Saturday, November 21, 2009

Resensi Novel Chicklit: Dahlian & Gielda Lafita - Baby Proposal (Karena Cinta Tak Membutuhkan Alasan)

Romantis??? Ah, berlebihan!



Judul: Baby Proposal
Pengarang: Dahlian & Gielda Lafita
Penerbit: Gagas Media
Genre: Romance-Comedy, Chicklit
Tebal: 332 halaman
Harga (Toko): Rp37.500
Rilis: Nopember 2009 (cet. 1)

Terpaksa saya harus menyatakan bahwa hampir seperempat bagian awal (dan masih terdapat pada beberapa bagian lain di sepanjang plot) novel ini berkutat pada umbaran hawa nafsu para tokohnya semata. Bagaimana tidak, setelah bercerita soal proses one-night stand yang berujung hamilnya si aktris utama (jadi ingat film Knocked Up!), penulis (dua orang!) justru melulu menggambarkan bagaimana gelenyar-gelenyar nafsu aktor-aktrisnya ketika mereka bertemu, saling memandang, berdekatan, dan sebagainya. Parahnya, itu diceritakan dalam berbagai situasi. Dalam berbagai kesempatan.

Bukannya wajar??? Wajar-wajar saja sebenarnya. Dua puluh persen dari penilaian saya mengarahkan saya untuk maklum. Keyakinan saya itu dilandasi kesadaran bahwa kedua tokoh baru bertemu dan berkenalan. Penulis menekankan bahwa kedekatan keduanya tidak melibatkan hati (perasaan). Penulis juga dengan semangat sekali mendeskripsikan bagaimana pergulatan batin kedua tokoh yang terjebak dalam situasi ‘terlarang’ itu. Perang batin inilah yang lambat laun melembutkan keduanya. Menerbitkan binar kasih, sayang, hingga cinta pada hati masing-masing. Tak ayal, dalam setiap kesempatan keduanya saling melempar kekaguman perasaan. Namun, sayang sekali, penulis hanya mengumbar kekaguman mereka dari kesempurnaan fisik belaka. Betapa tampannya si aktor, blablablabla….betapa keindahan bibir si aktris dan blablablabla….. mungkin untuk sekali-dua tidak masalah. Semua jadi nggak asyik ketika hal tersebut diulas lagi, lagi, dan lagi. Bosan!

Sebenarnya, gaya mendongeng kedua penulis, yang cukup nge-blend (saya tidak bisa menduga mana yang adalah tulisan Dahlian dan mana yang tulisan Gielda, saya memang belum mengenal karakter tulisan masing-masing karena tidak pernah membaca karya solo mereka), cukup bisa mengalirkan kisah novel ini. Diksinya pas, meskipun sebagian besar isinya sebagaimana yang saya sebutkan tadi. Luapan
berahi syahwat. Emosinya terasa dan teraba. Adegan per adegannya cukup hidup. Lancar sekali alur ceritanya.

Hmm, saya agak malas membahas tema, karena dari waktu ke waktu tidak ada lagi tema baru yang diangkat oleh para penulis. Termasuk dalam novel ini. Hamil di luar nikah. Perkawinan yang dipaksakan. Benci lalu cinta. Orang ketiga yang adalah cinta masa lalu. Duh! Saya sih akhirnya hanya bisa berlapang dada saja mengingat saya sendiri juga tidak tahu tema langka apa lagi yang bisa diangkat dan terlihat orisinil. Oleh karena itu, saya tidak akan membahas soal tema novel ini.

Kalau temanya sudah, katakanlah, basi maka saya berharap penulis bisa mengolahnya menjadi tampak baru dan segar. Dan, syukurlah, kedua penulis berhasil mengemas tema oldies itu menjadi tidak membosankan. Yeah, setidaknya saya akhirnya selesai juga membacanya hingga tuntas.

Catatan saya yang lain adalah sebuah pertanyaan yaitu, “apakah sekarang ini hampir seluruh perempuan Indonesia sudah tersihir drama seri Korea?” Oh, GOD! Rasanya sudah banyak penulis yang “mimpi” bercerita soal Korea (ingat Summer in Seoul-nya Ilana Tan atau Marrying AIDS-nya Lia Andria? Atau juga My Seoul Escape-nya Sophie Febriyanti). Baby Proposal ini memang tidak bercerita soal Korea atau tokohnya yang tergila-gila seri Korea, namun mengapa adegan menjelang klimaksnya justru mengingatkan saya pada seri Hotelier???. Maka, makin tak orisinil-lah novel ini. Belum lagi segala rupa keromantisan yang coba ditampilkan kedua penulis malah membuat saya agak muak. Yikes! Lebay, banget… this is so 2009 not 199whatever… apa gua yang nggak romantis, ya???? Tapi sumpah, gua bilang romantisnya berlebihan!!!

Pada akhirnya, impresi saya tertuju pada kolaborasi yang cukup nge-blend dari dua penulis ini. Saya berharap, jika nanti masih ingin membuat lagi karya duet, kedua penulis bisa mengangkat tema yang tak biasa, dan kalau bisa, segala menye-menye (yang dimaksudkan untuk romantis) agak dikurangi. Hey, don’t judge, this book is for women! Mungkin saja buku ini memang dimaksudkan untuk perempuan (kalau memang iya, mending dilabeli saja sekalian, for women only), tapi tidakkah seorang penulis bangga jikalau bukunya tidak hanya “dikotakkan” pada satu kategori saja?? Apakah penulis tidak bangga jika bukunya bisa diterima semua golongan?? Bukankah semakin luas pembaca, tiras buku yang terjual juga semakin banyak?? Kalau tidak bangga, ya…berarti saya memang salah pilih bacaan.

Okey, selamat membaca!

Sinopsis (cover belakang)
Seandainya ini mimpi buruk,
Karina ingin cepat-cepat bangun
dan tak ingin mengingatnya lagi....

Tapi kenyataan memilih berlaku kejam kepadanya. Dua garis di testpack yang kini berada di tangannya adalah jawaban tegas: Karina hamil. Dan satu-satunya yang terpikirkan adalah mencari bapak anak ini dan meminta pertanggungjawaban.

Karina tidak berharap dinikahi Daniel. Dia ingin laki-laki itu mengurusinya selama masa kehamilan. Dengan senang hati, dia menyerahkan bayi itu ke tangan Daniel-sesederhana itu.

Namun, berada bersama Daniel membuatnya melihat laki-laki itu dari sisi lain. Sisi lembut dan penuh perlindungan. Sisi yang membuat dadanya berdesir. Perasaan yang mengenalkan Karina pada... cinta. Mungkinkah ini pertanda mimpi buruknya kelak akan berakhir bahagia?

1 comment:

  1. menurut saya, anda tidak cocok baca novel seperti ini.

    mungkin sudah saatnya ada naik kelas untuk urusan tema.

    ReplyDelete