Tuesday, January 26, 2010

(2010 - 2) Resensi Novel Metropop: Andrei Aksana - Janda-Janda Kosmopolitan

Ternyata sistem kasta itu masih ada!!!



Judul: Janda-Janda Kosmopolitan
Penulis: Andrei Aksana
Editor: Hetih Rusli
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tema: Majikan-pembantu, Persahabatan, Dilema janda, Metropolis
Tebal: 464 halaman
Harga: Rp55.000 (Toko)
Rilis: Januari 2010

Apakah saya sudah mulai jenuh dengan novel metropop? Waduh, kalau saya sampai jenuh maka terpaksa saya harus menutup/menghapus blog ini karena sejak awal saya memang mendedikasikan blog ini khusus sebagai penghargaan (dari seorang awam) atas karya-karya fiksi yang sering diremehkan kalangan pecinta sastra sejati ini, novel bergenre Metropop dan kroni-kroninya. Jika saya tak lagi berselera membaca novel-novel metropop, maka jelas tak ada resensi yang bisa saya buat. Dan klimaks yang pasti adalah saya harus mengalihkan minat baca saya ke jenis bacaan yang lain. Yang belum membuat saya bosan.

Janda-Janda Kosmopolitan (JJK). Sebenarnya judul tersebut membuat saya kurang tertarik dengan novel terbaru Andrei Aksana ini. Entahlah, ada perasaan tak nyaman dengan istilah itu. Ketimbang simpati, justru pikiran negatif yang merasuk dalam benak saya. Namun, dengan bekal kepuasan saya membaca Prety Prita, Cinta 24 Jam, dan Lelaki Terindah, serta belum adanya pilihan novel metropop baru lain, saya nekad mencomot JJK dari rak pajang dan membayarnya di kasir. Dan... kecewalah saya. Sejujurnya saya sudah menyiapkan diri untuk itu (baca: kecewa) sebelum memulai menikmati novel ini berhubung ketidaknyamanan saya membaca beberapa episode awal di cerita bersambung-nya Klasika-KOMPAS. Alih-alih mengabaikannya sebagaimana saya tak membeli-baca Tea For Two-nya Clara Ng yang juga mengecewakan ketika saya baca di cerber Klasika-KOMPAS, saya justru memutuskan untuk membeli novel ini. Maka, seharusnya saya menyalahkan diri sendiri, mengapa memaksakan diri untuk membelinya. Jika pun ada tendensi negatif pada review saya kali ini, sejujurnya hanyalah merupakan ungkapan rasa kecewa seorang fans atas karya yang jauh di bawah harapan.

Bila dirangkum, novel ini berfokus pada cerita berikut: dunia pembantu dan majikan yang keduanya sama-sama janda, dunia majikan dan teman-teman hedonisnya, dunia pembantu dan teman-teman kampungnya. Kebebasan penulis yang meloncat dari satu penggal kisah ke penggalan kisah lainnya saya rasa melampaui batas, sehingga berkesan gamang dan tidak fokus. Membaca JJK saya seolah diberikan dua buku yang tidak menyatu. Satu buku mengoceh soal gemebyar kehidupan sang majikan dan satu buku lainnya mendongeng rupa-rupa polah "kampungan"nya pembantu. Yang menjadi persoalan adalah dua buku itu harusnya nge-blend menjadi satu kesatuan utuh cerita yang merangkum novel ini. Jadi, kalau sampai dengan lembar terakhirnya saya masih mendapati bahwa novel ini terpecah menjadi dua buku, ya... maaf, harus saya katakan novel ini gagal menjadi novel yang utuh. Dua bagiannya tetap terpecah dan kurang terpadu. Kali aja penulisnya emank pengen gitu? Hmm... mungkin saja sih, mengingat bahwa gelagatnya Andrei berhasrat membuat lanjutan novel ini. Bagi saya, No, thank you. One of them is enough for me. Saya sama sekali tidak mengharapkan kejutan klise lain yang akan menjadi bumbu di novel selanjutnya.

Terkait tak padunya cerita majikan-pembantu yang menurut saya menjadi benang merah novel ini makin diperparah dengan adanya perbedaan yang nyata di antara dua kisahnya. Saya menangkap, ada kesan peng"kasta"an di sini. Dan, yang amat saya sesali adalah cara Andrei menggambarkan dua dunia berbeda ini. Dia benar-benar mengilustrasikan kehidupan langit para majikan dengan kehidupan bumi para pembantu. Sedih demi menyadari bahwa penulis yang semustinya mampu mendobrak dogma-citra yang salah di negeri ini justru terkesan mendukungnya. Beberapa hal negatif yang saya tangkap, antara lain:
  • Pembantu paling banter memperoleh jodoh buruh, kuli, sopir, penjaga warnet, kernet, sedangkan majikan bisa menggaet miliarder yang punya kapal pesiar, apartemen mewah, pakaian serba branded, dan kartu kredit unlimited.
  • Nama pembantu: Nunung, Iin, Menik, Atun, Siti, sedangkan nama majikan: Rossa (double S), Dilla (double L), Inge, Sisil, Mona, Virna.
  • Nama pasangan pembantu: Karim, Mas Mu (anonim), sedangkan nama pasangan majikan: David, Marco, Virlo.
  • Pasangan pembantu diilustrasikan seperti preman pasar, sedangkan pasangan majikan digambarkan sempurna tanpa cacat.
  • Pembantu diidentikkan dengan musik dangdut, sinetron kelas rendahan, dan infotainment.
Ide Andrei mungkin bagus, yaitu mengangkat harkat dan martabat pembantu di Indonesia. Hal ini terlihat dari adegan para pembantu yang bersemangat untuk belajar, pembantu bisa "dianggap" sebagai bagian dari keluarga, majikan harus lebih menyayangi para pembantunya, dan lain sebagainya. Secara general ia juga menekankan agar bagi siapapun yang menyandang gelar janda, haruslah menjadi janda yang terhormat. Saya mencatat ada (satu-satunya) kejutan yang cukup bagus di novel ini, yaitu ketika penulis membeberkan siapa yang menjadi pengkhianat dalam hubungan persahabatan para tokoh majikan.

Dari segi materi, rasanya tak banyak yang ditawarkan oleh Andrei dalam JJK ini. Konflik majikan-pembantu telah menjadi menu sehari-hari di negeri ini, baik yang diekspos melalui media cetak maupun media elektronik, baik sebagai realita maupun produk seni. Dongeng tentang janda-janda kesepian dan harapan mereka menghapus stigma negatif per'janda'an juga bukan barang baru. Kelemahan materi setali tiga uang dengan tidak ditunjangnya konflik yang memadai. Drama-drama yang dihadirkan mudah ditebak dan tidak ada solusi mengejutkan atas segala problematika yang dirancang. Serupa memandang laut yang tanpa derai ombak. Datar. Hambar.

Jujur, saya membaca novel ini bak seorang pelari halang rintang. Beberapa bagian (BUUUANYAK) saya lompati karena bertele-tele dan lebay. Cerita terkadang juga terlalu detail sehingga tidak memberikan ruang untuk berimajinasi bagi pembacanya (saya meminjam simpulan ini dari bahasan tentang Andrei Aksana di blog sastrawan-jahat). Inilah saat ketika saya dengan menyesal mengatakan bahwa penulis nampak "menggurui" dan tidak mampu menjadi storyteller yang pandai mengayun-ayunkan fantasi pembacanya. Semua-muanya dijabarkan.

Dari segi teknis percetakan, beberapa salah ketik/edit masih banyak. Hal lain yang agak mengganggu adalah inkonsistensi dari pemberian terjemahan bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, pada beberapa dialog. Bagi saya yang orang Jawa itu tidak masalah, namun bagi yang tidak paham bahasa Jawa, maka dipastikan pembaca tak akan mengerti pada sejumlah dialog yang terdapat di novel ini.

Bagi saya pribadi, novel ini tak memberikan kepuasan yang maksimal. Saya membaca hanya dengan jaminan nama penulisnya dan prinsip untuk membaca setiap buku yang sudah dibeli.

Namun demikian, kembali ke prinsip awal bahwa karya seni adalah tergantung selera masing-masing. Subjektivitas saya mungkin saja berbeda dengan Anda, jadi penilaian saya terhadap novel ini bisa juga berbeda dengan penilaian Anda.

Okay, selamat membaca, sobat!


Sinopsis (cover belakang)
Di balik gemerlap dan kemewahan kosmopolitan.
Di balik gaun, sepatu dan tas bermerek.
Di balik lipstik dan maskara.
Ada yang diam-diam menimpa perempuan-perempuan kota besar....

Rossa menjadi janda di usia muda. Menikah instan, cepat pula bercerai. Ternyata kegagalan itu juga menimpa Inge dan Dilla. Bagaimana pergulatan mereka dengan predikat janda? Dirindukan dan ditinggalkan. Digoda dan diremehkan.

Betulkah mereka mampu hidup tanpa lelaki? Malam yang sepi... ranjang yang dingin.

Cinta datang dan pergi dalam kehidupan Rossa. Siapakah yang harus dipilihnya? Pengusaha yang menghadiahinya cincin berlian Bvlgari? Atau cowok SMA, pacar keponakannya, yang mengiriminya seikat mawar merah?

Hari-hari Rossa diwarnai dengan kehadiran Nunung. Pembantu trendi, seksi dan enerjik. Dan... janda. Persamaan nasib membuat persahabatan terjalin di antara keduanya. Termasuk bersama-sama melalui pahit-manis cinta. Tapi bisakah dua budaya disatukan? Majikan dan pembantu? Kota dan desa? Pop dan dangdut?

Sampai suatu hari terjadilah peristiwa itu... Rossa memergoki kekasihnya berselingkuh....

Janda-Janda Kosmopolitan.
Yuk, tepuk gendangnya... tiup serulingnya... asyiiik!

0 komentar:

Post a Comment