Friday, July 23, 2010

Resensi Novel Chicklit: Rina Suryakusuma - Lukisan Keempat (Amore 01)

Jalan panjang berdamai dengan masa lalu

Rating: 2,5 dari 5 Bintang



Judul: Lukisan Keempat
Penulis: Rina Suryakusuma
Editor: Novera Kresnawati
Co. Editor: Irna Permanasari
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Lini: Amore
Tebal: 224 hlm
Harga: Rp30.000
Rilis: Pebruari 2010
ISBN: 978-979-22-5457-0

Natasya Petra Rahadian melarikan rasa frustasinya setelah putus cinta dari Edward Dwiansyah dengan meng-apply lowongan pekerjaan sebagai stewardess sebuah maskapai penerbangan internasional yang berbasis di Amerika Serikat. Ia berharap diterima sehingga dapat segera menyingkir dari segala kenangan tentang Edward untuk sementara waktu, kalau perlu selamanya. Tak dinyana, Natasya lolos seleksi hingga dikirim ke Colorado untuk mengikuti training calon pramugari sebelum secara resmi dikontrak oleh maskapai tersebut. Dan, dimulailah babak baru episode kehidupannya.

Natasya mulai ada rasa pada trainernya yang ternyata adalah seorang pilot, meski kemudian dia kembali harus tertusuk realita bahwa cowok itu berselingkuh dengan teman baiknya sesama pramugari. Pada saat itulah, Natasya dipertemukan oleh takdir dengan seorang penumpang pesawat menyebalkan yang berusaha menarik perhatiannya. Aura permusuhan yang muncrat pada awalnya, perlahan menjadi semacam candu yang membakar gairah asmara Natasya hingga ia tak lagi mampu membohongi diri sendiri bahwa ia terjatuh dalam kubangan pesona si penumpang bengal tersebut. Apakah kali ini kisah cinta Natasya akan berakhir dengan happy ending? Belum lagi ketika laki-laki lain dari masa lalunya tiba-tiba menyeruak ke dalam hidupnya, bagaimana ia menghadapinya? Lalu, apa yang dimaksud dengan lukisan keempat itu? Temukan jawaban-jawabannya dengan membaca novel pertama dari lini Amore yang digagas Gramedia ini.

Kecewa dengan keseluruhan elemen cerita dalam novel Amore 02 membuat saya sempat mengucap ‘sumpah’ untuk tak lagi menyentuh novel lain dari lini Amore ini. Namun, ternyata saya malah tak tahan untuk ikut-ikutan teman yang sudah membaca novel Amore 01 dan berkomentar bahwa it was better than Amore 02. Saya menjadi tertarik dan kebetulan ada teman yang baru membelinya dan mengizinkan saya “memerawaninya” terlebih dahulu. Terima kasih buat mas Tomo.

Hasilnya? Saya setuju dengan komentar teman tersebut bahwa novel ini lebih ngalir ketimbang novel Amore 02. Meskipun masih sama-sama dalam dunia khayal kesempurnaan para tokohnya, namun Lukisan Keempat ini menyajikan cerita yang lebih natural dan smooth. Metamorfosis karakter rekaan sang penulis dapat terekam dengan baik dan cukup hidup dalam belitan konflik yang diciptakannya. Walaupun, lagi-lagi, semua berjalan dengan sangat sederhana. Dan, tidak terlalu istimewa.

Seharusnya, terlebih dahulu saya mengosongkan pikiran dari segala pengetahuan yang pernah terekam dalam memori otak sebelum mulai membaca sebuah buku untuk menghindari keinginan hati mengaitkan cerita dalam buku yang saya baca dengan cerita lain yang pernah saya baca, dengar, atau lihat sebelumnya. Sayang, saya tak terpikir melakukannya ketika mulai membaca novel ini, sehingga kelebatan adegan demi adegan film View From The Top-nya Gwyneth Paltrow tak mampu saya bendung dan menyerbu benak saya. Tapi, untunglah, kesamaan novel ini dengan film itu sepertinya hanya terletak pada latar belakang kehidupan pramugari dan situasi training di awalnya saja. Selebihnya, seingat saya, berbeda sekali. Ahh, jadi pengen nonton film itu lagi…

Novel ini memang tidak menawarkan sebuah cerita yang rumit dan penulis juga nampaknya tidak berkeinginan untuk membuatnya rumit. Tak ada konflik bombastis dan hanya berkutat pada nasib percintaan tokoh utama sebelum dipertemukan dengan ‘jodoh’ yang telah dipersiapkan oleh si penulis. Yeah, ‘lil bit boring memang karena segalanya menjadi tampak begitu mudah. Pengaturan tokoh yang bermusuhan-dahulu-berkencan-kemudian terjadi begitu gampang tanpa banyak halangan. Namun, cara mengemas penulis patut diacungi jempol, sehingga pembaca (saya, maksudnya) bisa ikut larut dalam setiap adegan yang dimainkan oleh para tokohnya.

Pada satu sisi saya menyukai bagaimana sosok Craig ditampilkan sedikit tersamar, misterius. Namun, pada sisi yang lain juga ingin menuntut jawaban atas pertanyaan bagaimana ia bisa tahu banyak hal tentang Natasya. Dan, entah apakah ada fakta yang terlewat, seingat saya, penulis memang tidak menerangkan posisi Craig secara jelas, pekerjaan, keseharian, dan atau kekuasaan yang dimilikinya, sehingga memungkinkannya untuk memperoleh informasi-informasi penting soal Natasya itu. Bukan masalah sih dibiarkan misterius, tapi tetap saja diperlukan jawaban pasti atas pertanyaan mendasar itu. Di buku selanjutnya, maybe?

As usual, berikut laporan kejanggalan yang saya temukan di novel ini:
(hlm. 22) …ucap si pris bule………, pris = pria

(hlm. 16, 23, 114, 194, 195)…..hmm, meskipun dalam KBBI terdapat kata ‘kuatir’ namun juga ingin tahu artinya disarankan merujuk kata khawatir, nah, dalam novel ini alih-alih kata khawatir atau cemas, penulis lebih menggemari menggunakan kata ‘kuatir’, bagi saya kata itu lebih cocok untuk percakapan/dialog, sedang untuk deskripsi/narasi lebih enak jika memakai ‘khawatir’. Namun, sempat pula agak keselip ingin menggunakan kata khawatir (hlm. 26) tapi justru menjadi typo….mengkhatirkan = mengkhawatirkan?

(hlm. 83) unbeliaveble = unbelievable

(hlm. 108) adakah istilah force major untuk kondisi darurat/mendesak……..kalau setahu saya sih force majeur(e)

(hlm. 114) ….Craig ada didekatnya……., didekatnya seharusnya dipisah = di dekatnya

(hlm. 123) “What?” Tasia tercengang menatap Craig……, ehmm, seharusnya demi konsistensi, untuk selain dialog penulisan nama tokohnya yang lengkap, Natasya, apalagi diceritakan bahwa panggilan “Tasia” hanya dilakukan oleh dua orang tokoh tertentu di novel ini

(hlm. 164) Semua impiannya terkabu……., terkabu = terkabul

(hlm. 170) “……apa akibatnya?” mama menatap anak…….., mama = Mama

(hlm. 188) kurang tanda titik pada kalimat akhir paragraf….gadis yang bisa dibawa-bawa(titik)


My thought: saya kok agak geli ya membaca frasa “memijit tombol handphone”…kalau mendengar kata itu, saya selalu terasosiasikan pada kegiatan pijat-urut. Sama juga dengan frasa “mengenakan lipstik”, hmmm….agak kurang familiar saja, bagi saya, soalnya terbiasa mendengar, “mengenakan kemeja” atau “mengenakan sepatu”
Dalam ukuran selera saya sih, typo tersebut masih dalam batas wajar dan tidak begitu mengganggu dalam proses melumat cerita novel ini. Namun, tetap saja, hal tersebut menunjukkan masih terdapatnya titik lemah pada sektor penjaminan kualitas cetakan yang perlu dibenahi. Kenapa sih guwe secerewet ini? Pertama, saya ingin seluruh elemen yang terlibat dalam penerbitan sebuah buku sadar bahwa kualitas cetakan juga penting sehingga sangat perlu untuk menghindari beragam ‘cacat’. Kedua, sudah ada yang namanya editor jadi harusnya kesalahan seperti ini dapat terminimalisir, kalaupun ada yang menyebutkan bahwa bisa saja terdapat faktor-faktor khusus pada proses konversi file ke dalam aplikasi lain untuk dicetak, masak iya nggak ada quality check lagi pada tahap itu? Ketiga, pada kenyataannya ada lho buku yang ‘nyaris’ tidak ada ‘cacat’ teknis cetaknya, jadi kenapa buku yang lain tak bisa begitu.

Oops, kok malah melantur ke mana-mana. Kembali ke…..buku ini. Pada akhirnya, saya memang menyukai novel Lukisan Keempat ini. Bagaimana alur dibiarkan mengalir alami dan latar belakang pramugari yang meskipun tidak diuraikan secara mendetail tapi cukup untuk dapat menghilangkan kesan bahwa profesi itu ‘hanya’ tempelan belaka, membuat saya nyaman menuntaskan novel tipis yang baru saya sadari font-nya agak lebih eye-friendly ketimbang novel Amore 02, sehingga tidak melelahkan mata. Ending berasa mengundang sekuel meskipun ternyata kata penulisnya, ia belum memiliki gambaran akan meneruskan cerita ini atau tidak. Bagi saya, I love to wait for the next story of Natasya.

Okay, enjoy reading, people!

Sinopsis:
Sebagai pramugari maskapai penerbangan internasional Corissa Airlines, tidak seorang pun mengira Natasya Petra Rahadian memiliki tiga fase kehidupan yang membuat gadis itu terluka karena cinta.

Dimulai dari ayahnya yang meninggalkan Natasya bersama ibu dan adiknya. Kekasih masa kuliah yang menduakannya dengan sahabat karibnya sendiri. Dan terakhir, pilot yang dekat dengan dirinya ketika menjalani pelatihan berselingkuh dengan teman sekamarnya.

Natasya bersumpah takkan jatuh cinta lagi. Sampai ia bertemu Craig Hayden, penumpang Corissa Airlines yang menyebalkan. Sementara Craig sudah tertarik pada Natasya yang begitu menawan hati saat kali pertama ia memandangnya.

Entah bagaimana Craig tahu, Nat memendam luka dalam hidupnya. Ia bertekad akan menyingkap kabut tersebut, memberi Natasya siraman kasih sayang, dan mengembalikan kepercayaannya kepada cinta.

Mampukah Craig membuktikan bahwa ia layak masuk dalam kehidupan Natasya? Bisakah Craig mewujudkan tekadnya untuk menjadi bagian dari lukisan hidup Natasya yang keempat, sekaligus yang terakhir?

2 comments:

  1. seperti biasa, panjang ya reviewnya.. hehehe.. oya, waktu baca judulnya, aku sempet mikir.. loh kemaren katanya ngga mau baca amore lagi.. ternyata..

    hehehhe

    ReplyDelete
  2. Jul :) thanks reviewnya ya :) kamu memang top deh kalau tentang typho :) hihiii, cocok bener jadi proofreader, Jul.
    btw, gak pingin coba jadi editor Jul?

    ReplyDelete