Tanya Kenapa?
Read from 16 to 18 February 2012
Rating: 3 out of 5 star
Judul: 13 Reasons Why
Pengarang: Jay Asher
Penerjemah: Mery Riansyah
Penyunting: Endah Sulwesi & Lulu Fitri Rahman
Korektor: Tisa Anggriani
Pewajah sampul: Bambang Suroto
Penerbit: Matahati
Tebal: 288 hlm
Harga: Rp
Rilis: Oktober 2011 (cet ke-1)
ISBN: 6029625578
Summary
Clay Jensen menyukai Hannah Baker. Tidak, rasanya lebih dari sekadar suka. Namun, semuanya tak lagi jadi soal. Hannah Baker sudah tiada. Gadis itu telah meninggalkannya untuk selama-lamanya. Dengan cara yang tragis pula. Bunuh diri. Meskipun demikian, Hannah meninggalkan untuknya 7 keping kaset berisi 13 rekaman yang menguak alasan Hannah Baker memilih mengakhiri hidupnya.
Tentu saja, pikiran Clay dipenuhi bermacam pertanyaan yang tak ia ketahui jawabannya mengingat rasa-rasanya ia tak pernah berbuat hal yang salah dan menyakiti Hannah. Lalu, mengapa ia juga mendapat kaset-kaset itu? Mari ikut mendengarkan rekaman detik demi detik Hannah mengungkap alasan-alasannya mengakhiri hidup bersama Clay Jensen dan mengetahui mengapa Clay juga ada di rekaman tersebut melalui novel debutan Jay Asher berjudul 13 Reasons Why ini.
Sebelum diterjemahkan oleh Matahati, saya sudah berhasrat membaca novel ini (e-book) ketika salah satu group pembaca novel Young Adult di goodreads.com menjadikan buku ini sebagai buku baca bareng, namun saya masih urung turut serta. Maka, ketika Matahati mengabarkan akan merilis terjemahan novel ini, saya pun sekali lagi berniat membacanya. Dan, akhirnya saya membacanya.
Judulnya provokatif. Tiga belas alasan mengapa. Mengapa ada tiga belas alasan? Alasan apa? Hmm, dari situ pun saya sudah berusaha menebak bahwa telah terjadi satu peristiwa penting dengan 13 alasan yang menjadi latar belakang terjadinya peristiwa tersebut. Pun, saya sudah membaui ada nuansa suspense pada novel ini. Meskipun, tentu saja, terdapat begitu banyak skenario yang mungkin saja menyebabkan perlunya 13 alasan untuk terjadinya sebuah peristiwa. Hah! Saya ngomong apa? Entahlah. Abaikan saja.
Yang jelas, memang ada 13 alasan yang diungkap Hannah Baker dalam 7 keping kaset di mana masing-masing alasan terkoneksi dengan orang-orang yang secara bergiliran akan menerima kaset itu dan mau tak mau mendengarkannya. Terkadang, saya mengernyit dan bertanya, “masak sih, cuman karena begitu saja, Hannah bisa menganggap orang itu ikut andil dalam keputusannya untuk bunuh diri?” Maka, itulah perasaan saya sepanjang membaca novel ini. Saya tak mendapati hal-hal signifikan dari cerita Hannah. Ternyata, Jay Asher pun sudah menduga bakal ada pembaca yang “kebingungan” memahami pesannya (yaitu saya) sehingga di akhir novelnya, ia membuat semacam question and answer yang menjelaskan beberapa hal terkait 13 Reasons Why ini.
Dan, moral of the story kisah ini begitu apik. Bahwa setiap kejadian pasti ada sebab-musababnya. Nggak mungkin ujug-ujug seseorang melakukan sesuatu, seimpulsif apa pun orang itu, apalagi untuk sesuatu yang ekstrem, misalnya saja bunuh diri. Ahh, membahas topik bunuh diri saya jadi ingat tagline saya beberapa tahun lalu, “Mengapa bunuh diri diharamkan jika hidup itu sendiri adalah sebuah pilihan?” Saya memahami bagaimana perasaan Hannah Baker atas hidupnya.
Saya butuh segalanya berhenti. Orang-orang. Kehidupan. (hlm. 260)
Sebagai manusia biasa, beberapa kali saya pun mengalami patah arang. Jika sudah begitu saya hanya mengharapkan gelap. Anggapan saya, dunia akan lebih baik tanpa keberadaan saya. Saya ini hanya beban. Untunglah, masih ada keluarga besar yang menyita sebagian besar prioritas saya. Sehingga keinginan semacam itu bisa tersingkirkan.
Menjadi Clay Jensen pun bukan peran yang mudah. Dari awal kita sudah disuguhi pergolakan batin yang luar biasa. Bagaimana tidak, seseorang yang mencintai Hannah dengan sepenuh hati dan tak merasa pernah menyakiti Hannah, Clay malah masuk dalam daftar yang dibuat Hannah. Maka, sepanjang membaca novel ini, pembaca akan diajak merasakan sensasi atas setiap hal yang terkuak dari rekaman. Dan, dari petunjuk yang disertakan dalam setiap rekaman, Clay menyusuri tempat-tempat yang menjadi lokasi kejadian yang dimaksudkan Hannah.
Pada tahap tertentu saya akan meragukan konsistensi rekaman-rekaman yang dibuat oleh Hannah. Bagaimana bisa, ia yang sudah kalut ingin mengakhiri hidupnya masih sempat membuat sejumlah 13 rekaman itu yang adalah gabungan dari narasi berdasar memori Hannah dan rekaman langsung dari peristiwa yang dialaminya.
Menjadi Clay Jensen pun bukan peran yang mudah. Dari awal kita sudah disuguhi pergolakan batin yang luar biasa. Bagaimana tidak, seseorang yang mencintai Hannah dengan sepenuh hati dan tak merasa pernah menyakiti Hannah, Clay malah masuk dalam daftar yang dibuat Hannah. Maka, sepanjang membaca novel ini, pembaca akan diajak merasakan sensasi atas setiap hal yang terkuak dari rekaman. Dan, dari petunjuk yang disertakan dalam setiap rekaman, Clay menyusuri tempat-tempat yang menjadi lokasi kejadian yang dimaksudkan Hannah.
Pada tahap tertentu saya akan meragukan konsistensi rekaman-rekaman yang dibuat oleh Hannah. Bagaimana bisa, ia yang sudah kalut ingin mengakhiri hidupnya masih sempat membuat sejumlah 13 rekaman itu yang adalah gabungan dari narasi berdasar memori Hannah dan rekaman langsung dari peristiwa yang dialaminya.
Saat ini kalian pasti bertanya-tanya, siapa sih mereka? Hannah, kau lupa menyebutkan nama mereka. Tapi aku tidak lupa. Jika ada satu hal yang masih kumiliki, itu adalah ingatanku. (hlm. 214)
Jadi, jika saya tak memberikan bintang maksimal untuk novel ini, bukan berarti novel ini tak bagus, namun itu lebih karena saya sendiri yang gagal menangkap esensinya. Bagi saya yang sudah kebanyakan membaca cerita-cerita cheesy, novel ini semacam kudapan berat yang ketika dilahap pun masih memaksa saya untuk memeras otak. Apa sih maksudnya?
Dari segi cetakan, sudahlah, gabungan mbak Endah-mbak Lulu-Mery-Tisa sudah pasti menghadirkan hasil cetakan optimal. Sepanjang saya membaca, hanya satu typo yang saya temukan (hlm. 214: berciumam) dan jarang saya temukan kalimat membingungkan/ambigu/tak efektif. Salut deh.
Selamat membaca, kawan!
Oiya, ini beberapa sampul edisi negara lain:
Dari segi cetakan, sudahlah, gabungan mbak Endah-mbak Lulu-Mery-Tisa sudah pasti menghadirkan hasil cetakan optimal. Sepanjang saya membaca, hanya satu typo yang saya temukan (hlm. 214: berciumam) dan jarang saya temukan kalimat membingungkan/ambigu/tak efektif. Salut deh.
Selamat membaca, kawan!
Oiya, ini beberapa sampul edisi negara lain:
diriku yang salah menangkap pesan atau memang sepertinya novelnya agak sedikit berat yah Mas???
ReplyDelete@putri...ini sih perasaanku saja kok, ini novelnya main 'perasaan' gitu, kita diajak menyimak kisah Hannah yang memutuskan bunuh diri dan alasan-alasan apa yang membuatnya melakukan itu lewat tokoh Clay Jensen yang mendengarkannya lewat kaset...nah, di aku-nya aja yg gak bisa nangkap esensinya, hehehe, karena berasa simpel aja tapi kok ya ribet gitu sampe bunuh diri segala, hehehe...untung ada penjelasan penulisnya di belakang...
ReplyDeleteKak apa boleh sy beli novel 13 reasons why indo nya?
ReplyDeleteKak apa boleh sy beli novel 13 reasons why indo nya?
ReplyDeletemaaf mbaa saya mau nanya. baut dapet versi terjemahannya buku to novel2 biasanya selain digramed biasanya dimana???
ReplyDelete