Wednesday, May 1, 2013

[Resensi Novel Romance] Time Will Tell by Okke Sepatumerah dan Riri Sardjono


Biarkan waktu yang akan menjawabnya...


Pengarang: Okke 'Sepatumerah' & Riri Sardjono
Editor: eNHa
Proofreader: Fitria Sis Nariswari
Penata letak: Dian Novitasari
Desain Sampul: Amanta Nathania
Penerbit: Gagas Media
Tebal: vi+270 hlm
Harga: Rp45.000
Rilis: April 2013 (cet.1)
ISBN: 978-979-780-617-0

Ahh, waktu akhirnya mengantarkan penantian panjang saya untuk bisa lagi menikmati tulisan Riri Sardjono. Well, pengarang yang satu ini memang baru melahirkan dua buku saja, Marriageable dan Tentang Cinta (adaptasi film), dan dari yang dua itu pun saya baru baca yang Marriageable saja. Namun, satu novel itu saja sudah cukup membuat saya jatuh cinta pada gaya tulisan Riri. Dan, betapa bahagianya saya ketika tersiar kabar akan ada buku terbaru Riri yang akan terbit. Sebisanya saya berusaha segera membeli dan membacanya.

Saya tak tahu masuk dalam kreasi jenis apa Time Will Tell di Gagas Media. Jika menjajarkannya dengan proyek GagasDuet yang booming di tahun 2012 kemarin, sepertinya kurang ‘satu ciri’ yaitu di sampulnya yang tidak standar. Oleh karenanya, saya menganggap ini adalah novella duet karya dua penulis Gagas Media yang cukup lama vakum menerbitkan karya. Jika Riri hanya di dua buku yang saya sebut tadi, Okke sebenarnya telah lebih banyak menerbitkan karya. Tapi, Heart’s Block (dan antologi The Journeys, Empat Musim Cinta) sepertinya menjadi karya terakhir Okke sebelum ‘hiatus’ sekian lama. Jadi, novella duet ini semacam oabat penawar rindu akan racikan kedua pengarang ini.

Dalam Time Will Tell ini, Okke Sepatumerah mengambil porsi bercerita lebih dulu dalam kisahnya yang diberi judul The Reunion (91 hlm), baru kemudian diteruskan oleh Riri Sardjono melalui tulisannya yang bertajuk 15 to Love (175 hlm). Oh, iya, perlu saya spoiler-kan bahwa kedua cerita ini berdiri sendiri, dan tak harus dibaca secara berurutan. Sampai akhir cerita saya hanya sok pede menduga bahwa benang merah dari novella duet ini ya di “waktu yang akan menjawabnya” karena memang secara garis besar, cerita digulirkan lewat hantaran waktu sehingga semua menuju ujungnya masing-masing.

sumber: http://www.hotelartsbarcelona.com
The Reunion
Dari judulnya, saya sudah bisa menduga ini tentang reuni, meski saya baru merasai nuansa reuni yang coba dikisahkan oleh Okke ketika membalik halaman demi halaman bagian kesatu ini. Karena telanjur  membaca Reuni-nya Ayu Gendis (metropop) terlebih dulu, saya menjadi sedikit terganggu menikmati guliran kisah ini. Agak mirip, meskipun dari segi jumlah tokoh, The Reunion jelas lebih sedikit (3 tokoh) dibanding Reuni (5 tokoh). Namun, gulungan konflik yang menyertai derap langkap para tokohnyalah yang lagi-lagi menjebak saya pada kesimpulan adanya kemiripan di antara kedua buku ini. Dan, terpaksa harus saya akui kalau Reuni garapan Ayu Gendis lebih punya banyak ruang bercerita karena halaman yang memang lebih banyak dibanding The Reunion. Dan, sebagaimana layaknya reuni, antusiasme dan kecanggungan yang menyertai peserta reuni adalah topik utamanya. Lagi-lagi, saya gagal menemukan manisnya orisinalitas dari The Reunion, sehingga saya ‘hanya’ berusaha meresapi gaya bercerita Okke saja di cerita ini.

Kisah ini ditulis dengan mengambil sudut pandang orang pertama untuk ketiga tokohnya, sehingga kita diberikan deskripsi yang luas mengenai konflik keseharian mereka. Pada awalnya saya mendapati citra yang hampir sama antara Kanya dan Arlita, apalagi keduanya digambarkan pada situasi yang serupa, sudah menikah dan memiliki momongan. Sedangkan, Ade lebih mudah dibayangkan karena memang berbeda latar belakangnya. Lambat laun, dari tengah hingga ke belakang ketika para tokohnya disatukan dalam satu frame, barulah saya mampu menghayati karakterisasi masing-masing secara lebih mendalam.

Konflik tentang sahabat yang ternyata tak sejujur yang disangka. Sahabat yang dianggap tak pernah berahasia, ternyata justru menyimpan belati dusta. Dan, sang waktulah yang akan membuka mata dan telinga mereka lebar-lebar, sehingga mereka dapat mendefinisikan sahabat dalam arti yang sesungguhnya.
15 to Love
Sedikit capek saya membaca part kedua dari novella duet ini. Untung saja, gaya bercerita Riri yang lincah nan asoy berhasil membuat saya terpaku pada kisah ini dari awal hingga akhir. Ini kisah tentang sahabat yang terbelenggu label persahabatan yang mereka ciptakan sendiri sehingga menumpulkan rasa yang menggelora di dada. Giwang seolah selalu bernasib sial karena cowok yang dekat dengannya berakhir menjadi seorang pengkhianat yang naksir orang-orang terdekatnya, bahkan naksir Nara yang adalah cowok juga. Astaga. Sementara Nara tak bisa lepas dari julukan “sahabat setia” sehingga Giwang tak pernah menanggapinya dengan serius setiap kali Nara menyatakan gelenyar rasa di hatinya. Begitu terus sampai hampir ending. Hal itulah yang membuat saya hampir terserang penyakit 'capek-nerusin-baca'. Saya mengibaratkan diri sendiri seolah sedang mengayuh sepeda angin di bawah terik matahari dengan pandangan nun jauh ke daerah tujuan yang masih berupa titik hitam di ujung sana. Keringetan, tapi nggak sampai-sampai.

Adalah seorang Riri Sardjono yang mampu membuat saya tetap semangat mengayuh sepeda angin saya. Meski berpeluh, saya cukup menyekanya dengan lengan kaos yang saya kenakan, sembari tetap mengayuh pedal.*lebay*

Lagi-lagi bukan hal baru, tapi tak jadi soal. Kisah cinta yang bagaimana sih yang belum pernah diceritakan? Hampir semua sudah pernah. 15 to Love yang memilin benang merah ‘sahabat jadi cinta’ pun merupakan produk lama, bahkan group band Zigaz juga sudah membawakannya dalam format lagu, dan mereka menangguk sukses dari situ. Anyway, saya suka karakterisasi keseluruhan tokoh di 15 to Love. Mereka seolah telah di-casting dengan sempurna untuk memainkan peran masing-masing. Meskipun, saya sempat kehilangan rasa ketika pada suatu ketika, Giwang meledak sehebat itu dan hampir-hampir memenuhi gambaran sebagai cewek psiko yang patut dikasihani. Padahal, dari awal saya melihatnya sebagai sosok perempuan tangguh yang meski tetap cengeng ketika patah hati tapi sanggup menerjang badai untuk bangkit kembali.



Overall, saya menyukai Time Will Tell ini, meskipun jika dipisah jadi dua, saya akan menjatuhkan pilihan pada 15 to Love sebagai cerita yang lebih disukai. Jujur saja, harapan saya akan buku ini memang sangat tinggi sehingga risiko untuk kecewa karena tak sesuai ekspektasi menjadi demikian besar. Well, untunglah saya tak terlalu kecewa. Sekali lagi, buku ini saya anggap sebagai penawar rindu saya pada tulisan karya seorang Riri Sardjono.

Baik, kita ngulik sedikit tentang cetakan. Saya memang belum banyak membaca buku-buku terbitan Gagas Media, meskipun demikian timbunan buku produksi penerbit ini sudah memenuhi rak buku saya. Tapi, pengalaman membaca saya selalu ternodai dengan masih tumpulnya sensor typo pada buku-buku cetakannya. Padahal, justru buku-buku terbitan Gagas Media yang dengan gamblang menyertakan nama proofreader pada lembar informasi buku, tapi mengapa justru buku-buku ini seperti masih saja gagal bersih? Berikut beberapa catatan typo di buku Time Will Tell ini:
(hlm. 10) Sekaran,g = Sekarang
(hlm. 22) Sudah banget, deh ngajakin... = Susah banget, deh ngajakin..
(hlm. 22) waktunya pacarnya = waktu pacarnya
(hlm. 49) sejak Carla menikah = sejak Arlita menikah
(hlm. 56) Masa Cuma nganter... = Masa cuma nganter...
(hlm. 57) aku membuntuti = aku membuntuti.
(hlm. 63) Nggak apa-apa kok. mungkin = Nggak apa-apa kok, mungkin
(hlm. 66) ditanyaan = ditanya
(hlm. 82) menganggu = mengganggu
(hlm. 89) mencelos = mencelus
(hlm. 100) coklat = cokelat
(hlm. 126) luar negri = luar negeri
(hlm. 137) di habiskannya = dihabiskannya
(hlm. 140) mengangapnya = menganggapnya
(hlm. 192) gedug = gedung
(hlm. 201) dia mengacuhkannya = dia tak mengacuhkannya (menyesuaikan konteks)
(hlm. 209) menghisap = mengisap
(hlm. 225) suasanan = suasana

Buat kamu yang suka membaca kisah tentang sahabat yang menyimpan rahasia atau sahabat yang gagap mengucap cinta, Time Will Tell akan membawamu mengarungi samudera waktu untuk mencari jawaban atas segala pertanyaan.

Saya tetap merekomendasikan novella duet ini buat kamu baca dan koleksi. Selamat membaca, kawan.

My rating: 3,5 out of 5 star.

2 comments:

  1. kritikan yang bagus dan dapat menjadi masukan oleh penulisnya:)

    ReplyDelete
  2. Saya juga suka Riri Sardjono dan baru baca Marriagable saja. Suka selalu dgn list typo-nya :)

    ReplyDelete