Menemukan yang Tertepat
Luisa dan Raka, dipersatukan oleh luka.
Luisa yang patah hati setelah ditinggal Hans, memilih menghabiskan waktunya di kantor sampai malam. Bekerja tak kenal lelah. Siapa sangka, ternyata bos di kantornya juga baru putus cinta. Mereka sama-sama mencari pelarian. Mengisi waktu-waktu lengang selepas jam lembur dengan menyusuri jalan-jalan padat ibu kota. Berdua. Membagi luka dan kecewa.
Antara bertahan pada kenangan, atau membiarkan waktu yang menyembuhkan. Baik Luisa ataupun Raka membiarkan hubungan mereka berjalan apa adanya. Hubungan yang dewasa tanpa ungkapan cinta. Mungkin rasa aman dan nyaman bersama kenangan, membuat Luisa dan Raka malas menyesap rasa baru dalam hubungan mereka.
Namun, bagaimana jika seiring berjalannya waktu, Raka mulai benar-benar jatuh cinta ketika Luisa justru sedang berpikir untuk kembali kepada Hans? Ternyata bukan tentang waktu. Bukan juga tentang masa lalu. Ini tentang menemukan orang yang paling tepat untuk hidupmu.
Judul: Finally You
Pengarang: Dian Mariani
Penerbit: Stiletto Book
Tebal: 277 hlm
Rilis: Juni 2014 (cetakan ke-1)
Harga: Rp49.000 (buku persembahan Penerbit, tidak memengaruhi resensi)
ISBN: 9786027572287
Sederhana
dan apa adanya.
Yup, dua hal itu yang paling tepat mewakili Finally You.
Sederhana dari segi cerita. Hampir tidak ada yang membuat
takjub. Klise. Pertama, novel ini
mempertemukan orang yang memiliki luka tentang masa lalu (perihal asmara) kemudian
saling menyembuhkan. Lantas, dibumbui sedikit dramatisasi kehadiran orang-orang
dari masa lalu masing-masing, yang justru masih menggelayuti keduanya. Sempat
kesal saat bagian awal sampai pertengahan, Raka dan Luisa (tokoh utama di novel
ini) mau ngapain sih, kalian? Mau maju tapi kalian justru stuck di satu titik. Kedua, novel
ini mengisahkan asmara antara bos (Raka) dan bawahan (Luisa). Seperti dunia
hanya itu-itu saja. Di FTV banyak banget yang beginian.
Sederhana lainnya adalah hampir di setiap adegan dari novel
ini, yang melibatkan Raka dan Luisa, seolah lumrah dialami orang pada umumnya.
Saya memang belum membaca ratusan bahkan ribuan buku, akan tetapi setiap saya hendak
membaca buku, sebetulnya pengin ada sesuatu yang bikin membatin, “Oh, ada ya
yang kayak gini (atau gitu)?”. Sementara di novel ini, tidak ada ‘kejutan’ yang
bisa membuat saya begitu. Eh, tapi ada sih, yang membuat tercengang. Ini
contohnya:
“Aku hanya....” Raka mengecup lesung pipi Luisa. “... mengambil ini, karena mengotori lesung pipi kesayanganku,” katanya, dengan sebatang tauge di mulutnya. (hal. 268)
Astaga-naga! *memekik* Raka yang flat, formal, bad in words,
ternyata suka nyosor, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Tapi jujur,
saya dibikin jatuh cinta sama Raka di sini. Dia lelaki in action. Tanpa banyak ba-bi-bu dan be, apalagi bo. Hanya saja...
dia juga membuat saya pengin mencakar wajahnya ketika dia bertekuk lutut pada
mantannya, Saskia. Padahal, hati kecilnya sudah merasa begitu nyaman dengan
Luisa.
Namun yang lebih ingin saya cekek adalah Hans, mantan Luisa
yang memutuskan Luisa melalui email! Hellooooo... kurang ajar! Nggak tahu sopan
santun. Lalu, minta balikan karena merasa pacarnya barunya, Gina, tidak seperti
Luisa. Ya, iyalah, satu orang dengan yang lain TIDAK AKAN PERNAH SAMA. Hans di
sini bikin emosi jiwa, serius!
Lalu, bagaimana nasib hubungan Raka dan Luisa yang
sebenarnya sudah bisa saling menyembuhkan, membuat nyaman, membutuhkan, mana kala
masa lalu mereka masih datang menghantui? Mari baca kelengkapan ceritanya sendiri,
yah. (^.^)
Sejujurnya, novel romance seperti ini sudah bisa ditebak ending-nya. Saya pun sudah menduga
begitu. Namun, saya tetap membaca karena pengin tahu dinamika tokoh-tokohnya. Well, walau memang tidak ada yang
mengejutkan –kecuali bagian tauge itu– saya masih bisa menikmati setiap cerita
antara Raka dan Luisa. Dari yang adem ayem, lucu-lucuan bareng, menegangkan,
mengoyak hati sampai kembali adem. Terlebih bagian Raka dan Luisa yang dibuat
seolah tidak bisa lepas dari soal makanan. Masa pedekate makan bareng, hari
berikut makan bareng, dan seterusnya berlanjut mengobrol sampai menemukan
kenyamanan satu sama lain.
Selanjutnya, novel ini apa adanya. Sebab dari sekian novel
yang sering berkutat dengan panjangnya narasi bahkan berbelit, Finally You menawarkan cara penuturan
cerita yang to the point. Bahkan per
bab-nya terasa singkat-singkat saja. Setiap ada konflik yang memicu
kesalahpahaman dan butuh pembuktian, penulis langsung membuktikannya tanpa
perlu banyak ocehan. Namun demikian, hal tersebut tidak mengurangi esensi
ceritanya sendiri.
Akan tetapi di sisi lain, saya juga merasa penulis kurang
mengeksplorasi karakter beberapa tokoh, terutama segi fisik. Jujur, dari sekian
tokoh di dalam novel ini, yang paling bisa saya bayangkan secara riil hanya
Luisa dan Raka. Tapi, saya hanya mampu membayangkan Raka seperti kebanyakan
lelaki tampan metropolis yang punya reputasi bagus, masuk jajaran level manager
perusahaan besar, pintar dan lulusan luar negeri, plus karakternya yang to the point. Saya tidak terlalu bisa
membayangkan seganteng apa Raka Leonard itu, kecuali mata kelam namun tegasnya
(ini menurut Luisa). Apalagi Hans, saya hanya bisa membayangkan dia ganteng,
tapi tidak tahu seotentik apa kerupawanannya.
Dan yang sedikit membuat heran adalah penulis tidak
menjelaskan ciri fisik atau deskripsi karakter lainnya untuk teman kantor Luisa
(semoga saya tidak melewatkan satu pun kata atau kalimat), yaitu Monica (di
kantor baru) dan Naning (kantor lama). Memang, pembaca akan menangkap –secara otomatis– keduanya teman sekantor Luisa dan hanya sekali dua kali ‘muncul’. Atau memang
kalau tokoh ‘sampingan’ minim sekali deskripsinya? Tapi sori, lagi-lagi saya
jadi menganggap mereka hanya ‘sketsa’ yang ikut berdialog dengan Luisa. Soalnya,
bagi saya, kita bisa melesak secara total ke dalam cerita kalau bisa
membayangkan tokoh-tokohnya, di samping setting-nya.
Tapi di novel ini, karakter tokoh disajikan ‘apa adanya’. Walau memang tetap
bisa membangun cerita, tapi rasanya kurang gereget.
Hal lain yang membuat saya kurang sreg, Raka dibuat seakan
sebagai malaikat yang diutus Tuhan ke bumi untuk melindungi Luisa. Ya ampun,
beruntung banget sih, si Luisa. Saya envy!
*eh, ini urusan personal, ya! hehehe* Rasanya kurang struggle saja seorang tokoh kalau sudah di-set ada malaikat penolong begitu
Di sisi lain, novel ini minim kekurangan dalam hal teknis. Hanya
beberapa seperti:
1. Raka
mengangkat bahunya. “Small obsevation.” (hal.
16) à seharusnya: observation
2. “...
DIa kembali teringat kejadian tadi sore di Over Easy... (halaman 133) à seharusnya: Dia kembali
teringat kejadian tadi sore di Over Easy
3. Kesalahan
membedakan font narasi dan dialog
(dalam bentuk/ format SMS) (hal. 191)
Setengah jam kemudian, pesannya baru dibalas.
Take care
Luisa langsung membalas lagi.
Gimana keadaan kamu, udah baikan?
Seharusnya:
Setengah jam kemudian, pesannya baru dibalas.
Take care
Luisa langsung membalas lagi
Gimana keadaan kamu, udah baikan?
4. Kata
‘mengiyakan’ (hal.186, 233) à seharusnya mengiakan
5. Ada
narasi atau narasi bercampur dialog, yang menggambarkan dua tokoh, berada dalam
satu paragraf. Hal ini justru membuat bingung pembaca. Misalnya:
Luisa memandang sosok di
depannya. Dia suka mata Raka. Menurutnya, mata kelam itu memancarkan ketegasan.
Dia suka bagaimana Raka mengaturnya, tapi juga mau menuruti sarannya. “Dulu
saya pengin jadi pilot,” kata Raka, sambil mengambil tusuk satenya yang
pertama. Luisa tersadar dari lamunannya. (hal. 84)
Bukankan lebih nyaman bila dibuat paragraf baru seperti ini:
Luisa memandang sosok di
depannya. Dia suka mata Raka. Menurutnya, mata kelam itu memancarkan ketegasan.
Dia suka bagaimana Raka mengaturnya, tapi juga mau menuruti sarannya.
“Dulu saya pengin jadi pilot,”
kata Raka, sambil mengambil tusuk satenya yang pertama.
Luisa tersadar dari lamunannya.
Dan ini berulang di halaman 106, paragraf 6, dalam adegan
antara Luisa dan Saskia.
6. Ada
paragraf yang ‘nyeleneh’. Maksudnya, awal paragraf tersebut tidak sama
menjoroknya dengan awal paragraf sebelum dan sesudahnya, namun tidak banyak.
Hanya beberapa pada halaman 82 (paragraf 3 dan 4), 115 (paragaraf 12), dan 119
(paragraf 15)
Terlepas dari kekurangan di atas, saya bisa mengambil tiga
hal dari novel ini.
Pertama, analogi sedotan yang
dicetuskan Raka. Diceritakan dalam novel ini, Luisa cukup terkejut ketika
mendapati Raka tidak risih satu sedotan minuman dengan Luisa, sedangkan Hans
paling tidak suka seperti itu. Raka menyatakan bahwa jika seseorang tidak ingin
satu sedotan dengan orang lain (terutama pacarnya), berarti orang tersebut
tidak nyaman dengan pemilik sedotan itu. Sumpah, ini analogi yang jleb banget.
Sesederhana itu tapi makna filosofisnya (setdahhh... bilang filosofis segala
daku! hehehe) dalem banget. Setuju sama Raka!
Kedua, isi tweet
@luisa_andrea: Kamu... Ternyata jauh
lebih penting dari masa lalumu (hal. 256). Sebetulnya ini pernyataan Raka
pada Luisa. Yah, masa lalu memang sepaket dengan seseorang. Tapi, masa lalu
memang sudah berlalu. Kita tidak hidup untuknya, melainkan masa depan.
Lagi-lagi, saya pro Raka di sini. Uyeah!
Ketiga, tentang perkataan mama
Luisa (hal. 236), “Jangan menikah karena harus. Menikahlah karena ingin. Ingin
dan yakin.” Ugh, asli bikin
pelajaran. Kalau kita tidak sreg sama pasangan kita, lebih baik dipikirkan
kembali. Belum lagi kalau sudah pernah disakiti seperti Luisa dan tidak lagi
merasakan gelenyar perasaan apa pun pada lelaki yang mengajak menikah.
Oke, novel ini cocok untuk kalian yang sedang dilema
menentukan siapa yang cocok mendampingi, menemani, membuat nyaman, dan
menggandeng secara pas di sela-sela jemari kita. Sangat ringan dibaca dengan bahasa
yang sederhana (tidak sok puitis yang malah bikin pusing) dan alur yang
mengalir sehingga bisa dibaca dalam beberapa jam saja. Siapa tahu setelah baca novel
ini jadi tercerahkan bakal menentukan memilih Si A atau Si B, hehehe.
Kalau boleh menganalogikan dengan makanan (mulai ikut-ikutan
Raka dan Luisa yang suka makan), novel ini laksana kue putu yang hangat dan
manis. Walau sesekali sedikit ‘menyakiti’ mulut kita kalau dimakan saat masih
terlalu panas. Kerenyahan kelapanya seperti canda-tawa antara Raka dan Luisa.
Sementara kelembutan ketika memakannya mewakili kisah Raka dan Luisa yang
saling mengasihi satu sama lain seiring berjalannya waktu. Sweet! Saya beri 3,5 dari 5 bintang yang saya punya.*
Selamat membaca, tweemans.
0 komentar:
Post a Comment