Diksinya
JUARA!
Seorang perempuan di kota tua, membangun sisa-sisa harapannya bersama mi yang diolahnya dengan suatu resep rahasia. Di suatu perumahan baru di pinggir kota, seorang pemuda membangun mimpi dan ide-idenya akan kehidupan normal dengan sang perempuan pujaan. Di suatu sudut mal, seorang sahabat menanti dengan debar sahabat yang dalam diam dipujanya. Di suatu restoran yang terimpit oleh gedung-gedung perkantoran megah, seorang pramusaji bertemu kembali dengan kisah lamanya yang dipikirnya telah mati saat demonstrasi. Di suatu acara televisi nasional, seorang penyanyi lawas berharap-harap cemas untuk mendapatkan popularitas dan kejayaannya kembali. Di sudut lain pada kota yang remang, dua peristiwa besar terjadi; suatu transaksi perasaan, juga pelajaran panjang tentang patah hati.
Andai saja satu hari dalam hidup seseorang dapat diulang, akankah ia bisa mengubah jalan hidupnya? Ataukah hidup memang kadang punya cara sendiri untuk menertawakan rencana-rencana naif manusia?
Judul:
Skenario Remang-Remang (SRR)
Pengarang:
Jessica Huwae
Editor: Mirna
Yulistianti
Proofreader:
Dwi Ayu Ningrum
Desain
sampul: Staven Andersen
Penerbit:
Gramedia
Tebal: 179
hlm
Harga: Rp43.000
Rilis: Juni
2013 (cet ke-1)
ISBN:
978-979-22-9738-6
Kehadiran
buku ini laksana janji temu dengan kawan lama yang akhirnya kesampaian. Macet,
hujan, tumpukan kerjaan, semua diabaikan demi bertemu kawan lama itu. SRR
menyiram kehampaan kenangan akan tulisan seorang Jessica Huwae yang sempat
menerbitkan satu buah novel metropop, soulmate.com
pada tahun 2006. Impresif. Novel debutan itu langsung memikat hati sehingga
terus dan terus berharap ada karya Jessica berikutnya. Dan, ketika mendengar
kabar bahwa Jessica akan menerbitkan karya lagi (SRR) saya langsung tak sabar
menunggunya. Sayang seribu sayang, jadwal launching
buku ini ternyata bertepatan dengan jadwal saya dinas luar kota sehingga tak
dapat menyempatkan diri berhadir di sana. Beruntung, saya justru berkesempatan
memegang dan membaca buku kumpulan cerita ini satu minggu sebelum SRR secara
resmi dirilis. Yayyyy....makasih mbak
Jessica.
Saya sudah
berjanji untuk lebih dapat menyukai buku kumcer dan mencoba merasai kenikmatan
membaca cerita pendek. Apalagi saya pun sedang bereksperimen menulis cerita
pendek, meski hanya untuk dibaca-baca sendiri. SRR langsung menggebrak dengan
kisah demi kisah yang dirangkai Jessica dengan begitu asyik. Yang paling kuat
dari keseluruhan elemen, menurut saya, adalah diksinya yang indah nan
menghanyutkan. Well, ketika membaca
soulmate.com pun saya sudah salut dengan diksi racikan Jessica. Maka, tak heran
sebenarnya jika SRR ini juga tampil demikian halus, meskipun toh saya tetap
terkagum-kagum. Dan... iri. Ah, saya pengen
juga bisa bikin cerita dengan diksi
demikian indah. Keren!
Dari 14
cerita yang ada di SRR, saya paling terpesona dengan cerita kedua, Gate 4. Hohoho, what a twist! Saya sampai benar-benar ternganga. Dan, kamu tahu?
Saya membaca kisah ini bertepatan ketika saya menunggu pesawat saya boarding! OH-MY! Pas-surapas banget deh pokoknya. Saya jadi dapat feel-nya secara maksimal. Speechless. Suka pake banget lah untuk kisah ini.
Berikut komentar
saya pada kepingan-kepingan cerita dalam puzzle
SRR karya Jessica Huwae:
1. Resep
Rahasia Tante Meilan
Kisah
ini menempatkan Tante Meilan, seorang Tionghoa yang kehilangan suami dan
anak-anaknya pasca kerusuhan Mei 1998, untuk berjuang keras bertahan hidup
dengan membuka kedai mi ayam yang superlaris namun menerbitkan kedengkian di
hati para pesaingnya. Bahkan salah satu di antaranya bersikeras mencari resep
rahasia kelezatan mi ayam itu. Dan resep rahasia itu... benarkah ada?
2. Gate
4
Dua
orang bertemu di ruang tunggu bandara. Seorang di antaranya tampak menekuni
laptopnya, sementara seorang lagi baru masuk dan mendapati hanya di sebelah
pemilik laptop itulah yang bangkunya masih kosong. Setelah berbasa-basi
singkat, keduanya mulai terlibat percakapan yang seru, bahkan cenderung pribadi.
Tapi, seseorang dari keduanya mengisahkan cerita bualan dalam sesi curhat itu.
Siapa? Untuk apa? Itu twist di akhir
cerita yang membuat saya syuka-syuka-syuka
sama kepingan cerita ini.
gambar dari sini: http://just-euphoria.blogspot.com |
3. Satu
Hari Dalam Hidup Aidan
Saya
percaya pada hukum sebab akibat. Setiap kejadian ada alasannya. Setiap keadaan
pasti ada yang menimbulkannya. Bahkan, satu kebetulan pun sebenarnya berawal
dari satu buah sebab yang mengakibatkan terciptanya kebetulan itu. Apa yang
dialami Aidan di masa kecilnya bisa menjadi “alasan” mengapa ia melakukan hal
demikian ketika dewasa.
4. Mencintai
Elisa
Benarkah
cinta memudar seiring berjalannya waktu? Haruskah tiap saat kita menyirami
benihnya dengan setuang madu sayang dan setimba air cinta? Kisah ini merenda
perjalanan cinta seorang suami pada istrinya, Elisa, yang pada akhirnya dikalahkan
putaran waktu.
5. Mengeja
Perempuan Dalam Kesunyian
Siapa
yang salah jika kita justru melesatkan panah cinta ke arah yang tak tepat? Dan
ketika kita sadar itu tak tepat, dan ada sasaran lain yang lebih mudah bahkan
tampak mendekat ke kita, apakah kita langsung mengalihkan bidikan ke sasaran
baru itu? Ambillah keputusan secepatnya. Lengah sedikit, target akan jauh dan menghilang.
“Berhentilah
memandang ke pintu yang tidak akan pernah dibukakan bagimu.” (hlm. 65)
6. Skenario
Remang-Remang
Kisah
yang menjadi judul buku kumcer ini juga tak kalah istimewa. Dan, benar-benar
sesuai judulnya. Cerita dirupakan dialog saja, tanpa narasi. Setting, background, dan karakternya
harus kita tebak sendiri. Benar-benar dibuat samar. Remang-remang. Jempol dua!
gambar dari sini: http://kfk.kompas.com |
7. Menjemput
Bapak
Ini
tentang anak yang menceritakan bapaknya. Bapak yang tak pernah meninggalkan impresi
positif bagi sang anak, bahkan telah lama si anak minggat dari rumah. Kabar
tentang bapak yang sakit keraslah yang membawanya pulang, sampai ia menyaksikan
ibunya menjemput Bapak.
8. Nostalgia
Rasa
Sebuah
kisah tentang kenangan akan beragam rasa di dada tentang seseorang. Dikisahkan
dengan gaya tulisan ibarat surat atau diari privat, kisah ini menguraikan
sebuah transformasi cinta yang begitu dalam meski tak tergenggam.
9. Elegi
Sabtu Sepi
Pertemuan
demi pertemuan menyemarakkan hari. Terkhusus bagi sang perempuan. Bahkan,
jadwal rutin pertemuan itu lambat laun mengubah persepsinya. Ia yang sinis pada
kehidupan mulai memandangnya dari sudut yang lain. Tapi mengapa, justru si
lelaki pergi ketika ia mulai tak sinis lagi?
“Dalam
hati aku bertanya-tanya, apakah mal dan pusat perbelanjaan memang tidak
dirancang untuk kesendirian? Lantas mengapa semua orang tampak berpasangan?”
(hlm. 98)
10. Jalan
Kembali
Ini
tentang kisah haru nan mengagumkan dari seorang mantan popstar yang tak dinyana menemukan jalan untuk kembali ke bawah
hujanan lampu sorot ketika diundang tampil di suatu acara televisi. Sanggupkah
sang mantan diva ini memancarkan kembali kemilau sinarnya?
11. Galila
Kisah
ini tentang Galila, anak pertama di kampungnya yang tak memiliki nama belakang
akibat ulah ayahnya. Galila kecil tak paham mengapa harus demikian. Tanya saja
pada sang mama yang merajut kepedihan karena kepergian ayah. Mengapa ayah
pergi?
12. Semangkuk
Salad dan Setumpuk Kenangan Saat Jam Makan Siang
Kisah
ini juga berlatar belakang masa-masa reformasi. Kisah cinta yang terajut pada
dua dunia yang berbeda, disatukan dalam periuk yang sama, perjuangan pembebasan
dari pengekangan rezim yang katanya tak benar. Bertahun-tahun kemudian, dua
insan masih juga dipertemukan. Namun, tentu saja, waktu telah menggerus semua
yang ada. Apa-apa yang dulu tampak bagus mendadak berubah tak keruan. Mengapa?
Itulah tanya yang menyergap. Bagaimana bisa?
gambar dari sini: http://www.thegourmetbagelshoppe.com |
13. Pelajaran
Patah Hati
Patah
hati itu alami. Kata ibunya, manusia mempelajari patah hati justru dari Tuhan
melalui berbagai kesulitan hidup. Demikianlah, sang tokoh dalam kisah ini mempelajari
satu demi satu episode patah hatinya. Sampai kapan?
14. Segitiga
Cinta.
Disemai. Dipupuk. Disiangi. Disirami. Dijaga. Dipanen, ketika waktu telah tiba.
Tapi, ada masa, cinta itu... mati. Meskipun telah diajaga mati-matian. Jika
sudah begitu, ada kalanya dua insan pencinta ini akan memutuskan untuk berpisah,
membawa ini-itu yang menjadi jatahnya. Jika ada satu yang tak diingini keduanya,
bagaimana harus memutuskannya? Siapa yang harus membawa “itu”?
Okay, saya memang tak selesai membaca buku ini dalam sekali
duduk saja. Bahkan terputus-putus beberapa kali. Tapi, sebenarnya itu lebih
karena saya memang harus melaksanakan tugas sehingga tak memungkinkan diri
menyempatkan baca buku ini. Pada akhirnya saya selesai juga. Dan, benar-benar
puas membacanya. Lagi dan lagi dan lagi dan lagi, saya akan memuji bagaimana
diksinya yang begitu menawan. Mungkin ada satu atau dua cerita yang biasa saja,
tapi kemasannya itu yang membawa saya seolah terbang ke awan. Saya suka!
Dari segi
cetakan, masih ada beberapa typo meskipun tak banyak, dan seingat saya hanya
pada beberapa cerita. Sebagian besar cerita hampir-hampir bersih dari salah
ketik. Ini beberapa yang saya temukan:
(hlm. 42) ...pos yang terletak bibir Gang Sawo... = ...terletak di bibir...(hlm. 49) menyeterika = menyetrika(hlm. 55) Diacuhkannya Elisa = Tak diacuhkannya Elisa (sesuai konteks kalimat)(hlm. 99) Lantas kamu mulai acuh = Lantas kamu mulai tak acuh (acuh tak acuh)(hlm. 149) ken-apa = ke-napa(hlm. 157) mempercayai = memercayai
Baiklah. Buat
para penikmat kumpulan cerita, SRR ini mesti kamu baca dan koleksi. Buat teman
yang bernasib sama seperti saya, sulit ‘mengapresiasi’ cerita pendek, SRR ini
bisa juga kamu coba untuk bacaan pertamamu. Saya sih tak mengalami hambatan
berarti ketika membacanya, cenderung enjoy
dan santai (kayak di pantai). Jadi,
tak ada salahnya kamu coba, teman.
Rating: 4 out of 5 star.
Wah jadi makin penasaran baca ini. :D nice review, bang Ijul. ^^
ReplyDelete@Aul...makasih Aul, aku memang suka banget sama diksinya sih, mungkin cerita biasa ya...tapi gegara diksinya jadi istimewa...:)
ReplyDeleteokeh langsung melesat ke toko buku nih
ReplyDeletethanks loh mas ijul sudah meracuni saya
hahaha...