Tuesday, April 28, 2009

Artikel Salinan: Mengapa Anda Harus Baca Buku Bagian Pertama



Bukan cuma untuk alasan pengetahuan. Lebih dari itu, buku-buku di lemari Anda adalah cerminan kepribadian dan cara berpikir Anda.


OLEH NUZUL AKBAR NAZAR

Majalah Men’s Health Indonesia

Edisi April 2009, Nomor 04/IX, halaman 50-52


RUDOLF, KAWAN SAYA, tiba-tiba tampil ekspresif, liar, gila, dengan kostum ajaibnya. Seluruh redaksi Men’s Health Indonesia hanya bisa ternganga, karena dalam kesehariannya Rudolf adalah kawan yang sopan, penyendiri, dan pendiam. Yah, itu acara outing kami dimana ada satu sesi ketika panitia meminta para peserta untuk tampil keren ala artis era 70-an. Dan Rudolf tampil begitu…beda. Kok bisa? “Mungkin kerasukan jin di pesisir pantai Anyer,” kata beberapa rekan wanita. Pernyataan yang justru membuat kami melewati malam dengan kurang tenang.


Seperti lazimnya wartawan yang selalu ingin tahu, maka setelah sampai di kantor kami mengintip perabotan-perabotan di bawah meja kerja Rudolf. Ya, jangan-jangan dia teroris Nurdin M. Top yang sedang menyamar. Atau, seorang pembunuh dengan spesialisasi memutilasi korbannya. Tapi tidak! Kami hanya menemukan bebrapa novel anak-anak karya Enid Blyton, Astrid Lindgreen, Bung Smas, plus kompilasi cerita thriller Alfred Hitchcock. Buku-buku yang merangsang imajinasi seseorang! Kini kami paham mengapa di balik sosoknya yang pendiam, ia bisa juga “gila”. Contoh lain, Denny Hariandja. Sikapnya yang tenang tidak bisa ‘membunuh’ daya pikirnya yang meledak-ledak. Penuh ide liar. Dia adalah pecinta buku-buku klasik barat, sekaligus pecinta Che Guevara dan buku-buku ‘kiri’ lainnya. Bayangkan ketika pikiran kapitalis dan sosialis bergabung sekaligus dalam satu otak. Dahsyat!


Lalu saya merujuk pada diri sendiri yang begitu menyintai roman sejarah. Alhasil, perjalanan hidup saya adalah balutan romantisme, ketika logika terkadang bercampur dengan perasaan.


Begitu berpengaruhkah buku-buku pada hidup kita?


“Tentu saja! Satu buku mungkin kurang ada imbasnya, tetapi Anda bisa merasakan manfaatnya setelah membaca tiga sampai lima buku. Hal itu perlahan-lahan akan ikut menentukan cara pandang, sistematika berpikir, dan pengetahuan Anda,” kata hipnoterapis kondang, Romy Rafael.


BUKAN CUMA PENGETAHUAN


Buku adalah gudang ilmu –semua orang tahu itu. Bahwa Anda dan saya membutuhkan buku sebagai sumber referensi, itu sudah jadi hukum alam. Namun, lebih dari itu, buku menunjukkan siapa Anda.


Menurut ahli saraf dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, DR. dr. Jan Sudir Purba., MD, Ph.D., “Ketika Anda melihat sesuatu, otak akan bekerja mengolah dan menerjemahkan informasi demi informasi yang dilihat oleh mata, sehingga akan memicu proses pengaktifan sel otak yang satu dengan lainnya. Sel otak tidak bisa bekerja sendiri-sendiri, karena otak terdiri dari kumpulan sel-sel yang saling berinteraksi layaknya networking.”


Jadi ketika Anda membaca kumpulan huruf W.I.N.E dalam sebuah buku, maka otak Anda akan langsung mengidentifikasi bahwa wine umumnya berwarna merah hati atau putih, sanggup membuat tubuh Anda hangat, ada kandungan alkoholnya, dan jika imajinasi Anda sangat hebat…barangkali Anda sanggup membayangkan sebuah makan malam romantis bersama si Dia dengan sebotol wine Prancis keluaran tahun 1987, lalu Anda seakan bisa mencium baunya, bahkan menyesap rasanya ketika melewati lidah, ah!


Singkatnya, hanya membaca kata WINE, otak Anda telah merangkum berbagai informasi yang Anda tahu mengenai wine. Bayangkan, jika ribuan kata-kata yang ada dalam sebuah buku begitu merasuk dalam otak Anda –maka Anda bisa tertawa terbahak-bahak, menangis, ikut merasa kehilangan, gembira, dan sebagainya. Boleh jadi, Anda akan lebih cepat ereksi membaca karya Enny Arrow ketimbang menonton keping DVD Maria Ozawa. Ini adalah bukti bahwa membaca sangat menstimulasi otak Anda.


“Untuk menstimulasi otak Anda secara maksimal, ada baiknya Anda tidak sekadar membaca, tetapi juga memahami isi serta mengartikan apa yang dibaca. Sehingga sel-sel otak Anda akan bekerja lebih aktif,” kata Dr. Jan.


Suatu penelitian tentang brain-imaging menunjukkan bahwa para pembaca menciptakan simulasi di dalam pikirannya mengenai suara, pemandangan, rasa dan gerakan yang digambarkan dalam sebuah teks narasi, sementara pada waktu yang bersamaan, beberapa bagian otaknya menjadi aktif seakan-akan sedang mengalami hal serupa di alam nyata. “Ketika kita membaca suatu cerita dan benar-benar memahaminya, kita menciptakan simulasi mental dari deskripsi yang terdapat di dalam cerita,” kata Jeffrey M. Zacks, salah seorang penulis penelitian tersebut dan direktur dari Dynamic Cognition Laboratory di Washington University, Amerika Serikat.


Apa jadinya jika Anda membaca puluhan buku?


Ini ilustrasi mengenai Dhanny, seorang teman saya. Dia senang sekali membaca buku horor –ratusan dalam lemari bukunya. Saya membayangkan ada tiga kemungkinan yang terjadi pada dirinya: Menjadi penkaut, menjadi sangat tidak peka terhadap rasa takut, dan terakhir…menjadi ghostbuster. (Saya rasa, ia terdapat dalam kemungkinan ketiga…)


Buku, khususnya jenis buku yang Anda baca, sangat mengidentifikasi diri Anda.


Bersambung ke bagian kedua.

Bersambung ke bagian ketiga.


Catatan: seluruh artikel adalah diambil secara langsung (menyalin/menyadur) dari sumbernya, tanpa ditambah atau dikurangi. Salut dan apresiasi adalah kredit kepada penulis aslinya. Dikarenakan bersumber dari majalah pria, maka subjek pembicaraan mengarah kepada jenis kelamin pria. Namun demikian, menurut pendapat saya, artikel ini bisa dimaknai secara universal.


pictures: courtesy of tukangcurhat.blogspot.com

0 komentar:

Post a Comment