Thursday, May 31, 2012

Resensi Novel Metropop: Stiletto Merah, Senyawa Cinta, Alasan Sentimentil by Lusiwulan

[Uncensored] Membaca karya Lusiwulan itu seumpama berhubungan intim tapi tak pernah mencapai klimaks

Rating: 2 out of 5 stars


Judul: Stiletto Merah, Senyawa Cinta, Alasan Sentimentil
Pengarang: Lusiwulan
Editor: Raya Fitrah
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Pewajah sampul: Marcel A.W
Tebal: 192 hlm
Harga: Rp38.000
Rilis: Maret 2012
ISBN: 978-979-22-8212-2

Karuna Mae menapak jalan hidup yang terjal. Berlatar belakang keluarga broken-home dan masalah finansial yang membelit, memaksanya harus berjuang menjalani hidupnya yang sulit sejak belia. Berharap dapat meraih masa depan yang lebih gemilang, Runa tetap memilih untuk kuliah sambil bekerja. Namun, permasalahan timbul soal di mana ia harus tinggal demi menghemat uang. Adalah nasib yang mempertemukannya pada Dandre dan Javin, dua bersaudara bukan kandung-bukan tiri, yang dengan sukarela mengizinkan Runa tinggal di apartemen mereka dengan biaya sewa murah.

Lagi-lagi, sang takdir memainkan peranan, ternyata Dandre jatuh cinta pada Runa, maka tak lama kemudian mereka menikah, dan kisah liku-liku rumah tangga yang penuh warna menjadi hari-hari Runa-Dandre. Tentang Javin dan persoalan asmaranya bersama Molly. Tentang Giya, adik Runa, yang meemutuskan menikahi laki-laki bule yang sepatutnya menjadi ayah mereka. Tentang Selina yang tak henti-hentinya menggoda Dandre. Juga, tentang, Malda, gadis kecil yang perlahan-lahan merebut kasih sayang Runa. Ya, Runa, selama ini tidak begitu menyukai anak kecil sehingga bahtera rumah tangganya bersama Dandre hampir roboh karena persoalan anak ini.

Sebaiknya, kamu simak sendiri bagaimana Runa menghadapi seluruh dilema kehidupannya dalam novel metropop karya terbaru Lusiwulan bertajuk Stiletto Merah, Senyawa Cinta, Alasan Sentimentil.
source: bestof.longislandpress.com

Entah mengapa, pengalaman saya membaca karya-karya Lusiwulan (seri Zizi), termasuk Stiletto Merah ini seolah seperti merasakan (maaf) berhubungan intim yang tidak pernah mencapai puncak kenikmatan. Lemas iya, tapi tak puas. Padahal segala atribut menuju puncak kenikmatan itu sudah tersedia. Hanya saja, eksekusinya yang (mungkin) kurang berhasil, sehingga saya tak pernah diantarkan menuju ke sana.

Stiletto Merah, Senyawa Cinta, Alasan Sentimentil, sebenarnya memberikan pemahaman baru tentang teori cinta. Dan, bab 1 sukses membuat saya manggut-manggut dan menerbitkan senyum ‘oh-gitu-ya?’ ketika membacanya.
Cinta berdasar filosofi pohon: cinta tunggal; cinta bercabang.
Cinta berdasar filosofi jalan 2: cinta mulus; cinta berlubang.
Cinta berdasar kejernihan: cinta murni; cinta oplosan.
(hlm. 8-9)
Bagi saya, bab awal ini seolah menjanjikan jalan cerita sebuah komedi romantis yang penuh nuansa cinta yang menggemaskan. Namun, ternyata, bagi saya, cerita dalam novel ini masih kurang begitu menggoda.

source: aminrukaini.com

Oh, jangan salah paham. Dalam soal urusan, ahem, s-e-x, novel ini menyuguhkan beragam gaya. Pokoknya, sedikit-sedikit, teori-teori yang dikemukakan ujung-ujungnya ya ke tiga huruf tersebut. Si perempuan jealous karena merasa si laki-laki ‘terpikat’ seorang janda muda nan seksihhh, lalu membuat perangkap ‘ranjang’ untuk membuktikan bahwa si laki-laki masih menjadi milik si perempuan itu seorang. Yah, semacam itulah. Meskipun, tentu saja, novel ini tidak sampai sejauh itu menjelaskan bagaimana pergulatan badan di atas ranjang. Oh! Oh!
Seluruh pakaian telah kutanggalkan. Sashimi dan sushi yang kubeli tadi kutata di atas tubuhku, mulai dari tubuh bawah, menjejerkannya dengan rapi di paha, lalu di atas perut dan dada.
(hlm. 56)
Soal jalan ceritanya sendiri sebenarnya cukup berwarna, yang kesemuanya diikat dalam benang merah ‘ketidaksiapan’ Runa untuk mendapat anugerah anak dan ‘ketakutan’ akan kehilangan suami tercinta jika anak tak segera masuk dalam rumah tangga mereka. Kegamangan menentukan pilihan inilah yang menjadi jalan panjang nan berliku yang diangkat Lusiwulan dalam novelnya ini.

Jika ditanya, apa sih yang sebenarnya kurang dari novel ini? Lagi-lagi akan saya katakan soal eksekusinya. Serupa menggoreng tahu isi. Luarnya masih mentah, nyatanya taoge dan bihun di dalamnya sudah gosong. Maksudnya, novel ini sudah menyuguhkan begitu banyak menu camilan untuk mendukung menu utama, mulai dari kisah si adik ipar dengan pasangannya, kisah keluarga mertua angkatnya, kisah adiknya yang menikah dengan laki-laki bule, kisah panti asuhan dan segala perniknya, serta kisah-kisah sahabat-sahabatnya, namun kisah-kisah tersebut seolah kurang menghidupkan cerita utama. Jujur, saya sendiri bingung mencari kekuatan dari novel ini, selain hanya pamer teori-teori cinta yang ‘oh-ternyata-gitu-toh!’ dan juga teori feminisme, salah satunya tentang penis envy yang dicetuskan Sigmund Freud (hlm. 84).

Ngomong-ngomong, apakah Lusiwulan ini sebelumnya berkecimpung di dunia penulisan cerpen? Oh, tidak, saya tentu tak akan men-judge apa-apa. Hanya saja, saya pernah mendengar seorang pakar ‘sastra’ yang menjelaskan tentang fenomena cerpenis yang terjun menjadi novelis. Bahwa cerpen yang pendek memiliki ‘napas’ yang pendek dan bisa mengakhiri cerita dengan segera, sedangkan seorang novelis membutuhkan ‘napas’ yang panjang mengingat novel memang harus bercerita lebih panjang ketimbang cerpen. Nah, saya merasa begitu juga ketika membaca novel ini. Bab demi bab-nya terkadang terlalu pendek seperti kehabisan ‘napas’ maka harus dihentikan di saat itu, lalu dimulai bab baru dengan napas baru.

Baiklah, dari segi cetakan. Hmm-hmm. Masih terlampau banyak typo-nya. Saya pengen berkomentar soal judul, tapi sebaiknya saya tahan saja. Bisa saja judul dibuat sedemikian rupa untuk mendapatkan nilai estetika yang diharapkan. Langsung saja ke catatan typo dalamnya saja:
(hlm. 39) Diakhir = Di akhir
(hlm. 42) perusaahaan = perusahaan
(hlm. 44) pecinta = pencinta
(hlm. 46) kanan, kiri dan belakang = kanan, kiri, dan belakang
(hlm. 51) Satu, dua atau tiga = Satu, dua, atau tiga (dan masih banyak yang sejenis)
(hlm. 66) “peristiwa langka’ = “peristiwa langka”
(hlm. 74) dengan si asisten dosen itu pacarku berhasil = ambigu
(hlm. 99) perlombaan lebih efisiensi = efisien
((hlm. 100) menayakan = menanyakan
(hlm. 105) kumpu-kumpul = kumpul-kumpul
(hlm. 112) pria tampan berusia yang kutebak berusia sekitar
(hlm. 114) mengendalikannya seseorang
(hlm. 114) ses-eorang = penggalan yang kurang enak
(hlm. 129) Tasya = Tasy
(hlm. 130) bersamangat = bersemangat
(hlm. 143) menggangu = mengganggu
(hlm. 144) kerjasama = kerja sama
(hlm. 145) mak comblang = makcomblang
(hlm. 149) diperbaharui = diperbarui
(hlm. 150) tentram = tenteram
(hlm. 153) mengangetkan = mengagetkan
(hlm. 154) alat pada mungil yang = ambigu
(hlm. 154) kulangi = kuulangi
(hlm. 154) tanggungjawab = tanggung jawab
(hlm. 156) mencelos = mencelus
(hlm. 156) semata-mana = semata-mata
(hlm. 157) si dia menolehkan dan memelototiku = ambigu
(hlm. 168) mengganggap = menganggap
Quote of the book: “Ada orang yang seumur hidupnya tidak tahu apakah dia bahagia atau tidak, yang penting hanya menjalani hidup (hlm. 161)

Secara keseluruhan, saya kurang terhanyut oleh teori Stiletto Merah, Senyawa Cinta, atau pelbagai Alasan Sentimentil yang diracik oleh Lusiwulan. Bagi saya, dua bintang saja yang saya sematkan pada novel metropop ini.


Selamat membaca, Kawan!

PS: resensi ini merupakan materi posting bareng Blogger Buku Indonesia (si Bebi) yang kali ini dengan tema, “Buku Terbitan Gramedia Pustaka Utama.”

6 comments:

  1. woah, detil banget koreksi typonya =) btw, kenapa buku2 metropop sekarang nama karakternya aneh2 ya, ihihih...dan btw lagi, sashimi di sekujur tubuh, hmmm kayaknya kok menimbulkan bau nggak sedap, bukannya menggoda. hahahaha

    ReplyDelete
  2. menyimak koreksi typonya :)
    wah kl sering2 baca buku pengarang ini, jadinya lemes terus dong :(

    ReplyDelete
  3. Wow.. ini masuk kategori buku nanggung berarti ya~ sayang sekali. Bagus tapi endingnya kurang joss *manggut2*

    ReplyDelete
  4. buku kipas dong :))
    nama tokohnya banyak banget ya...

    ReplyDelete
  5. Wah, banyak typo lagi ya?
    eh senyawa cinta itu ada hubungannya sama kimia Ngga mas? *kembali ke habitatku

    ReplyDelete
  6. wakaka suka kalimat pertamanya. sering sih nggak klimaks kalo baca metropop, kebanyakan naggung. agak kecewa dg karya Lusiwulan yg terakhir jadi males mau baca buku dia lainnya. tapi pengen nyoba ini sih, apakah akan mencapai klimaks ketika ku baca ^^
    jadi inget kata kak Roos, dulu dia bilang ada anggota GR yang suka menandai typo di setiap buku yg dia baca, hah masak sih? itu komentarku dulu. dan ternyata emang g salah, list typonya lengkappp :))

    ReplyDelete