Teenlit dengan sentuhan yang lain…
Sinopsis
Hiro Morrison, anak genius keturunan Jepang-Amerika, tak sengaja berkenalan dengan Detektif Samuel Hudson dari Kepolisian New York dan putrinya, Karen, saat terjadi suatu kasus pembunuhan. Hiro yang memiliki kemampuan membaca identitas kimia dari benda apa pun yang disentuhnya akhirnya dikontrak untuk menjadi konsultan bagi Kepolisian New York.
Suatu ketika pengeboman berantai terjadi dan kemampuan Hiro dibutuhkan lebih dari sebelumnya. Pada saat yang sama, muncul seseorang yang tampaknya mengetahui kemampuannya. Kasus pengeboman dan perkenalannya dengan orang itu mengubah semuanya, hingga kehidupan Hiro menjadi tidak sama lagi.
Judul: Touche Alchemist
Pengarang: Windhy Puspitadewi
Ilustrator: Rizal Abdillah Harahap
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 224hlm
Rilis: Maret 2014
Harga: Rp48.000
ISBN: 978-602-03-0335-2
Keterangan: sekuel dari Touche
Tanpa punya bekal telah membaca Touche, saya tetap
memberanikan mencomot Touche Alchemist
karya Windhy ini. Dan, sungguh menyenangkan membaca buku tanpa persiapan
seperti ini. Meskipun, tentu saja, saya sudah harus menyiapkan diri bakal
mengumpat karena kecewa atau mendesah lega karena puas telah meluangkan waktu membacanya.
Sebut saja, saya sedang berjudi dengan selera. Saya bersyukur, kali ini saya
beruntung. Buku ini memuaskan selera saya.
Bisa dibilang, pengalaman membaca Touche Alchemist ini
menjadi salah satu pengalaman menyenangkan membaca novel teenlit. Jujur,
mengingat usia yang tak lagi teen,
saya memang membatasi membaca novel-novel teenlit ketimbang saya lebih banyak
menyumpah ketika membacanya. Kecuali beberapa nama pengarang teenlit favorit,
saya jarang mencomot novel teenlit dari rak toko buku. Tapi, sekali lagi, saya
bersyukur saya memutuskan membeli novel ini.
Novel ini page
turner banget. Meskipun tidak saya selesaikan dalam sekali duduk karena
selingkuh dengan novel lain serta disela pekerjaan harian, saya menikmati
proses pembacaan novel ini. Dan, kabar baiknya, saya tak mendapati banyak
halangan yang berarti selama membaca. Beberapa typo masih ada, tapi tak mengurangi kenikmatan merunut adegan demi
adegan yang diracik Windhy. Pengalaman membaca Confeito, Incognito, Let Go, atau sHe tak membekaskan kenangan yang mendalam sehingga saya cukup
terkejut bahwa saya menyukai gaya menulis Windhy.
Well, tak bisa mungkir, saya langsung teringat dwilogi Eiffel-nya Clio Freya dan serial Gallagher Girls-nya Ally Carter selama
membacanya. Pun serial Heroes, X-Men, atau film superhero lain yang berlatar belakang kemampuan magis seperti ini
berseliweran di benak. Bahkan, bayangan anime
Jepang tak luput di pemikiran saya, padahal saya jarang menonton anime bertema misteri-detektif. Tak seperti
biasanya, saya justru tak terganggu. Gambaran-gambaran itu malah memudahkan
saya membayangkan kekuatan sentuhan yang dimiliki oleh tokoh-tokoh di dalam
novel ini.
Hal lain yang patut diapresiasi, Windhy juga cukup cerdik
merangkai satu demi satu misteri untuk membangun plot cerita. Mungkin karena dangkalnya
kapasitas logika otak, saya tak berhasil menebak dalang di balik konflik
utamanya. Meskipun, lagi-lagi saya agak kecewa dengan ending-nya. Kebanyakan kisah heroik itu sepertinya memang begitu,
ya. Pelakunya pasti tak jauh-jauh dari orang-orang terdekat si tokoh dalam
cerita. Iya, sih, dunia abu-abu. Tak ada orang yang benar-benar baik atau
benar-benar jahat. Selalu ada sisi hitam di dalam jiwa yang putih sekalipun.
Saya juga merasa novel ini penuh dengan hasil riset. Entah
bagaimana cara Windhy menggali informasi, tapi Touche Alchemist hadir dengan serangkaian hal yang mestinya
merupakan fakta. Kecuali Windhy mengalami sendiri kejadian itu, maka hasil risetlah
yang memperkuat keseluruhan novel ini. Saya tak sampai menganalisis satu demi
satu, sih, tapi kayaknya tak ada logika yang tidak pada tempatnya, ya. Entahlah,
mesti dicermati lagi lebih lanjut, sih.
Kekuatan lain yang dimiliki oleh novel ini adalah bangunan
karakternya yang kuat. Sejak awal, Windhy menggiring saya untuk berganti-ganti
menyelami para tokohnya. Hiro, Karen, Sam, Yunus, atau William. Buat saya, tak
ada tokoh yang hanya sekadar numpang lewat di sini, kecuali mungkin Profesor
Martin yang memang tidak disematkan peran yang membutuhkan keterlibatan
langsung. Semuanya serbapas. Takarannya tak kurang-tak lebih. Saya jadi tak
punya bahan untuk mengkritik novel ini di luar plot-nya yang sebenarnya mungkin
mudah dianalisis bagi yang terbiasa membaca novel misteri-detektif. Juga standar
hubungan Hiro-Karen yang yahh… memang mungkin seharusnya begitu, ya. Kisah misteri
melulu tanpa percikan drama percintaan ya… mana ada daya tariknya, kan? Novel-novelnya
Agatha Christie saja, ending-nya selalu
menyelipkan kisah romantis-manis yang menyenangkan.
Seperti halnya para pembaca lain yang telah menamatkan Touche Alchemist, saya pun mengambil
tempat untuk berdiri di barisan terdepan yang mendukung Windhy mengembangkan
dunia ‘sentuhan’ ini menjadi satu semesta touchĂ©.
Dia sudah punya pondasi yang cukup untuk bisa membuat serial fantasi berbalut
romansa remaja yang saya yakin berpotensi menghipnotis dan menginspirasi para teenager di luar sana. Oke, ditunggu
Touche-Touche selanjutnya ya, Win.
Empat bintang untuk novel ini. Saya terbelenggu
ambiguitas ketika menulis reviu ini. Saya suka tapi belum pake banget untuk novel ini. Jadi, untuk alasan subjektif yang
mungkin hanya saya sendiri yang memahaminya, saya menyimpan satu bintangnya di
laci meja kamar. Mungkin suatu saat saya bisa menggenapkannya pada proses
pembacaan di lain kesempatan (ya, saya ingin membaca ulang novel ini
kapan-kapan) atau untuk karya-karya Windhy selanjutnya. Bravo, Win!
Per 20 April 2014, Touche Alchemist mendapat rating 4,29 di goodreads.com.
Selamat membaca, tweemans!
maaf untuk typo yang ada :P
ReplyDeletemohon maklum, gini ini kalo kebawa mud yang bagus
oya, lam kenal...
oya, kakak ga minat pasang adsense atau hal-hal lain yang sejenis?
ReplyDeletesaya baru baca 4 posting saja sudah recomended soalnya hahahaha
lumayan mungkin bisa banyak buku baru dan manfaat yang terbeli dengan itu :P