Sunday, December 6, 2009

Resensi Novel Metropop: Evy Ervianti - If

Andai saja "pujian-pujian" tidak se-berlebihan itu



Judul: IF
Penulis: Evy Ervianti (evy_if@yahoo.co.id)
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tema: Cinta Terlarang, Olahraga Beladiri, Cinta Bersegi, Persahabatan
Tebal: 240 halaman
Harga: Rp40.000
Beli online di inibuku (dicount 15%): Rp34.000
Rilis: Oktober 2009 (cet. 1)

Saya dulu, sampai sekarang juga masih, ingin membuat sebuah novel yang berlatar belakang sesuatu yang saya senangi dan membekaskan kesan yang cukup dalam. Klub ekskul Pramuka. Selain karena kesan, saya juga ingin membuat novel itu berguna secara langsung. Mungkin, bahkan, novel saya bisa menggantikan buku saku Pramuka yang merupakan buku "wajib" dibawa bagi setiap anggota Pramuka sebagai panduan dalam bertindak. Novel tersebut saya istilahkan sebagai Novel Edukasi. Buku fiksi yang memberikan pelajaran nyata. Sayang sekali, impian hanya lah sekadar impian. Sampai dengan saat ini, saya malah tak mampu menetaskan telur imajinasi saya tersebut.

Novel metropop bertajuk IF karya Evy ini dapat saya katakan hampir mendekati istilah Novel Edukasi yang saya sebut tadi. Menurut sang penulis, inspirasinya muncul begitu ia menyenangi Kempo,
"Aku kenal kempo tiga bulan saja saat maba (mahasiswa baru) harus pilih ekskul. Kesasar di kempo, tapi jadi membekas di hati karena filosofinya yang agung. Tidak aku lanjutkan, karena terhalang kuliah anatomi, histologi, fisiologi dll., yang bikin klenger. Selanjutnya lebih senang jadi pemerhati Kempo yang bercita-cita ingin membuat cerita berlatarbelakangkan olahraga itu,"
begitu tulis Evy di halaman about me, di bagian akhir novelnya. Sejauh yang saya tangkap, malah, jangan-jangan ini benar based on true story-nya Evy sendiri semasa kuliah dulu?? Kempo dan kedokteran adalah dua realita yang benar-benar
pernah ia jalani. Jadi apakah suaminya yang sekarang ini bernama Mas Firman?? Penasaran mode =on. *toeng-toeng-toeng*

Awalnya saya sudah hampir memasukkan novel ini ke "Cancelled-List" saya, yaitu daftar novel-novel metropop yang saya tunda membeli-membacanya karena kurang tertarik. Jujur, front cover nya sungguh biasa saja. Kurang impresif. Mungkin, inilah saat yang tepat untuk saya mempercayai pepatah, "don't judge book by its cover," karena, well, untuk novel debutan, IF cukup layak untuk dikoleksi, especially bagi pecinta novel metropop.

Saya memang tidak akan memuji IF sebagai novel debutan yang "excellent" sebagaimana saya sematkan pujian tersebut untuk novel debutan Ika Natassa, A Vey Yuppy Wedding, yang masuk dalam Top Ten Favorite Books List saya. Enak dibaca, iya. Cerita mengalir lancar, iya. Menambah pengetahuan baru, iya (saya jadi tahu soal Kempo). Namun, di akhir novel, saya hanya bisa bergumam, "hmm....not bad," yang saya artikan sebagai, "sebenarnya cerita bisa lebih seru dan lebih hidup lagi nih." Entahlah, saya merasa ada beberapa part yang bisa diberikan sentuhan lain sehingga cerita bisa mengalir lebih natural dan tidak terkesan "fiksi" banget (ngayal buangeedd geetoh).

Saya memaklumi bahwa pepatah Jawa mengatakan, "witing tresno jalaran soko kulino (mulanya/tumbuhnya cinta karena terbiasa)," terkadang ada benarnya. Tetapi, ya mosok, terus cinta hanya berkutat di lingkungan itu-itu saja. Mungkin bermaksud fokus, tapi malah sedikit membosankan bagi saya. Agak kurang berwarna. Seperti IF ini. Hampir beberapa tokoh yang hadir ada sangkut pautnya dengan Kempo. Ya...cowok pujaannya, ya...cowok penggantinya, ya...adik cowoknya, ya...teman-temannya, semua-muanya berpredikat kenshi (sebutan untuk penggelut seni beladiri Kempo). Bukan mustahil, memang. Hanya saja, menurut saya, ya...itu tadi, agak boring jadinya. Ketemu sama orang yang itu-itu saja. Masih syukur ada tokoh "calon-suami-batal"nya yang di luar lingkup Kempo, meskipun agak lebay ketika si penulis justru membuat tokoh ini agak anti-Kempo. Saya jadi membayangkan bagaimana situasi akan menjadi lebih menggiurkan kalau saja calon-suami-batal ini juga tak masalah dengan Kempo, sehingga daya saingnya dengan cowok-obsesi si tokoh utama menjadi lebih kuat. Aroma konflik pasti lebih tajam, dan diharapkan lebih memikat.

Summary tokoh: Kika (kenshi/sekolah dokter - aku), Widhi (kenshi/calon dokter - cowok obsesi Kika), Mas Ari (calon dokter - pacar/calon suami pilihan tantenya), Tante Rina (dokter - tante Kika), Dr. Bangun Prasojo (dokter - Oom Widhi), Nina (kenshi/teman kuliah kedokteran - teman dekat Kika), Mas Firman (kenshi/calon dokter - kakak Nina), Lena (istri Widhi).

Selain homogenitas latar belakang tokoh-tokohnya, yang agak mengganggu dari jalinan cerita buatan Evy ini adalah keinginannya untuk menunjukkan pada siapapun, terutama orang yang di luar lingkup Kempo, bahwa seni beladiri ini menjunjung filosofi-nya yang agung (halaman 18: Perangilah Dirimu Sendiri Sebelum Memerangi Orang Lain serta Kasih Sayang Tanpa Kekuatan Adalah Kelemahan, Kekuatan Tanpa Kasih Sayang Adalah Kezaliman). Saya sendiri terkesan dengan filosofi tersebut, namun semua menjadi blunder ketika penulis juga "memaksakan" untuk mengagungkan para "kenshi"nya. Beberapa kali penulis (diwakili tokoh aku) melontarkan keyakinan bahwa "Kenshi itu begini, Kenshi itu tidak mungkin begitu." Mengapa saya sebut blunder, ini murni analisis pribadi saya, karena plot berikut, (spoiler alert) Kika yang sadar dirinya tidak mencintai Mas Ari justru berlagak mencintainya selama kurang lebih 2 tahun (apakah itu bukan berarti dia sedang melakukan kebohongan?) Kika yang sudah terikat status "pacar" Mas Ari justru bermain api dengan tidak membasmi benih cinta yang tumbuh dari hatinya kepada Widhi, begitu pula Widhi yang tidak tegas terhadap Lena dan justru menyambut "bara-api-pengkhianatan" yang disodorkan oleh Kika? Saya melihatnya ini, justru "menghantam" keagungan kenshi yang oleh penulis digembar-gemborkan. If (mengutip judul novel ini) penulis tidak memaksakan diri untuk juga mengagungkan orang-orangnya (kenshi-nya) saya akan lebih mengapresiasi novel ini. Saya lupa, apakah ada bagian yang menyadarkan bahwa "kenshi juga manusia (yang lemah)" yang bisa jatuh tersungkur dikontrol hawa nafsu, sehingga tak kuasa menolak hal-hal tersebut. Sungguh, bagi saya ini adalah bumerang yang berputar-melayang-menghantam kembali pada keagungan filosofi Kempo itu sendiri.

Oiya, satu lagi yang agak annoyi
ng. (spoiler alert) Entah, berapa kali (sering pokoknye), adegan saling melirik jemari antara Kika - Widhi setiap bertemu (sehabis liburan bersama ke Thailand) untuk melihat apakah masing-masing masih mengenakan cincin kenangan itu atau tidak. Bagi saya, sesuatu yang berulang kali diceritakan, dengan kemasan yang kurang pas, bisa menjadi membosankan, karena setiap adegan itu diulang saya akan langsung menebak, "oh, pasti mau menceritakan soal itu...nah, benar kan?", dan maaf-maaf saja, saya juga tak begitu menyukai usaha Evy menampilkan adegan tersebut berulang-ulang di dalam IF ini.

Sekadar opini: (spoiler alert) Bab 1 berhasil menyemaikan bibit curiosity (penasaran) saya, scene kucing-kucingannya Kika untuk bisa bertemu dengan cowok obsesinya benar-benar membuat saya berdebar-debar, meskipun ada juga adegan "klise-gampang-ditebaknya". Bab 2 menghancurkan imajinasi saya untuk tetap menyimpan rasa penasaran akan obsesi Kika pada cowok misterius tersebut. Atas nama "kebetulan" akhirnya Kika dan cowok itu dipertemukan dalam sebuah paket liburan ke Thailand yang, hmmm....kurang bisa memvisualisasikan pesona Thailand yang kesohor itu. Apakah ada yang pernah membaca Lelaki Terindah-nya Andrei Aksana, saya lebih bisa membayangkan keindahan Thailand dalam novel-nya Andrei itu ketimbang novel-nya Evy ini. Bagi saya, visualisasi yang berhasil jelas sangat saya nantikan ketika saya membaca buku yang mendeskripsikan suatu daerah yang tidak (belum) pernah saya datangi/kunjungi. Biar saya punya imajinasi untuk bermimpi, gitu maksudnya.

Inti cerita (mulai saat ini saya tidak akan mengomentari lagi soal status kekinian dari tema, karena sudah sangat jarang sekali buku baru mengupas tema yang berbeda, yang paling penting adalah kemasannya, apakah penulis berhasil mengemas tema yang diangkatnya menjadi tulisan yang enak untuk dibaca): kasih tak sampai, pertanyaan tentang kesetiaan, perlukah memperjuangkan cinta sejati, sampai dengan pertanyaan pokok yang diambil sebagai judul novel ini, yaitu IF - Bila - Jika - Kalau Saja - yang adalah pengandaian. Bagi umat muslim pemikiran pengandaian adalah sebuah pemikiran yang dilarang - tidak disukai Alloh. Terkesan tidak pernah bersyukur atas segala karunia yang diberikan-Nya. Semoga hanya saya saja yang berpikiran sampai ke sini, agar tak mengganggu kenikmatan membacanya, iya...ini kan cuman nopel, plis dech...ga perlu seserius itu kaleeee.......

Bobot utama novel ini adalah terletak pada subjek Kempo yang menjadi latar belakang keseluruhan cerita. Beberapa istilah Kempo bertaburan hampir di sepanjang cerita, semisal: kenshi, dogi, dojo, randori, embu, dan sebagainya. Meskipun tidak sampai memberikan detail teknik-teknik ber-Kempo, namun Evy cukup berhasil menyajikannya sehingga beberapa teman jejaring sosial saya sampai berkomentar jatuh cinta pada kempo gara-gara novel ini. Dan, saya pribadi, meskipun tidak berminat menggeluti Kempo juga sudah cukup merasa gembira dengan pengatahuan baru tentang Kempo yang ditampilkan Evy dalam novel debutannya ini.

Overall...yah, not bad lah untuk ukuran novel debutan. Semoga untuk karyanya yang mendatang, Evy lebih bisa mengeksplorasi kemampuan menulisnya. Amiiinn...

Enjoy reading, people!

Sinopsis (cover belakang)
Buat Kika, Kempo adalah olahraga beladiri yang sudah menyatu padu dalam dirinya. Filosofinya yang agung sudah begitu tertanam dalam sanubari. Berkat Kempo pula Kika mengenal sebentuk cinta yang lain. Cinta yang tak terduga, yang seharusnya tidak boleh dia punya. Cinta yang seharusnya tidak dia berikan begitu nyata pada seorang kenshi bernama Widhi.

Bila, kemudian cinta begitu menguasai diri... akankah sebentuk hati hanya menjadi budak sebuah obsesi?

Bila, dalam perjalanannya cinta telanjur diikrarkan... akankah bisa dipersatukan?

Bila, akhirnya cinta menjadi hal yang terlarang... akankah Kika dan Widhi berserah diri atas nama cinta?


Sinopsis (website Gramedia version)
Kika, seorang dokter muda, jatuh cinta pada cowok yang sering dilihatnya di toko buku pada hari Jumat sore. Itulah sebabnya setiap Jumat dia menyempatkan diri ke sana, untuk membeli buku, sekaligus melihat cowok dambaannya.

Ternyata Tuhan mengabulkan keinginannya. Kika bisa berkenalan dengan cowok tersebut, Widhi namanya, dalam situasi yang tak diduganya. Widhi adalah dokter spesialis muda, keponakan dosen Kika.

Cinta bersemi di antara mereka ketika keduanya memperoleh kesempatan mengikuti rombongan dokter yang akan mengikuti seminar ke Thailand. Mereka berdua sangat cocok. Apalagi keduanya menggeluti hobi yang sama, yaitu olahraga kempo.

Namun cinta mereka terhalang dua tembok kukuh. Kika telah dua tahun dijodohkan oleh tantenya dengan Ari, yang ternyata juga mengenal Widhi. Sementara Widhi sedang menjelang pernikahannya dengan Lena.

Sebetulnya Widhi ingin sekali menikah dengan Kika, asal Kika mau meninggalkan Ari. Tapi bukan itu masalahnya. Bagi Kika, kalau itu dia lakukan maka dia akan menghancurkan hati seorang wanita lain.

Namun ternyata hidup tak selalu sesuai keinginan. Hubungannya dengan Ari putus, sementara Widhi sudah menikahi Lena. Namun di tengah kesedihannya, Kika memperoleh sebentuk cinta yang dewasa, cinta dari seseorang yang telah lama menunggunya....

0 komentar:

Post a Comment