Apalah arti sebuah nama...
Read from January 29 to 29, 2012
Rating: 4 out of 5 star
Judul: Unforgettable
Penulis: Winna Efendi
Editor: Rayina
Proofreader: Gita Romadhona
Penata letak: Wahyu Suwarni
Pewajah Sampul: Dwi Anissa Anindhika
Penerbit: Gagas Media
Tebal: viii + 172 hlm
Harga: Rp48.000
Rilis: Januari 2012 (cet. Ke-1)
ISBN: 978-979-780-541-8
Summary
Dua orang tak tersebutkan namanya dipertemukan oleh satu pandangan pertama yang disertai sebuah senyuman singkat, di dalam kedai wine. Si perempuan adalah seorang penulis yang melanjutkan mimpi menerbitkan buku dari cinta masa kecilnya, yang selalu terkenang sang Ayah, tinggal berdua saja dengan kakak lelakinya dan membuka kedai wine Muse, serta selalu bersembunyi dari hiruk pikuk dunia glamor perbukuan. Sekali pun buku-bukunya laris di pasaran, perempuan itu menikmati menjadi tak kasatmata bagi siapa pun. Kecuali pada lelaki itu, ia ingin dilihat oleh laki-laki itu.
Dan lelaki itu memang melihatnya. Seorang eksekutif muda yang pada suatu kesempatan memutuskan mampir ke kedai wine Muse dan menjadi pengunjung tetap. Lelaki itu adalah lelaki yang harus melupakan cita-cita masa kecilnya demi menjadi seorang laki-laki dewasa yang bertanggung jawab. Maka, ia menjadi pria yang tak pernah berbagi rahasia perasaannya. Lelaki yang harus menuruti orangtuanya untuk menjalin hubungan dengan gadis yang dijodohkan padanya. Sampai ia bertemu dengan perempuan itu. Perempuan yang berbeda dari perempuan kebanyakan. Perempuan tempatnya bercerita tentang segala rahasianya.
Maka dua orang yang memulai segalanya tanpa perlu mempertanyakan nama masing-masing ini akhirnya saling berbagi rahasia diseling segelas wine tiap malamnya hingga si lelaki beranjak dari kedai wine. Simaklah bagaimana curahan hati dua orang itu dalam novel terbaru karya Winna Efendi bertajuk Unforgettable ini.
Saya mendapatkan novel ini dalam paket partisipasi pada acara Unforgettable Moment: Meet and Greet with Winna Efendi, yang diselenggarakan pada hari Sabtu, 28 Januari 2012, pkl. 13.00 s.d. 14.30 WIB, di The U Cafe. Ini menjadi pengalaman pertama saya berjumpa dengan Winna Efendi yang beberapa karyanya saya gemari. Favorit saya adalah Unbeliveable (salah satu dari seri Glam Girls – Gagas Media)
Dan, Unforgettable demikian berbeda dengan beberapa karya Winna sebelumnya yang sudah saya baca. Oh, dari teknik penulisan sih tidak jauh berbeda. Tetap dengan kehadiran begitu banyak quotes keren dan diksi yang mengagumkan. Unforgettable dibungkus dengan balutan kisah sederhana yang tidak mudah untuk dilupakan. So unforgettable! Yang membedakannya dengan novel Winna yang lain adalah eksplorasi yang begitu dalam akan perasaan seseorang. Banyak sekali pertanyaan, gagasan, ide, kekhawatiran, ketakutan, yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk berkontemplasi.
Awalnya saya mengernyit. Haduhh, this book is not my type, seriously. Saya adalah seorang pembaca tradisional yang memuja comfort zone dan kelaziman, jadi ketika dialog dan narasi hanya dibedakan dari huruf miring/tidak miring, saya langsung memasang kuda-kuda untuk membaca lebih saksama. Dan, memang benar, saya harus membaca lebih teliti. Itu bagus sih, karena dengan demikian saya membaca lebih lambat sehingga dapat meresapi setiap kata-dan-kalimatnya. Yang bisa saya bilang, tiap kalimatnya sayang untuk dilewatkan karena saya khawatir akan terpeleset membaca keseluruhan pesan novel ini. Dan, gagal mencapai tujuan akhir yang seharusnya.
Sedikit mengulik behind the scene pembuatan novel ini, sebagaimana dituturkan oleh Winna, bahwa novel ini awalnya adalah sebuah novelette yang merupakan bagian dari karya bersama dua orang teman lainnya di komunitas kemudian.com. Naskah mulai ditulis Winna tahun 2007 hingga 2008 dan [mungkin] dikembangkan lagi sebelum naik cetak karena novel ini pun update dengan kondisi kekinian. Sejak dulu, Winna berkeinginan untuk menulis novel tentang wine, dan ia pun telah melakukan banyak riset dengan membaca buku-buku tentang wine, namun Winna tetap merasa bahwa yang dituangkannya di novel ini belum optimal. Ditambah lagi, ia yang tak terlalu bisa meminum alkohol menjadikan Winna tak mencicip langsung wine yang dibahasnya di novel ini.
And, you know what? Bagi saya yang tak paham soal per-wine-an, I don’t see that. Saya merasa cukup dengan penjelasan Winna. Tiap chapter berjudul salah satu jenis wine serta dilengkapi kutipan yang di dalamnya ada kata wine atau kata lain yang terkait dengan wine, untuk kemudian diberikan sedikit gambaran tentang wine itu dalam narasi dan percakapan dua tokoh rekaan Winna dalam masing-masing bab. Bagi saya, takarannya itu pas, tak kurang-tak lebih.
Kembali ke cerita. Novel ini memberikan inspirasi bagi saya yang selalu sulit mencari bahan perbincangan. Ahh, jadi seandainya saya berjumpa kawan baru, saya bisa menyontek beberapa topik bahasan di novel ini sebagai peletup impresi awal pertemuan. Saya terhanyut oleh pembicaraan yang dilakukan si perempuan dan si lelaki tak bernama. Keduanya bagai menemukan kepingan puzzle untuk melengkapi misteri masing-masing. Serupa menemukan teman diskusi untuk membicarakan apa saja. Tanpa batas. Tanpa keraguan. Tanpa takut akan ditertawakan atau terhinakan. Mereka menyatu dalam keterasingan. Mereka berteman karena menemukan kenyamanan.
Seandainya saja kita sudah saling mengenal sebelumnya, mungkin ada batasan-batasan yang membuat topik menjadi tabu untuk dibahas. (hlm. 119-120)Tetap saja, mereka ini lelaki dan perempuan. Dan, ketika kenyamanan telah mendamaikan hati masing-masing maka seperti kata Harry pada Sally dalam film When Harry Met Sally, perempuan dan laki-laki tak akan pernah bisa berteman tanpa tendensi untuk saling meletupkan api asmara. Pada akhirnya, mereka mengakuinya. Meski tak terucap jelas, hanya terselip dalam bisikan samar, kata “cinta” itu pun tersampaikan pada masing-masing.
Novel ini tipis sekali, dipotong beberapa lembar kosong pembatas antar chapter, menjadikan novel ini bisa dilahap dalam sekali duduk saja. Dan, dikarenakan banyak sekali quotes di novel ini, saya sampai kesulitan memilih bagian mana yang paling saya suka. Semuanya bagus. Semuanya membawa makna yang demikian dalam bagi saya. Apalagi kata di pengujung novel ini:
Dan mereka hanyalah dua orang yang tak saling mengenal.Mungkin yang ingin saya pertanyakan hanya adegan di halaman 105, “...mengenai kasus yang tak kunjung selesai di kantor, keluhan yang berada di ujung lidah, dan Zinfandel yang entah mengapa terasa terlalu pahit,...” di sini, saya merasa ini bagian dari pemikiran/situasi si lelaki. Nah, seharusnya wine yang diminum si lelaki itu jenis Cabernet, sedangkan Zinfandel adalah minuman si perempuan. Apa lagi, tak ada keterangan bahwa si lelaki meminta mencicip Zinfandel atau mengganti minumannya karena di bagian selanjutnya si lelaki tetap menyesap gelas wine jenis Cabernet. Hanya minor dan sekadar penasaran saja sih. Dan kata “teracuhkan” di halaman 145 mungkin seharusnya “tak teracuhkan” yang berarti “terabaikan,” jika dikaitkan dengan konteks kalimatnya.
Kebetulan bertemu di suatu tempat, pada suatu titik waktu;
masing-masing menggenggam ujung seutas benang merah.
Overall, saya suka novel ini. Berharap sih novelnya lebih tebal sehingga cerita memiliki plot yang lebih kaya. Oh, jangan khawatir, di pengujung cerita, akhirnya akan diungkap siapa nama kedua tokoh kita yang tercinta ini. Jadi, bacalah hingga akhir.
4 bintang untuk kenikmatan yang saya rasakan ketika menelusuri kata demi kata dalam novel ini. I love your words, Winna!
Selamat membaca, kawan!
harganya lumayan untuk buku yg terbilang tipis, tpi klo diliat dri reviewnya, sepertinya unik ceritanya. sasaran wishlist
ReplyDelete@Sinta....iya, sist, ini juga yg bikin mikir beberapa kali kalo mau beli novel terbitan Gagas, harganya lumayan sih, dan terkadang isinya..ehemm..,jadi nunggu ada event diskon/beli online
ReplyDeleteKalo bukunya Winna sih udah masuk must-read, hehehe, jadi diserbu juga...:)
Review2nya so far bagus semua, jadi pengen baca. Aku uda ikutan kuisnya, doakan menang yaa :D
ReplyDelete@Oky...semoga beruntung dan menang, Oky...worth to be read lah...:)
ReplyDeleteawalnya aku nggak suka tulisan Winna, bahkan penilaianku akan Ai (satu bintang) dan Refrain (dua bintang) tidak terlalu bagus. entah ya, membaca bukunya Winna aku sanggup membenci pemeran utamanya. tapi ketika membaca Unbeliveable aku mulai menikmati tulisannya :)
ReplyDelete@Sulis...aku juga suka Winna gegara novel Unbelievable itu. Bisa banget lah dia ngolah karakter seoarng Maybela yang unik dan tak dilirik banyak orang...:) yaah....meskipun novelnya ajdi kyk novel terjemah gara-gara banyakan bahasa Inggrisnya timbang bahasa Indonesianya...
ReplyDeletekyaaa udah beli mas Ijuul?
ReplyDeleteTugas sekolah + ulangan masih numpuk. Blm ada waktu buat hunting -___-
Tambaah Penasaraan ini :s
@Hanifah...iyaaaa, beli langsung ke penulisnya lhooo... #ngomporin haghaghag...
ReplyDeleteAyo, Ifa, selesaiin dulu tugas sekolahnya, nanti baru hepi-hepi bareng buku lagi...:)