Tuesday, July 3, 2012

Rina Suryakusuma: bagi saya, "Family does come first."

Perkenalan 'maya' saya dengan Rina Suryakusuma akan menjadi salah satu kenangan yang tak mudah terlupakan dalam kegemaran saya membaca. Berawal dari kehebohan sebuah novel Amore di situs www.goodreads.com yang lebih populer dengan kejadian "Buku Biru" pada pertengahan tahun 2010 silam, saya kemudian mencicipi sebuah karya tulis seorang Rina Suryakusuma, yang kala itu bertujuan untuk membalikkan asumsi saya bahwa novel-novel Amore yang diterbitkan oleh Gramedia tak lebih dari kemasan lain novel harlequin. Mencoba satu novelnya, saya lantas ketagihan, dan mulailah mengumpulkan satu demi satu karya tulis Rina Suryakusuma.

Istri dari David Hendrawan dan ibu dari dua putri yang lucu, Irish dan Rachel, ini telah mulai menyukai dunia kepenulisan sejak masih kecil. Meskipun bukan berasal dari keluarga penulis, tapi sejak kecil, Rina sudah gemar membaca. Kemudian, Rina mulai menyukai untuk menulis cerita pendek sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Tentu saja, masih untuk konsumsi pribadi, dan tidak untuk dipublikasikan, katanya. Oleh karena keluarga yang tidak begitu memahami dunia kepenulisan, sehingga tidak ada yang memberi bimbingan atau sekadar dorongan agar Rina terus menulis dan mengirimkan tulisannya ke penerbit/majalah, maka hobi menulis itu pun terabaikan oleh kesibukannya dalam dunia akademik, sampai dengan saat ia mulai bekerja, hasrat untuk menulis kembali hadir. Dan, begitulah, beberapa novel telah terbit dari lembah imajinasinya.




Kegiatan sehari-hari Rina cukup bervariasi. Selain menulis, yang dilakukannya karena hobi, Rina adalah seorang pekerja penuh waktu di salah satu perusahaan property developer di Jakarta. Dan, tentu saja, menjadi istri dan ibu dalam rumah tangga yang dibinanya bersama sang suami. Rina mengaku tugas utamanya adalah sebagai istri dan ibu. Karena itu, rumah tangga dan kewajibannya sebagai seorang Mama adalah prioritas. Rina selalu menulis di waktu malam, ketika anak-anak tercintanya sudah terbuai mimpi, atau di pengujung Minggu, ketika kantornya libur dan sudah menghabiskan waktu untuk keluarga. Baginya "family does come first."

Dari topik keseharian, dan pengakuannya soal waktu yang dimilikinya untuk menulis, Rina menerangkan bahwa ia sebetulnya adalah tipe penulis yang bisa menulis di mana saja dan kapan saja. Rina bukan tipe penulis yang dikuasai oleh mood, sehingga jika suasana di sekitarnya tidak mendukung, lantas ia tidak bisa menulis. Tidak begitu! Tapi karena kewajibannya sebagai istri, ibu, dan pekerja kantoran, maka Rina menjadi tidak punya kemewahan untuk menulis di mana pun, kapan pun. Waktu tetap untuknya menulis adalah malam hari dan di akhir pekan. Itulah yang terbaik yang bisa ia lakukan.


Salah satu hal yang selalu disyukuri oleh Rina adalah dukungan keluarga yang begitu besar dalam menggeluti hobinya pada dunia kepenulisan. Tentu saja, dengan perannya sebagai pekerja kantoran dan ibu rumah tangga, support dari orang-orang tersayang menjadi pendorong utama bagi Rina untuk terus menulis. Keluarga, terutama suami, sangat mendukungnya. Mereka menyadari, bagi Rina menulis bukan 'sekadar' kegiatan. Menulis adalah satu kebutuhan. Menulis adalah salah satu passion-nya. Menulis adalah 'sanctuary'-nya, untuk melepaskan kepenatan ataupun kejenuhannya dalam bekerja melakukan rutinitas sehari-hari. Bentuk dukungan mereka yang paling kuat yang dirasakan oleh Rina adalah ketika di awal karier kepenulisannya, ketika tulisannya ditolak berkali-kali oleh penerbit. Suami tidak berkata, "Tuh kan, kamu tidak berbakat. Sudahlah, tidak usah menulis, buang waktu saja." Tidak begitu. Sang suami justru selalu berkata, "So what, coba lagi aja. Nanti pasti tembus." Dan ya, Rina menjadi semakin terpacu dan percaya, jika Dia memberkati, jika waktunya tiba, maka ia pasti bisa menembus penerbit yang ia impikan. "Puji Tuhan, saya diberkati dan mimpi ini teraih," sebut Rina penuh syukur.

Bagi saya pribadi, salah satu yang saya suka dari tulisan-tulisan Rina [novel-novelnya yang sudah saya baca] adalah diksinya yang begitu indah. Maka, saya kemudian mengajukan pertanyaan tentang bagaimana Rina mengasah atau belajarnya. Dan, saya cukup terkejut ketika Rina menjawab bahwa ia tidak pernah mengasahnya secara khusus. "Puji Tuhan ya, kalau diksi saya dianggap indah," katanya. "Tapi saya masih harus belajar banyak :) Saya belajar menulis secara otodidak, dan saya banyak membaca buku," sambungnya.

Tentu saja, saya tak berpuas diri mendapati jawaban tersebut. Saya masih tak percaya donk, Rina tak mendapat semprotan ilmu dari mana gitu. Maka, saya menyerbunya dengan pertanyaan seputar background kepenulisannya. Apakah ia pernah mengikuti kelas atau lomba-lomba kepenulisan yang melecutnya hingga menjadi seorang penulis yang piawai merangkai kata. Namun kemudian, saya kembali diyakinkan bahwa Rina tidak pernah mengikuti kelas kepenulisan ataupun lomba-lomba kepenulisan apa pun. Yang membuat saya mengatupkan mulut dan tak lagi mencecarnya soal background kepenulisannya ---soalnya, saya masih penasaran, diksinya bagus bangetttt--- adalah ketika membaca pengakuan Rina yang ini, "Jurusan saya adalah ekonomi akuntansi. Melenceng dari bahasa sebenarnya, karena jurusan saya adalah eksakta :)" Wahh, baiklah, saya percaya sekarang.

Meskipun dari awal cukup yakin bahwa nama yang digunakannya dalam penerbitan buku-bukunya adalah nama asli, saya masih perlu bertanya apakah Rina Suryakusuma adalah nama aslinya. Iya donk, perlu sepetinya saya diyakinkan, orang Dewi Perssik aja nama buatan, kan? Hihihi...nggak nyambung. Dan, ya, seperti dugaan saya, Rina Suryakusuma memang nama asli pemberian orangtua Rina.


Lalu, saya pun bertanya soal apakah Rina menulis pada jenis tulisan yang lain, semisal puisi dan cerpen [harusnya sih iya nulis cerpen ya, kan dari kecil awalnya nulis cerpen, hehehe, list pertanyaan saya berulang, maafkan.] Sampai dengan saat ini, Rina mengaku belum menulis puisi. "Mungkin suatu saat nanti," katanya. Tapi ia menulis banyak cerpen, baik bertema anak maupun remaja. Puji Tuhan, beberapa cerpen anak yang dibuatnya terbit di majalah BOBO dan beberapa cerpen remajanya terbit di majalah CosmoGirl! Sampai sekarang, Rina mengaku masih menulis cerpen. Cerpen juga adalah salah satu relaksasi ketika dirinya stuck, atau sedang fase jenuh, dalam menulis novel. Hmm, setuju sekali. Cerpen bisa menjadi jeda yang baik untuk menguraikan kebuntuan ketika writer's block menyerang.

Wah, baiklah, ini masih separuh jalan dari pertanyaan-pertanyaan yang saya kirim melalui surel ke Rina Suryakusuma. Paruh kedua dari wawancara akan saya posting selanjutnya yaaa....


Catatan: foto-foto adalah koleksi pribadi Rina Suryakusuma yang saya salin dari akun facebook resmi Rina Suryakusuma.

2 comments:

  1. salut bangeet.. jadi ibu, kerja, tapi masih sempat menulis dan berkali-kali menelurkan 'buku'..

    :)

    ReplyDelete
  2. anaknya lucuuuuu~ hahaa.

    stuju sama orybun :D

    ReplyDelete