Wednesday, September 26, 2018

[Resensi Novel Metropop] Perkara Bulu Mata by Nina Addison

First line:
Vira.
Aku benci rumah sakit.
---hlm.5, Ch.1 - Titik Lebih

Jojo sedang seru menceritakan perjuangannya menjadi branch manager sementara Vira tekun mendengarkan, memandangi wajah cowok yang telah jadi sahabatnya selama belasan tahun itu. Lalu… entah di detik keberapa, sesuatu bergeser. Klik. Dunia sekeliling Vira melambat. Pandangannya terkunci pada satu fokus: mata Jojo. Ah, bulu mata itu!

Mendadak jantung Vira berdegup kencang—sesuatu yang selama ini tidak pernah terjadi saat ia berada di dekat Jojo. “Jojo kan selalu terbirit-birit kabur ke Planet Mars setiap tahu ada cewek deketin dia, Vir.” Ucapan Lilian, sahabat Vira dan Jojo, langsung terngiang. Damn, batin Vira. Masalahnya, ia tidak yakin dirinya akan jadi pengecualian dari reaksi absurd cowok tersebut. Belum lagi nasib persahabatan mereka jika perasaannya terendus Jojo. Lalu jika mereka pacaran dan… putus? Apa yang harus Vira lakukan? Ah, tapi bulu mata itu... Damn.

Judul: Perkara Bulu Mata
Pengarang: Nina Addison
Penyunting: Harriska Adiati & Neinilam Gita
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 296 hlm
Rilis: 17 September 2018
My rating: 4 out of 5 star
Silakan baca nukilan novel Perkara Bulu Mata yang diunggah ke Wattpad: http://wattpad.com/perkarabulumata


Sejak Morning Brew, saya memang sudah "menandai" Nina Addison sebagai salah satu pengarang yang buku-bukunya bakal saya usahakan untuk dibaca. Adalah cerpen "Perkara Bulu Mata" di kumpulan cerita pendek metropop bertajuk Autumn Once More menjadi salah satu dari cerpen yang sangat saya minati dan beberapa kali saya usulkan untuk bisa dikembangkan menjadi novel. Dan betapa bahagianya saya ketika Nina benar-benar mewujudkannya, hingga saya demikian tak sabar untuk segera merampungkan-baca novelnya. Begitu rilis, saya langsung mengunduh Perkara Bulu Mata di Apps Gramedia Digital.

Syukurlah, versi novel Perkara Bulu Mata cukup memenuhi ekspektasi saya. Well, jangan tanya saya, apa perbedaan/persamaan-nya dengan versi cerpennya, ya. Saya sudah lupa, hahaha. Yang terang, dua-duanya masih menyoal tentang bulu mata. Dari sanalah pesona seseorang menyetrum dan mewujud menjadi percikan api cinta yang baru dirasa oleh mereka yang telah bersahabat sangat lama.

Kelar baca Thousand Dreams-nya Dian Mariani yang mengambil tema sahabat jadi cinta, Perkara Bulu Mata pun seide, meskipun tentu saja berbeda bumbu konflik, subplot, dan eksekusinya. Sejak bab awal, Nina menyajikan kisah ini dengan dentuman-dentuman yang mengentak hingga pembaca--saya--terus terpaku pada adegan demi adegannya dan nggak rela menaruhnya barang sejenak. Unputdownable lah istilahnya, ya.

Nina juga punya ecenderungan suka "menggantung" atau menyembunyikan sebentar fakta penyambung adegan berikutnya jadi setiap bab kita dibikin penasaran what will happen next? Dan, di sinilah saya sering gagal menebak adegan macam apa lagi yang bakal dibikin si pengarang? Oke secara garis besar tebakan saya benar: siapa suka sama siapa; tapi detail-detail kecil menuju konklusi akhir itulah yang dibikin cukup menarik oleh Nina (yang saya kerap gagal menebak). Sungguh sayang jika kita melewatkan setiap rangkaian kalimatnya.

Ehmm, ya nggak juga, sih, hahaha. Ada beberapa bagian yang saya skimming dan nggak saya pedulikan, terutama bagian-bagian yang dikursif---kilas balik atau sekadar kata hati yang disuarakan. Pun, terkadang masih ada yang kelewat nggak dikursif dan itu bikin jengkel. Serius, penempatan flashback atau curcol dalam hati secara linier pada narasi itu, buat saya, mengganggu---subjektif.



Terus terang, setelah Resign!-nya Almira Bastari, Perkara Bulu Mata menjadi novel metropop paket lengkap yang renyah banget buat dikunyah. Secara pakem metropop, nuansa office romance-nya sangat terasa. Saya bisa larut dalam dunia kerja para tokohnya. Oiya, Perkara Bulu Mata berpusat pada empat sahabat: Vira, Jojo, Albert, dan Lilian. Nantinya ada beberapa nama yang menyumbang peran cukup penting untuk merajut plot: JC, Daniel, Bo, Zed, Tom, dan beberapa yang lain.

Secara emosi, saya juga dibuat campur aduk sama novel ini. Haru, kocak, sebal, sedih, dan kaget bisa muncul silih berganti. Inti ceritanya simpel: sahabat yang bingung ketika dilanda bara asmara, apakah harus mengungkapkannya dengan risiko merusak persahabatan atau menguburnya diam-diam dengan risiko menyiksa diri sendiri. Bukan tema baru memang, tapi cara mengemas Nina berhasil membuat tema usang ini cukup gurih buat dicemilin sedikit demi sedikit.

Paling saya cuman agak kurang excited pada pilihan ending untuk seluruh tokoh utamanya. Kok jadi di situ-situ saja? Yah, meskipun Nina sudah memberikan segepok alasan mengapa bisa terjadi seperti itu, saya masih tetap mengharapkan ada puncak konflik yang lumayan drama biar ada kejutan superdahsyat gitu---ya nggak sampai sinetron juga sih.

Overall, Perkara Bulu Mata memuaskan dahaga saya akan novel metropop yang charming, lincah, dan kocak---paket lengkap lah kalau bisa saya bilang, meskipun pada beberapa bagian saya nggak suka cara menuturkan flashback/kata hati dan kurangnya ledakan konflik untuk menciptakan drama yang emosional. Please, sempatkan baca novel ini kalau kamu nggak alergi sama tema sahabat jadi cinta dan kebetulan sedang mencari bacaan ringan yang menghibur untuk rileks. Terus produktif ya, Nina. Ditunggu novel metropop selanjutnya.

Selamat membaca, tweemans.

End line:
"Welcome to the club, Li," bisiknya dengan senyum penuh arti.
---hlm.290, Epilog

0 komentar:

Post a Comment