Wednesday, April 10, 2013

[Resensi Novel Teenlit] Love Bracelet by Hanna Natasha

Jauhhh dari harapan...

Alvina terpaksa berpisah dengan Christy. Sahabatnya itu pindah ke Jerman. Tapi sebelum pergi, Christy berbagi gelang kembar dengan Alvina.

Beberapa tahun kemudian, saat SMA, Alvina bertemu dengan Farell, murid baru yang langsung jadi perhatian para murid cewek. Anehnya, Alvina merasa tingkah laku Farell sangat mirip dengan Christy.

Yang lebih aneh, Farell tahu soal kotak mainan yang dulu disembunyikan Alvina bersama Christy di taman. Dan Alvina semakin heran saat menemukan gelang kembar milik Christy ada di ransel Farell.

Apakah Farell dan Christy memiliki hubungan?
Apakah mungkin Farell adalah Christy?

Judul: Love Bracelet
Pnegarang: Hanna Natasha
Editor: Desmonia Ningrum
Pewajah sampul: Cecilia Hidayat
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 192 hlm
Harga: RP35.000
Rilis: April 2013
ISBN: 978-979-22-9447-7
My rating: 1 out of 5 star (apresiasi karena telah menulis novel ini).

Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya.....terserah Anda! 
Well, tagline iklan sebuah produk yang sempat populer beberapa tahun silam itu sepertinya cocok untuk menggambarkan betapa sebuah kesan pertama biasanya cenderung menentukan apa yang akan kita dapatkan selanjutnya. Berkat keikutsertaan saya sebagai salah satu juri seleksi pada Lomba Amore 2012/2013, saya mendapat petuah editing yang keren dari editor yang menjadi mentor saya, "Kalau naskah itu gak bisa bikin kamu betah di 20 halaman pertama, apa yang bisa kamu harapkan untuk membuatmu betah baca sampai akhir?" Yap, setuju. Kalau di bab-bab awal saja kita sudah dilanda bosan setegah sekarat, apakah masih ada harapan di tengah hingga ke akhirnya akan ada keindahan yang bisa direngkuh? Mungkin ada sih, tapi sepertinya probabilitasnya sangat jarang.

Saya begitu terpikat dengan gaya menulis Hanna Natasha ketika selesai membaca Runner-Up Girl, novel teen lit debutan Hanna tahun lalu. Tak tanggung-tanggung, 4 bintang saya sematkan pada novel itu. Dengan kesan pertama yang sedemikian menggoda, tentu saja saya langsung melambungkan harapan bahwa novel kedua Hanna akan bagus banget atau setidaknya setara bagusnya dengan novel pertamanya itu. Yah, kalau nggak bagus dari segi cerita pun, seharusnya masih bisa memukau dari segi tulisan. Hasilnya? NOL BESAR!

Saya sampai mual rasanya membaca novel Love Bracelet ini, *mulai lebay-mulai drama*. Sejak mengintip-baca pertama kali sehabis membeli (untung diskon 30%), saya langsung melotot ternganga. Dan, lalu mencoba melihat kembali ke sampul depannya. Okay, ini serius tulisan Hanna? Hanna Natasha yang saya suka tahun lalu? OH, GOD, beneran ini tulisan dia. Tapi kenapa jadi amburadul begini? Help me, GOD!

Jujur, saya hanya membaca sampai halaman 90-an, itu pun sebagian besar skimming. Lalu langsung meloncat ke bagian akhir menjelang epilog untuk sekadar tahu, apa sih yang sebenarnya diangkat oleh sang pengarang. Wow, keren sebenarnya tema yang diangkat. Semacam Luna-nya Julie Anne Peters. Saya nggak akan spoil di sini, karena menurut saya HANYA itu kekuatan yang dimiliki novel ini. Selebihnya, saya kecewa berat dengan novel ini. Dari segi tulisan, plot, subplot, karakterisasi, setting lokasi dan waktu, sampai dengan konfliknya kacau banget, man! Apa saya lagi-lagi musti maklum kalau ini tuh teen lit yang pangsa pasarnya TEEN di mana kejadian absurd pun bisa terjadi? Ya...kalau begitu saya mau apa? Kalau saya cukup menempatkan diri sebagai pembaca saja boleh, kan? Pembaca yang terpikat di novel sebelumnya sehingga dengan antusias berlebihan membeli novel berikutnya, lalu lemas dan kecewa supermampus ketika membacanya.

Okay, saya tak akan mengupas lebih dalam lagi tentang novel teen lit ini. Karena yang ada nanti cuman sumpah-serapah. Lagipula, saya pun nggak yang dengan mulus membaca kalimat per kalimatnya. Yang terang, mungkin saya harus berpikir puluhan kali dulu untuk membeli karya sang pengarang ini selanjutnya. Atauuuu...seharusnya saya test case dengan membaca sedikit bagian novelnya dulu sebelum membelinya.

6 comments:

  1. Replies
    1. menurutku seh endak, soalnya kan dia ndak tau kalo dia sebenernya laki - laki.. toh waktu kecilnya juga berteman, ndak pacaran.. Btw, maaf baru koment hehehe:v

      Delete
  2. enggg....sedikittttttt menjurus ke sana sih, Des, padahal sih nggak kyknya, hanya pencarian jati diri karena salah asuh di waktu kecil, hehehe.....*huffft, spoiler, nih*

    ReplyDelete
  3. Jadi pengin baca karena review yang 'pedas' ini ... hahahaha



    ReplyDelete
  4. Uda lama nih ga baca teenlit soalnya akhir2 ini kualitas teenlitnya biasa aja..

    Kangen deh zaman teenlit lokal yg terbit sekelas Fairish - Esti Kinasih, Eiffel, Tolong - Clio Freya, Dealova - Dian Nuranindya

    ReplyDelete
  5. aku punya novelnya , tp belum aku baca :D

    ReplyDelete