Wednesday, March 31, 2010

(2010 - 8) Resensi Novel Metropop: Primadonna Angela - Magnet Curhat

Aku mau curhat ke kamu nih…



Judul: Magnet Curhat
Pengarang: Primadonna Angela
Penyunting: -
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Desain dan Ilustrasi Sampul: Maryna Design
Tema: metropop, romantisme, curhat, kasih tak terucap
Tebal: 232 hlm
Harga: Rp40.000 (disc 36% pd pesta Ultah GPU)
Rilis: Maret 2010

Saya langsung tertarik untuk memungut novel ini dari rak pajang toko buku ketika membaca judulnya. Tepat seperti yang berkelebat dalam benak saya bahwa metropop ini berbicara tentang seseorang yang menjadi tempat curahan hati orang, atau istilah kasarnya “tong-sampah” masalah orang. Magnet curhat pada dasarnya adalah seorang psikolog tanpa legalisasi surat praktik dengan pelayanan bersifat informal tanpa embel-embel profesi. Namun demikian, seorang magnet curhat tetap punya kode etik tak tertulis yaitu tidak diperkenankan menyebarluaskan informasi pribadi seseorang yang curhat kepadanya.

Terkadang, saya sendiri merasa menjadi seorang magnet curhat. Ada saja teman yang dengan gampangnya membongkar peti rahasia masalah pribadinya (atau non pribadi) kepada saya. Untuk kasus-kasus tertentu, saya bangga bahwa teman tersebut lebih nyaman memilih sharing dengan saya ketimbang orang lain. Pada kondisi begitu saya merasa menjadi seseorang yang berguna bagi orang lain, padahal tak jarang saya mempertanyakan “apa manfaat penciptaan” Tuhan atas saya di muka dunia ini. *curhat-serius*

Namun, menjadi magnet curhat tetaplah memiliki dua sisi berseberangan. Enak dan eneg. Menyenangkan dan menyebalkan. Di samping kebanggaan dan perasaan berguna bagi orang lain, sebal dan muak juga kadang bersembulan jika si pencurhat tak kenal waktu dan tempat langsung nyerocos ingin didengar masalahnya. Dapat dimaklumi bahwa orang yang sedang dalam masalah dan berniat curhat biasanya terlupa (terlambat) menyadari bahwa tempat curhat mereka adalah manusia, makhluk hidup serupa mereka, yang juga punya masalah dan bisa terserang bad mood.

Primadonna (Donna) Angela mengangkat tema tersebut dalam novel ini. Idenya berasal dari pengalaman hidup penulis sendiri dengan penambahan plot fiksi romantis ke dalamnya. Too bad, kalau bukan karena endorsement di sampul belakang buku yang bilang bahwa buku ini adalah karya ketujuh belas Donna (yap, 17, sepuluh ditambah tujuh), saya akan menyangka ini produk debutan novelis tak bernama. Entahlah, saya yang tidak tergoyang imajinasi Donna atau bagaimana, saya hanya bisa ikut hanyut arus aliran kisahnya tanpa dapat memungut kesan apapun di tiap adegannya. Padahal, saya sudah bersiap setidaknya mencatat quote-quote keren seputar percurhatan, ternyata saya hanya laksana menyeberang jembatan selebar telapak kaki yang terbentang di antara dua tebing setinggi ratusan kilometer tanpa debaran ketegangan sama sekali. Hambar.

Membaca novel ini saya berharap mendapatkan sesuatu sebagaimana saya memperolehnya ketika merampungkan-baca Heart Block-nya Okke Sepatumerah. Writer’s block yang menjadi benang merah novel itu berhasil diolah oleh Okke sedemikian rupa sehingga terasa menjadi inti novel sedangkan tambahan fiksi romantis yang dituangkan ke dalamnya tidak mengaburkan tujuan pokoknya. Berbeda dengan Magnet Curhat racikan Donna ini, justru saya merasa judul itu tidak menjadi inti pokok melainkan hanyalah secuil bumbu penyedap kisah romantis yang dibangun Donna. Garis besar lebih fokus membahas percintaan tokoh utama yang katanya didaulat sebagai magnet curhat oleh lingkungan sekitarnya. Inilah yang menjadikan penilaian saya bahwa novel ini tak lebih dari novel metropop biasa yang mementingkan detail deskripsi baju dan aksesoris yang digunakan para pelakonnya serta lokasi terjadinya adegan ketimbang esensi yang 'seharusnya' disampaikan melalui judulnya yang bagi saya cukup memikat. Atow, guwe-nya aja ya yang salah napsirin judulnya. Dunno!

Drama dan konfliknya juga terlampau sederhana. Karakter tokoh utamanya, Chenoa Rosa, lebih mirip campuran antara menggemaskan dan menyebalkan. Betapa tidak, hampir di keseluruhan halaman Chenoa kelihatan bingung, bimbang, dan selalu banyak pertimbangan sehingga saya jadi heran sendiri, apa yang membuat tokoh seperti ini bisa dipercaya orang lain untuk menjadi tempat curhat? Dan, oh, Chenoa ini sudah menjadi magnet curhat sejak lama, tapi sikapnya masih begitu-begitu saja? Kayaknya berlebihan juga kalau Chenoa disebut magnet curhat, secara yang minta curhat ke dia cuman segelintir orang doank. Ceilahhh, narsis bener minta dianggep magnet curhat. Mungkin, ini karena dalam bayangan saya, hidup si tokoh magnet curhat ini akan terus dirubung banyak orang yang seolah tertarik ingin menumpahkan segala unek-uneknya pada si tokoh ini. Pada kenyataannya, dalam novel ini klien Chenoa tidak sebanyak dalam angan saya.

Terlepas dari ide magnet curhat-nya yang ternyata sekadar tempelan, kisah fiksi romantisnya sendiri hadir tanpa menawarkan orisinalitas. Klise, khas novel-novel metropop kebanyakan. Tokoh ceweknya berkarakter biasa saja, nggak punya pengalaman pacaran, dimana dari sekadar tabrakan tiba-tiba ditaksir cowok pujaan yang guanteng buanged. Meskipun di akhir kisah dibeberkan kenapa si cowok jatuh cinta, ke-klise-an ini telanjur merusak khayalan romantisme ciptaan Donna ini. Adegan berkirim email-nya agak mirip film You’ve Got Mail-nya Meg Ryan – Tom Hanks, dan misteri hubungan antara Stefan, sang cowok guanteng buanged, dengan Benni (salah satu tokoh pendamping utama) sudah seperti plot sinetron, gampang ketebak dan lebayyyyyy. Logika cinta tak terucap di antara Chenoa – Stefan juga kurang dapet geregetnya. Dan, saya agak terganggu dengan dijadikannya novel ini sebagai ajang promosi Donna atas novel tulisannya yang lain, Resep Cherry. Meskipun saya belum membaca Resep Cherry, tapi saya yakin beberapa part yang melibatkan Resep Cherry di sini pasti diambil dari novel itu. Maaf, tapi bagi saya ini seperti iklan softdrink dalam sebuah film yang ditampilkan secara kasar. Kurang nge-blend.

Maka, saya sampai pada simpulan, bahwa bagi saya pribadi novel ini gagal tampil sebagai novel metropop yang ciamik, tidak memberikan hal baru, bahkan ending-nya tidak membekaskan kesan sedikit pun. Namun demikian, pujian tetap saya lontarkan pada material cover dan pilihan warnanya yang bagus.

Sinopsis (cover belakang)
Curhat memang mengasyikkan---tapi tidak bagi Chenoa Rosa. Statusnya yang masih single tidak menghalangi mereka yang sudah berumah tangga untuk curhat padanya. Julukan Magnet Curhat pun disandangnya dengan enggan. Toh Chenoa juga punya tempat curhat---sahabat emailnya nan misterius, Excalibur alias X.

Setelah berbulan-bulan, Chenoa akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai asisten pribadi. Seakan hidupnya kurang rumit saja, ia jatuh cinta pada Stefan, cowok yang lebih muda, yang bekerja paruh waktu sebagai satpam dan sopir.

Jati dirinya sebagai magnet curhat teruji ketika ia menyimpan sebuah rahasia. Apa Chenoa akan tetap memegang teguh rahasia yang dipercayakan padanya, meskipun dengan demikian Stefan akan menjauh darinya?

4 comments:

  1. Sy pengikt bru blog ini..salam knal!

    Truskan blognya kak,,sy suka bacanya wat referensi utk bli buku!

    ReplyDelete
  2. Hi, Endru...terima kasih sudah menyempatkan mampir.

    Diusahakan saya bisa terus meng-update resensi novel di sini, termasuk meningkatkan kualitas resensi buatan saya.

    Sekali lagi terima kasih.

    ReplyDelete
  3. hehhee... aku jadi follower.

    walau aku tau membajak itu haram hukumnya. tapi boleh tak, sekalian cantumin link2 yg bisa membajak/membaca gratis novel yg ada di blog ini.

    thanks udah di approve di goodreads

    ReplyDelete
  4. Thanks for coming Vester (huff, harus hati2 nulisnya, ntar kepleset jadli Vlester kan bahaya, hehehe)

    Wah, soal itu, saya nggak berani ya...kmaren sih rencana mo nyantumin preview sekilasnya saja yg dimuat di google.books, hmm, klo saya sih sometimes beli bajakan (donlot ebook-nya), tapi saya berusaha tidak menyebarkannya, hehehe...

    ReplyDelete