongan dokter yang akan mengikuti seminar ke Thailand. Mereka berdua sangat cocok. Apalagi keduanya menggeluti hobi yang sama, yaitu olahraga kempo.

Namun cinta mereka terhalang dua tembok kukuh. Kika telah dua tahun dijodohkan oleh tantenya dengan Ari, yang ternyata juga mengenal Widhi. Sementara Widhi sedang menjelang pernikahannya dengan Lena.

Sebetulnya Widhi ingin sekali menikah dengan Kika, asal Kika mau meninggalkan Ari. Tapi bukan itu masalahnya. Bagi Kika, kalau itu dia lakukan maka dia akan menghancurkan hati seorang wanita lain.

Namun ternyata hidup tak selalu sesuai keinginan. Hubungannya dengan Ari putus, sementara Widhi sudah menikahi Lena. Namun di tengah kesedihannya, Kika memperoleh sebentuk cinta yang dewasa, cinta dari seseorang yang telah lama menunggunya....