Prima Santika – Three Weddings and Jane Austen
Wawancara dengan Mustang FM Jakarta, frekuensi 88 FM, program Get Real pada Kamis, 19 Juli 2012, pukul 21.00-22.00 WIB
Ketika diperkenalkan oleh penyiar Mustang, dalam program tersebut Prima Santika menyebutkan ia begitu menyukai tulisan-tulisan Jane Austen dan menyatakan bahwa ke-6 novel Jane Austen merupakan bahan dasar pembuatan novel debutnya, Three Weddings and Jane Austen (TW&JA). Oiya, Prima juga secara berkelakar mengoreksi sang penyiar yang menyebut Jane Austen dengan pelafalan Jane ‘Austin’
Penyiar (maaf, pendengaran tak lagi tajam, saya dengarnya Harlan, tapi begitu cek di website Mustang, tak ada nama penyiar itu, yang ada Jarot untuk program Get Real, waahhhh, siwer bener ini kuping, hikz) mengajukan pertanyaan mengenai apa sih perbedaan novel TWAJA yang dideklarasikan oleh Prima bergenre romance ini dengan buku/novel romance yang lain?
Secara jujur, Prima menyebut dirinya bukan (belum mungkin ya) pembaca banyak buku. Dia pembaca buku, tapi belum banyak banget buku yang dibacanya. Pada awal mengirimkan naskah yang kemudian oleh sang editor naskahnya dikategorikan dalam lini metropop, Prima mengaku sama sekali tak tahu-menahu apa itu metropop. Setelah mendapat penjelasan dari sang editor, barulah ia paham. Namun demikian, ia tetap mengatakan tak bisa membandingkan novelnya dengan novel romance yang lain.
Prima lalu menjelaskan sedikit tentang TW&JA, tentang alurnya yang oleh banyak pembaca dibilang lambat. Prima tak menampiknya. Dia memang menulisnya agak sedikit lambat karena ia ingin mendalami karakter masing-masing tokohnya. Dalam TW&JA terdapat 4 tokoh perempuan, seorang ibu dengan tiga anak perempuan yang sudah menginjak usia pernikahan, yang masing-masing dihayati dengan saksama olehnya. Mungkin, karena itulah, alurnya terkesan menjadi lambat.
Keempat tokoh dihidupkan dengan point of view (POV) orang pertama sehingga lebih bebas berekspresi. Maka, akan ditemui beberapa kejadian dalam novel yang akan diceritakan secara berulang tetapi dari sudut pandang tokoh yang berbeda. Semisal ketika tokoh Meri ke Bali, lalu Lisa juga ke Bali, dan keduanya bertemu, suasana pertemuan tersebut diulas melalui dua sudut pandang yang berbeda, sehingga terkesan mengalami pengulangan adegan.
Penyiar kembali menyambar dengan pertanyaan lain, ketika Prima menyebut bahwa ia sudah merencanakan novelnya bertipe happy ending. Sang penyiar menebak, apakah itu juga terinspirasi dari novelnya Jane Austen?
Prima menjawab, iya. Bila dicermati, ke-6 novel Jane Austen semuanya diakhiri dengan happy ending. Dan, Prima juga mengharapkan kisah yang ditulisnya dalam novel TW&JA berakhir dengan kebahagiaan. Yang unik lagi, ciri khas Jane Austen yang memberikan akhir bahagia tersebut melalui sebuah pernikahan. Nah, maka dapatlah ditarik simpulan mengapa judulnya TW&JA, kan?
Prima menyukai tulisan Jane Austen karena Jane menuangkan ide dalam novel-novelnya secara bijaksana. Sejatinya, alur novel Jane itu lambat bahkan cenderung membosankan. Tetapi karena Jane piawai meracik kata dan menceburkan banyak nilai yang patut diambil dan bermanfaat bagi kehidupan sehingga Prima menggemari tulisan-tulisan Jane. Dan, ketika menulis TW&JA, ia mencoba gaya Jane yang dibuat seindah dan seromantis mungkin, namun tetap membumi. Sebisa mungkin dekat dengan realita.
Penyiar lalu mengajukan pertanyaan yang dicomot dari twitter yang me-mention @mustang88fm, yang pertama adalah pertanyaan saya, hahaha.
@mustang88fm secara pribadi, dari ke-6 novel Jane Austen mas @primasantika palng suka yg mn? Sbrapa bsar pngaruhnya bagi novel mas? #GetReal
Prima menjawab bahwa Persuasion adalah novel Jane yang paling disukainya. Kenapa? Secara berkelakar, ia menyebut bahwa karena novel ini yang paling tipis di antara ke-6 novel Jane Austen. Hahaha. “Nggak ding, becanda, saya suka Persuasion karena isinya yang lebih dalam dan lebih kontemplatif dibanding yang lain,” sambungnya. Ia menambahkan bahwa Persuasion berisi kisah tentang patah hati, dipendam bertahun-tahun, namun cintanya tetap untuk satu orang.
Lalu ada Rina yang nge-tweet:
Rina dewi @rinadewi82
Tokoh ibu sri karakternya juara deh ,walaupun novel nya tebel tp ga ngebosenin @primasantika @mustang88fm
Prima bilang bahwa merupakan suatu kebahagiaan yang tiada terkira bagi dirinya apabila ia mendapat umpan balik dari pembaca TW&JA yang merasa memiliki kisah hidup yang mirip dengan salah satu karakter yang ada di novelnya.
Seseorang bertanya lagi (lupa), menurut Prima, menulis itu mudah atau susah?
Prima menjawab bahwa untuk dapat menulis harus menyenangi kegiatan menulis itu sendiri terlebih dulu, lalu terus menulis, dan jika tulisan tidak mau dipublikasikan secara komersial, dapat disalurkan melalui blog/notes facebook/dan sebagainya. Sementara itu, jika menulis buku yang berorientasi komersial maka paling tidak harus (sedikit) mempertimbangkan selera pasar, dengan bertanya pada diri sendiri, “Buku saya ini nantinya akan dibaca oleh siapa?” Usahakan jangan menjadi orang lain untuk bisa menulis buku dan diterbitkan.
Penyiar kemudian menyebutkan soal pengakuan/recognition yang diterima Prima terkait novel TW&JA.
Menjawab pertanyaan ini, Prima mengatakan bahwa recognitions tersebut ia dapatkan dari beberapa komunitas online pencinta Jane Austen maupun komunitas pembaca lain yang memuat tanggapan/apresiasi tentang TW&JA. Ia menyebut bahwa pengakuan-pengakuan tersebut merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa bagi dirinya.
Menjelang sesi terakhir wawancara, Penyiar menanyakan soal proyek Prima di waktu datang.
Sambil tertawa kecil, Prima mengatakan bahwa ia akan terus menulis, dan berharap segera menerbitkan buku selanjutnya, namun sekarang masih stuck di Bab 1.
Hahaha, tetap semangat, mas Prima, ditunggu karya-karya Anda selanjutnya.
Info lengkap tentang Prima Santika dan Three Weddings and Jane Austen, silakan klik di sini.
Nah, itu adalah transkrip ala kadarnya buatan saya, semacam Laporan Hasil Pendengaran begitu, selepas menyimak siaran program Get Real di Mustang FM pada Kamis malam lalu. Semoga pada kesempatan lainnya saya dapat berbincang lebih banyak dengan mas Prima Santika. Oiya, saya sempat juga bertemu dengannya di Pro1 RRI Jakarta, hiyaaaaa...sangking excitednya saya sampai lupa meminta izin berfoto bersama...duh #nyesel.