Thursday, October 29, 2015
Friday, October 23, 2015
[Buku diFILMkan] Resensi Film - Paper Towns (Adaptasi dari Novel Karya John Green)
The movie looks good...
Saya orangnya gampangan, sebenarnya. Gampang suka tapi juga gampang enggak suka. Pas baca The Fault in Our Stars (TFiOS), saya nggak begitu ngeh sama kisahnya. Mana yang versi bahasa Inggris-nya susah banget buat saya cerna, vocabulary-nya nyebelin. Namun, ternyata baca versi terjemahannya pun tetap bikin saya nggak begitu relate sama cerita TFiOS, tapi hal itu nggak menghalangi saya untuk menonton versi filmnya. Dan, saya suka.
Sementara itu, saya belum baca Paper Towns. Sudah punya, tapi belum dibaca. Saat mendengar kabar Paper Towns bakal dadaptasi menjadi film, saya pun tak kalah excited kayak TFiOS dulu. Sayang, sepertinya filmnya tak tayang di bioskop lokal, entah kenapa. Mungkin karena di Amerika sendiri film ini tak terlalu bagus hasil penjualan tiketnya. Namun, akhirnya saya berkesempatan menonton film ini juga. Well, seperti yang sudah saya bilang, saya orangnya gampang suka, dan saya memang suka sama film ini. Bahkan setelah nonton, saya malah kepingin baca versi novelnya. Soon!
Saya orangnya gampangan, sebenarnya. Gampang suka tapi juga gampang enggak suka. Pas baca The Fault in Our Stars (TFiOS), saya nggak begitu ngeh sama kisahnya. Mana yang versi bahasa Inggris-nya susah banget buat saya cerna, vocabulary-nya nyebelin. Namun, ternyata baca versi terjemahannya pun tetap bikin saya nggak begitu relate sama cerita TFiOS, tapi hal itu nggak menghalangi saya untuk menonton versi filmnya. Dan, saya suka.
Sementara itu, saya belum baca Paper Towns. Sudah punya, tapi belum dibaca. Saat mendengar kabar Paper Towns bakal dadaptasi menjadi film, saya pun tak kalah excited kayak TFiOS dulu. Sayang, sepertinya filmnya tak tayang di bioskop lokal, entah kenapa. Mungkin karena di Amerika sendiri film ini tak terlalu bagus hasil penjualan tiketnya. Namun, akhirnya saya berkesempatan menonton film ini juga. Well, seperti yang sudah saya bilang, saya orangnya gampang suka, dan saya memang suka sama film ini. Bahkan setelah nonton, saya malah kepingin baca versi novelnya. Soon!
Tuesday, October 20, 2015
[Top Ten Tuesday] 10 Wishes I'd Ask The Book Genie to Grant Me...
Top Ten Tuesday is an original feature/weekly meme created by The Broke and the Bookish. The Broke and the Bookish original title: 10 Wishes I'd Ask The Book Genie To Grant Me (a new book from a certain
author, a reading superpower, a library that is your absolutely
#librarygoals, a character to come to life, to met a certain author etc.
etc.) YOU DREAM IT AND THE BOOKISH GENIE CAN DO IT.
Oh, genie... genie in the bottle, grant me THESE SUPER WISHES, pleaseeee... I guess this time I'll write my top ten in English though maybe one or two wishes are local. By this, I'll summarize my wishes as MY WISHLIST and I'll try to make them REAL someday. So, here they are...
1. Taking a selfie at Platform 9 3/4 at King Cross Station.
Oh, genie... genie in the bottle, grant me THESE SUPER WISHES, pleaseeee... I guess this time I'll write my top ten in English though maybe one or two wishes are local. By this, I'll summarize my wishes as MY WISHLIST and I'll try to make them REAL someday. So, here they are...
1. Taking a selfie at Platform 9 3/4 at King Cross Station.
source: https://allmylovefromlondon.wordpress.com/tag/platform-9-34/ |
Monday, October 19, 2015
[Resensi Novel Young Adult] Rainbow Boys by Alex Sanchez
Cinta segitiga sesama remaja pria...
Judul: Rainbow Boys (Rainbow Boys #1)
Pengarang: Alex Sanchez
Tebal: 247 halaman
Bahasa: Bahasa Inggris
Sejatinya buku ini tak menawarkan kisah monumental baru seputar isu LGBTQ. Tiga remaja pria yang menjadi tokoh utamanya pun tampil sangat predictable. Jason ---cowok pebasket populer yang berperan sebagai gay in denial/gay in the closet, Kyle ---cowok kutu buku nan pintar dari segi akademis sedang berusaha menyesuaikan dirinya yang sebenarnya sudah mengaku gay, dan Nelson ---tipikal cowok gay pecicilan yang berdandan ala-ala demi menarik perhatian. Lalu, oleh sang pengarang ketiganya dipertemukan dalam satu frame hingga terciptalah cinta segitiga di antara mereka. Siapa suka siapa, dan siapa yang akhirnya menjadi kekasih siapa, silakan baca sendiri untuk menemukan jawabannya, ya.
Yang berbeda adalah latar belakang Alex Sanchez, sang pengarang. Ia berusaha menyelipkan isu penerimaan dan pengakuan kesetaraan LGBTQ di masyarakat. Alex pernah menjadi pendidik dan pendamping pada korban kekerasan (fisik maupun psikologis) terkait isu LGBTQ sehingga ia memberikan gambaran grup-grup pendukung bagi siapa pun yang merasa terbebani dengan "nasib" yang menimpanya. Di bagian akhir novel ini, Alex juga mendaftar grup atau kelompok atau tempat untuk berkonsultasi terkait isu ini.
Hmm, dari serial karya Alex ini saya jadi teringat kampanye #LoveWins yang sempat booming di Amerika Serikat setelah dilegalkannya pernikahan sesama jenis di Negeri Paman Sam itu. Semua yang mendukung kampanye itu menggunakan pelangi (rainbow) sebagai simbolnya. Entahlah, saya sendiri tak paham, apa arti pelangi bagi LGBTQ.
Saya suka karakterisasi yang dihidupkan oleh Alex Sanchez, terutama tokoh Kyle yang serbaoptimis. Meskipun awalnya enggan, tapi Kyle akhirnya menguatkan diri untuk menerima dirinya yang gay dan mengakuinya pada orang terdekatnya. Pun ketika ia mulai berani menyatakan rasa suka pada salah satu tokoh yang sudah dikaguminya sejak kali pertama melihatnya. Nelson yang annoying bikin kisah dalam novel ini menjadi demikian hidup, dan Jason yang terombang-ambing dalam kebimbangan dapat menggambarkan betapa seseorang yang merasa terjebak dalam "nasib" ini bisa mengambil pilihan, menerima atau menolak.
Buat yang kepingin baca kisah LGBTQ ber-setting dunia dewasa-muda (young adult) yang cukup kental nuansa LGBTQ-nya, silakan coba baca serial karya Alex Sanchez ini. 3,5 out of 5 star untuk Anak-anak SMA Pelangi ini.
Btw, adakah yang nyadar cowok di belakang yang ada di kover itu adalah... Matt Bomer?
Selamat membaca, tweemans.
Jason Carrillo is a jock with a steady girlfriend, but he can't stop dreaming about sex...with other guys.
Kyle Meeks doesn't look gay, but he is. And he hopes he never has to tell anyone -- especially his parents.
Nelson Glassman is "out" to the entire world, but he can't tell the boy he loves that he wants to be more than just friends.
Three teenage boys, coming of age and out of the closet. In a revealing debut novel that percolates with passion and wit, Alex Sanchez follows these very different high-school seniors as their struggles with sexuality and intolerance draw them into a triangle of love, betrayal, and ultimately, friendship.
Judul: Rainbow Boys (Rainbow Boys #1)
Pengarang: Alex Sanchez
Tebal: 247 halaman
Bahasa: Bahasa Inggris
Sejatinya buku ini tak menawarkan kisah monumental baru seputar isu LGBTQ. Tiga remaja pria yang menjadi tokoh utamanya pun tampil sangat predictable. Jason ---cowok pebasket populer yang berperan sebagai gay in denial/gay in the closet, Kyle ---cowok kutu buku nan pintar dari segi akademis sedang berusaha menyesuaikan dirinya yang sebenarnya sudah mengaku gay, dan Nelson ---tipikal cowok gay pecicilan yang berdandan ala-ala demi menarik perhatian. Lalu, oleh sang pengarang ketiganya dipertemukan dalam satu frame hingga terciptalah cinta segitiga di antara mereka. Siapa suka siapa, dan siapa yang akhirnya menjadi kekasih siapa, silakan baca sendiri untuk menemukan jawabannya, ya.
Yang berbeda adalah latar belakang Alex Sanchez, sang pengarang. Ia berusaha menyelipkan isu penerimaan dan pengakuan kesetaraan LGBTQ di masyarakat. Alex pernah menjadi pendidik dan pendamping pada korban kekerasan (fisik maupun psikologis) terkait isu LGBTQ sehingga ia memberikan gambaran grup-grup pendukung bagi siapa pun yang merasa terbebani dengan "nasib" yang menimpanya. Di bagian akhir novel ini, Alex juga mendaftar grup atau kelompok atau tempat untuk berkonsultasi terkait isu ini.
Hmm, dari serial karya Alex ini saya jadi teringat kampanye #LoveWins yang sempat booming di Amerika Serikat setelah dilegalkannya pernikahan sesama jenis di Negeri Paman Sam itu. Semua yang mendukung kampanye itu menggunakan pelangi (rainbow) sebagai simbolnya. Entahlah, saya sendiri tak paham, apa arti pelangi bagi LGBTQ.
Saya suka karakterisasi yang dihidupkan oleh Alex Sanchez, terutama tokoh Kyle yang serbaoptimis. Meskipun awalnya enggan, tapi Kyle akhirnya menguatkan diri untuk menerima dirinya yang gay dan mengakuinya pada orang terdekatnya. Pun ketika ia mulai berani menyatakan rasa suka pada salah satu tokoh yang sudah dikaguminya sejak kali pertama melihatnya. Nelson yang annoying bikin kisah dalam novel ini menjadi demikian hidup, dan Jason yang terombang-ambing dalam kebimbangan dapat menggambarkan betapa seseorang yang merasa terjebak dalam "nasib" ini bisa mengambil pilihan, menerima atau menolak.
Buat yang kepingin baca kisah LGBTQ ber-setting dunia dewasa-muda (young adult) yang cukup kental nuansa LGBTQ-nya, silakan coba baca serial karya Alex Sanchez ini. 3,5 out of 5 star untuk Anak-anak SMA Pelangi ini.
Btw, adakah yang nyadar cowok di belakang yang ada di kover itu adalah... Matt Bomer?
Selamat membaca, tweemans.
[#BacaBarengMinjul] ...yuk baca bareng Novel Young Adult Re-Write by Emma Grace
"Tak ada kenangan yang bisa kautulis ulang.
Tapi mimpi, bisa kaususun kembali."
---Re-Write by Emma Grace
Halo, tweemans. Selamat datang kembali di gelaran #BacaBarengMinjul periode 19 s.d. 24 Oktober 2015, kali ini dengan edisi novel Young Adult berjudul Re-Write karya Emma Grace terbitan Gramedia Pustaka Utama. Pada gelaran kali ini, dua peserta #BBM_ReWrite adalah Agustin W dengan akun Twitter @agustine_w dan Deas dengan akun Twitter @deasyds.
Namun, #BBM_ReWrite enggak hanya buat saya, Emma, Agustine, ataupun Deas saja. Buat tweemans sekalian yang sudah punya novel ini dan belum dibaca, yuk... ikutan baca bareng. Cukup tambahkan tagar #BBM_ReWrite agar gampang di-search nanti, ya. Yang sudah baca, masih bisa kok ikutan baca bareng, cukup ungkapkan kesan-kesan tweemans selama membaca novel ini, sertakan tagar yang sama, ya. Nah, buat yang belum punya bukunya tapi ngebet banget pengin baca, mungkin itu pertanda kamu mesti ke toko buku dan beli bukunya (atau kalau enggak, pinjem ke temanmu).
Ayok atuh kita ramaikan #BacaBarengMinjul edisi Re-Write by Emma Grace ini. Have fun, tweemans.
Tapi mimpi, bisa kaususun kembali."
---Re-Write by Emma Grace
Halo, tweemans. Selamat datang kembali di gelaran #BacaBarengMinjul periode 19 s.d. 24 Oktober 2015, kali ini dengan edisi novel Young Adult berjudul Re-Write karya Emma Grace terbitan Gramedia Pustaka Utama. Pada gelaran kali ini, dua peserta #BBM_ReWrite adalah Agustin W dengan akun Twitter @agustine_w dan Deas dengan akun Twitter @deasyds.
Namun, #BBM_ReWrite enggak hanya buat saya, Emma, Agustine, ataupun Deas saja. Buat tweemans sekalian yang sudah punya novel ini dan belum dibaca, yuk... ikutan baca bareng. Cukup tambahkan tagar #BBM_ReWrite agar gampang di-search nanti, ya. Yang sudah baca, masih bisa kok ikutan baca bareng, cukup ungkapkan kesan-kesan tweemans selama membaca novel ini, sertakan tagar yang sama, ya. Nah, buat yang belum punya bukunya tapi ngebet banget pengin baca, mungkin itu pertanda kamu mesti ke toko buku dan beli bukunya (atau kalau enggak, pinjem ke temanmu).
Ayok atuh kita ramaikan #BacaBarengMinjul edisi Re-Write by Emma Grace ini. Have fun, tweemans.
Thursday, October 15, 2015
[#BacaBarengMinjul] Berkenalan dengan Emma Grace
#BacaBarengMinjul merupakan salah satu agenda rutin yang diselenggarakan di ranah Twitter melalui akun @fiksimetropop. Dalam waktu dekat, tepatnya tanggal 19 s.d. 24 Oktober 2015 mendatang, @fiksimetropop mengajak pembaca dan tweemans sekalian untuk ikut baca bareng novel terbaru karya Emma Grace bertajuk Re-Write yang merupakan novel keduanya yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama di bawah lini Novel Young Adult. Sebelum ikut keseruan #BacaBarengMinjul edisi Re-Write minggu depan, mari kita berkenalan terlebih dahulu dengan Emma Grace, sang penulis Re-Write. Yuk!