Sunday, October 5, 2014

[Resensi Novel Metropop] I Owe You Love by Sarah Dezaky

Hidup yang serbamudah...
Pernikahan Sassy dan Luthfi terancam bubar.

Semua orang memuji Luthfi Syahbana pria yang cerdas, hebat, dan jago komputer. Semua orang juga selalu bilang Sassy sangat beruntung bisa mendapatkannya. Tapi bagi Sassy, menikah dengan Luthfi adalah kerja keras untuk beradaptasi menerima segala hal menyebalkan dalam diri pria itu. Meski genius, Luthfi sangat cuek, berantakan, dan tidak romantis. Pria itu lebih senang bermain game hingga lupa waktu, lupa menjemput Sassy, bahkan lupa hari ulang tahunnya.

Bagi Luthfi, sejak awal, pernikahan mereka adalah kesalahan besar. Meski berhasil mempersunting Sassy yang dipujanya sejak lama, ia tahu hati perempuan itu tidak pernah utuh untuknya.

Benarkah pernikahan mampu menyatukan dua insan yang sangat bertolak belakang? Jika tidak, haruskah Sassy menerima Adit, pria yang pernah membatalkan pernikahan mereka, atau tetap bertahan untuk membayar lunas utang cintanya pada Luthfi?

Judul: I Owe You Love
Pengarang: Sarah Dezaky
Desain sampul: Marcel A.W.
Penerbit: Gramedia
Tebal: 238 hlm
Rilis: Juli 2014
Harga: Rp47.000
ISBN: 9786020306032

Dua pribadi berbeda memutuskan menikah dan membangun rumah tangga berlandaskan (perasaan) cinta. Sassy sang bankir cantik dan Luthfi sang game developer bahu-membahu memberi warna pada kehidupan pernikahan mereka. Namun, pada akhirnya perbedaan itu kian meruncing hingga melukai hati keduanya. Apalagi ditambah dengan kehadiran Adit, lelaki dari masa lalu Sassy.

Terdengar sangat mainstream? Yeah, benar. Dan, begitu seterusnya, sampai pengujung cerita. Tak ada yang baru yang ditawarkan oleh pengarangnya. Konflik, adegan per adegan, bumbu cerita, tak ada yang istimewa. Yang menyegarkan adalah gaya menulis Sarah Dezaky yang lincah dengan diksi sederhana dan lugas yang berhasil mengikat saya untuk terus membaca novel ini. Yah... paling tidak sampai dua per tiga jumlah total halamannya.

Sedikit 'sayang'-nya adalah gaya menulis Sarah yang kelewat detail yang tak memberi ruang bagi pembaca --saya-- untuk berimajinasi. Ambil contoh soal perbedaan Sassy dan Luthfi. Meskipun sudah diilustrasikan dunia kerja keduanya yang memang berbeda, pengarang masih merasa perlu untuk menyebutkan bla-bla-bla-bla soal perbedaan-perbedaan yang ada. Kalau saja deskripsi itu dikonversi menjadi tindakan dari masing-masing tokoh (melalui aktivitas-nya, bukan penjelasan oleh pengarang) mungkin akan lebih menarik.


Ceritanya sendiri benar-benar bikin capek di sepertiga bagian akhir, secapek kedua tokohnya dalam menghadapi kemelut rumah tangga yang demikian dibuat-buat rumitnya. Yang jelas, novel ini DE-RA-MAH pisan euy, buat saya. Saya berulang kali menyemangati diri sendiri untuk merampungkan-baca novel ini. Ayolah, kamu pasti bisa. Dan, saya memang bisa menuntaskannya meski ngos-ngosan dan dengan skimming banyak halamannya. Saya hanya ingin segera tahu apakah tebakan saya untuk ending kisah Sassy-Luthfi ini sesuai atau enggak.

Yang paling parah adalah eksekusi konfliknya. Maaf, bukannya saya ahli nulis atau apa (bisa nulis aja enggak!), tapi saya benar-benar menyayangkan bahwa semua drama yang disusun diakhiri dengan begitu mudah. Setiap yang salah cukup bilang, "Maaf," dan yang dimintai maaf juga dengan enteng bilang, "Aku juga minta maaf." Sudah, semua masalah jadi beres. Kentang!

Chemistry juga jadi masalah di sini. Tak ada yang bisa saya kategorikan sebagai sebuah ikatan rasa yang kuat, baik Sassy pada Luthfi (dan sebaliknya) atau Sassy pada Adit, meskipun di pertengahan sikap Adit yang seolah memperjuangkan apa yang dulu pernah dilewatkannya cukup tergambar, tapi lagi-lagi tidak dieksekusi dengan baik. Tak meninggalkan kesan apa-apa.

Sebenarnya saya tak mau membandingkan karakter di sini dengan karakter Alexandra Rhea dan dr. Beno di Divortiare-Twivortiare-nya Ika Natassa, namun saya enggak bisa menghilangkan citra bahwa tampaknya ini agak mirip. Apalagi sosok Luthfi awalnya dikenalkan sebagai sosok yang cool, dewasa, dan enggak banyak ngomong. Meskipun, taelah, kenapa di belakang jadi cablak gitu si Luthfi-nya?

Subplotnya juga amburadul. Haishhh, berasa tempelan doank. Terutama soal kisah cinta-terlarang-adik-sepupu-Luthfi-lalu-kabur-lalu-sadar-lalu-minta-maaf itu. Oh, God, malah ganggu kalau menurut saya, sih. Ada subplot lain enggak, ya? Enggak ada, kayaknya. Yaudah, bayangin saja 230-an halaman disuguhin drama rumah tangga Sassy-Luthfi dan Adit sebagai orang ketiga. 

Selain kacau dari segi sajian adegan dan eksekusi konfliknya, novel ini juga cukup bermasalah di bagian teknis cetakannya. Ya ampun, typo-nya bertebaran di mana-mana. Sampai gatel pengin ngebenerin nandain semuanya. Ini beberapa typo yang saya temukan (di beberapa tempat tak lagi saya tandai, sangking sudah hopeless-nya pengin cepet-cepet kelar bacanya, termasuk konsistensi penggunaan istilah dan penggunaan tanda baca yang suka kelupaan):
(hlm. 22) televis = televisi
(hlm. 24) belepotan = berlepotan (KBBI)
(hlm. 41) memunggunggi = memunggungi
(hlm. 55) Depkominfo = Kemenkominfo --> dalam narasi, semestinya menggunakan istilah baku, kronologi waktu tahun 2012
(hlm. 56) Stand - stan --> tidak konsisten, bahkan di satu kalimat
(hlm. 58) pak William = Pak William
(hlm. 61) menganggung = mengangguk
(hlm. 76) menututi = menuruti
(hlm. 83) sumringah = semringah (KBBI)
(hlm. 94) Chocochip Frapio - (hlm. 107) Chocolate Frappio --> tidak konsisten
(hlm. 101) lantar = lantas
(hlm. 113) blka-blakan = blakblakan (KBBI)
(hlm. 114) kataLuthfi = kata Luthfi (kurang spasi)
(hlm. 119) pergi keluar kota = pergi ke luar kota (pisah)
(hlm. 137) Nenek Luthfi = nenek Luthfi
(hlm. 184) csetuju = setuju
(hlm. 185) Lutfhi = Luthfi
(hlm. 186) mempertimbangan = mempertimbangkan
(hlm. 199) sepakbola = sepak bola (pisah)
(hlm. 211) jawab Ambar acuh = jawab Ambar acuh tak acuh (sesuai konteks kalimat)
(hlm. 216) dalama = dalam
(hlm. 223) Lutfhfi = Luthfi

Yah, inilah subjektivitas rasa saya setelah menuntaskan baca I Owe You Love ini. Banyakan tak puasnya memang, tapi saya tetap mengapresiasi setinggi-tingginya pada gaya menulis Sarah Dezaky yang selera saya banget. Semoga di buku-buku selanjutnya, bisa meracik cerita yang lebih baik lagi. Untuk kali ini, saya tak puas.

Selamat membaca, tweemans.

My rating: 1,5 out of 5 star.

1 comment: