Monday, January 16, 2012

[Resensi Novel Metropop] Three Weddings and Jane Austen by Prima Santika

Mom, wish you were here...
Read from January 11 to 15, 2012
Rating: 4 out of 5 star


Judul: Three Weddings and Jane Austen
Penulis: Prima Santika
Editor: Nana Soebianto
Pewajah Sampul: Prima Santika & Eduard Iwan Mangopang
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 464 hlm
Harga: Rp58.000
Rilis: Januari 2012
ISBN: 978-979-22-7898-9

Summary:
Ibu Sri adalah seorang mama yang mempunyai tiga anak gadis yang sudah menjelang usia pernikahan, Emma, Meri, dan Lisa. Mama adalah seorang penggemar berat Jane Austen. Keenam novel Jane Austen telah dibacanya, bahkan novel-novel itu menjadi guide dalam berkehidupan keluarganya. Saat ini, Jane Austen menjadi tumpuan harapannya untuk dapat menuntun ketiga putrinya menemukan tambatan hati masing-masing. Tak henti-hentinya ia menyelipkan contoh dari karakter-karakter rekaan Jane Austen kepada mereka. Terkadang untuk menguatkan, terkadang juga untuk sekadar mengingatkan.

Emma, dinamai dari karakter Emma Woodhouse di novel Emma, si sulung, adalah yang paling sabar dan pengertian di antara ketiganya, namun harus jatuh bangun membentengi hati ketika laki-laki yang diharapkan menjadi suaminya justru pergi meninggalkannya tanpa pernah memberinya kesempatan untuk mengungkapkan isi hatinya. Meri, dinamai dari karakter Marianne Dashwood di novel Sense and Sensibility, si tengah, adalah seorang gadis lovable yang gampang menarik hati laki-laki, namun justru ketika ia ingin melabuhkan diri pada dermaga pernikahan, lelaki yang dicintainya justru pergi setelah memergokinya berselingkuh dengan lelaki lain. Dan Lisa, dinamai dari karakter Elizabeth Bennet di novel Pride and Prejudice, si bungsu, adalah sesosok gadis tomboy yang menyimpan obsesi pada kakak kelas yang justru memacari sahabatnya sendiri dan atas nama persahabatan ia merelakannya, meskipun ia mulai meragukan keputusannya itu.

Nah, mari kita nikmati pesona Jane Austen yang membantu seorang ibu membukakan pintu pernikahan bagi ketiga putrinya dalam novel debutan karya Prima Santika bertajuk Three Weddings and Jane Austen ini.

Sampul
4 jempol. Huwaaaa...love it. Love it. Love it. Love it. Mungkin, so far, inilah sampul novel metropop terfavorit saya. Bahkan saya membeli novel ini secara impulsif adalah karena sampulnya. Ditambah judulnya yang secara subjektif sangat provokatif pada saya (me: love Jane Austen!), maka sampul buku ini sangat pas bagi saya. Perfect! Menyebut Jane Austen pasti langsung merujuk pada sastra klasik yang merujuk lagi pada buku sehingga pemilihan setumpuk buku cetakan lama di atas meja dan kacamata baca sudah sangat sempurna untuk mendeskripsikan seorang Jane Austen.

source: observer.com

Meskipun kalau boleh meminta sih, lebih oke lagi jika buku yang dijadikan sampul tersebut buku-buku Jane Austen langsung, tapi mungkin akan panjang soal urusan hak ciptanya yaa... hmm, for me, elemen-elemennya dapet banget lah! Posisi dibuat landscape dengan pemilihan font untuk menulis judul dan nama penulis sangat elegan. Sekali lagi, semuanya pas. Ditambah sampul belakang bukan berisi endorsment melainkan sinopsisnya menjadikan satu bintang saya sematkan untuk sampul buku ini. bagus!

Karakter
Awalnya saya merasa sulit sekali membedakan karakter Emma dan Meri. Meskipun dengan bantuan deskripsi kepribadian masing-masing namun masih saja saya merasakan tipisnya perbedaan karakter antara dua tokoh ini. Apalagi cara bertutur mereka pun hampir tak berbeda. Untung saja, plot yang disiapkan untuk keduanya berjalan dengan baik sehingga lambat laun saya mulai dapat mengenali keduanya. Sedangkan pada Lisa, sejak awal saya sudah bisa memvisualisasinya karena penggambaran diri, lingkungan, dan pergaulannya sangat memadai. Untuk karakter sang Mama memberi kesan tersendiri, meskipun tak banyak. Tapi, karena semua pusaran konflik juga adalah campur tangannya, maka karakter sang Mama tentu saja menjadi tokoh kunci.

Yang justru tidak terekspos adalah karakter si Bapak. Saya masih menimbang-nimbang apakah ini bagus apa tidak. Pada suatu saat, saya ingin ada sentuhan laki-laki dalam penentuan nasib ketiga perempuan itu, namun sosok Bapak Atmo hanya tersebut sekilas saja. Hampir bisa saya bilang, novel ini 99% adalah tentang perempuan. Perempuan yang membantu perempuan. Tak apa sih, hanya saja sebagai seorang lelaki, terkadang saya juga ingin melihat bagaimana laki-laki menempatkan diri pada masalah seperti ini. Namun demikian, hal tersebut tak mengurangi kenikmatan saya menyelami tiap-tiap karakter yang diciptakan oleh Prima Santika. Satu bintang untuk departemen karakter.

Cerita
Dari judulnya saja, pasti sudah tertebak ini tentang apa. Ya, pada akhirnya ini memang tentang tiga pernikahan dan Jane Austen. Ada yang sudah menamatkan keenam novel Jane Austen? Jika sudah, apakah Anda juga mendapatkan kesan bahwa meskipun menempuh jalan berliku yang terjal pada keseluruhan novelnya berakhir dengan pernikahan? Saya sudah mengoleksi versi Penguin Classic, hanya IDR 30k per buahnya, tetapi belum satu pun saya baca, sehingga saya tak bisa ikut menyimpulkan. Simpulan tersebut saya dapatkan dari cerita Mama ketika menasihati ketiga putrinya.

Dengan ending yang sudah tertebak, maka kekuatan cerita dari novel ini bertumpu pada bagaimana proses yang harus ditempuh ketiga karakter perempuan tersebut dalam menemukan tambatan hatinya. Siapakah yang menjadi Frank Churchill bagi Emma, John Willoughby bagi Meri, dan Fitzwilliam Darcy bagi Lisa? Baca sendiri ya... dan, hey, meskipun berakhir bahagia, proses menuju kepada kebahagiaan itu tidak lantas semulus jalan tol (eh, jalan tol pun udah banyak yang lobang juga, ya? Udah gak mulus-mulus amat). Berapa banyak lelaki yang keluar-masuk ke bilik hati masing-masing sebelum ketiganya dengan bulir air mata menjawab, “I will,” ketika para lelaki pilihan hati mereka bertanya, “Will you marry me?”

Untuk mengetahui sedalam apa Jane Austen memengaruhi cerita novel karya Prima ini, rasa-rasanya saya memang harus segera membaca koleksi novel-novel Jane Austen ini. Kesan yang saya dapat ketika menyelesaikan baca novel ini hampir sama ketika saya selesai menonton film The Jane Austen Book Club (film adaptasi dari novel berjudul sama karya Karen Joy Fowler) yang juga menghubungkan kehidupan para tokohnya dengan novel-novel Jane Austen. Saya suka. Saya puas. Maka, satu bintang saya tambahkan dari segi cerita.



Setting dan kelengkapan cerita
Bayangin saja, romantisme cinta ketiganya mengalir dari Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan London. Dan, pantai Bali tetap membuat saya penasaran (belum pernah ke Bali, hikz). Pergantian lokasinya smooth sekali dan sangat mendukung pergeseran hati masing-masing karakternya. Tidak semua karakter di tempat itu, tapi tiap lokasi penting dan tak bisa dipisahkan dari jalan cinta mereka. Properti Jane Austen benar-benar mendominasi jalannya cerita. Jangan bosan jika sampai pada penggalan-penggalan panjang retelling yang disampaikan beberapa tokoh di buku ini atas novel Jane Austen. Memang jadi susah jika kamu tidak begitu menyukai Jane Austen karena nama Jane bertebaran hampir di banyak halaman. Tapi, cobalah meneruskan baca sampai tuntas, dan kamu akan mendapat sensasi kejut yang tak biasa di ending-nya. Eh? Bukannya ending-nya sudah tertebak? Iya, tapi perjalanan menuju ending itu ternyata yang... ehmm... menarik! Tak terduga.

Untuk beberapa hal plot-nya membingungkan. Dengan point of view (PoV) orang pertama untuk karakter Mama dan tiga putrinya, saya harus ekstra keras berkonsentrasi agar tidak lupa, karena adegan tidak dibuat saling melanjutkan, melainkan dimulai lagi dari titik awal masing-masing tokoh. Misalnya ketika Meri dan Lisa ada dalam satu adegan di mana PoV saat itu ada di posisi Meri, nanti pas di bagian penceritaan PoV pada Lisa, cerita akan diputar balik dari sebelum terjadinya adegan Meri dan Lisa, sehingga runutan kisah harus dicari-cari lagi sampai ketemu adegan yang sesuai. Ditambah lagi keputusan teknis cetakan yang tak lazim (hampir seluruh dialog dicetak italic/miring), saya jadi tersendat-sendat menikmati alur ceritanya.

Ini novel metropop, tapi hampir tidak ada branded things yang disebutkan di sini. Ingar-bingar dunia malam yang biasanya ada, juga syukurlah tidak ada. Palingan hanya setting Hard Rock Cafe Bali, tapi itu pun tak lantas disertai detail hedonisme. Saya suka. Banget! Udah mulai bosen novel yang isinya free sex, drug, alkohol mulu. Satu bintang untuk setting dan kelengkapan ceritanya.

Teknis cetakan
As usual, berikut adalah laporan temuan typo yang ada di novel ini:
(hlm. 29) mempengaruhi = memengaruhi
(hlm. 39) ckup = cukup
(hlm. 45) memperjuangakan = memperjuangkan
(hlm. 71) berterbangan = beterbangan
(hlm. 72) tomboi, tomboy = inkonsistensi penulisan
(hlm. 75) prosentasenya = persentasenya
(hlm. 76) kepimpinan = kepemimpinan
(hlm. 89) koleksinya filmnya = koleksi filmnya
(hlm. 92) bersahabat karibnya = bersahabat karib
(hlm. 94) presss conference = press conference
(hlm. 96) laki-laki-laki-laki = jadi yang ini maksudnya apa? Lelaki-lelaki? Tapi jadi nggak bagus jika menggunakan frase laki-laki diulang dua kali, lihat saja jadinya = laki-laki-laki-laki. Nggak banget!
(hlm. 113) oleng,lalu lari = kurang spasi setelah tanda baca koma (,)
(hlm. 127) Jamie Collum = Jamie Cullum
(hlm. 143) Pejalanan = Perjalanan
(hlm. 147) teritimidasi = terintimidasi
(hlm. 149) dipungkiri = dimungkiri
(hlm. 151) pengatenan = pengantenan
(hlm. 173) Krina = Krisna
(hlm. 173) mggak = nggak
(hlm. 176) drektur = direktur
(hlm. 185) coklat = cokelat
(hlm. 249) interfensi = intervensi
(hlm. 260) di tinggal = ditinggal (digabung)
(hlm. 261) k ambil = kuambil
(hlm. 303, 322) ke tujuh, ketujuh = inkonsistensi penulisan
(hlm. 313) pelaksanannya = pelaksanaannya
(hlm. 337) sesesering = sesering
(hlm. 338) mengkonfirmasi = mengonfirmasi
(hlm. 341) dis ini = di sini
(hlm. 362) terpercaya = tepercaya
(hlm. 374) I’m ini this business = I’m in this business
(hlm. 377) Akuluar biasa = Aku luar biasa
(hlm. 378) Kuhentikan langkah dan menundukkan = Kuhentikan langkah dan menunduk = Kuhentikan langkah dan menundukkan kepala
(hlm. 387) Yang pasti dia maaf aku dan ngajak = Yang pasti dia maafin aku dan ngajak
(hlm. 409) kwain = kawin
(hlm. 411) kuungkiri = kumungkiri
(hlm. 414) semakin banyak banyak penghalangnya = pengulangan kata banyak
(hlm. 420) melihatya = melihatnya
(hlm. 420) ber kontak = berkontak
(hlm. 435) mengelilingnya = mengelilinginya
(hlm. 439) ungkiri = mungkiri
(hlm. 441) Di Emma = Dik Emma
Selain sederet typo tersebut, masih ada kesalahan teknis lain yang membuat saya selalu mengernyit. Salah satunya adalah inkonsistensi cetakan italic untuk keseluruhan bahasa dialognya, di mana terkadang ada juga dialog yang tidak dibuat italic. Saya sih tak suka dengan cetakan italic ini. Secara kan sudah ada tanda petik (“) yang mengindikasikan itu kalimat interaktif. Mungkin saya memang pria tradisional yang lebih suka pada pakem resmi, ya? Hehehe.

Kemudian ada juga kalimat ambigu yang sampai dengan saat saya membuat reviu ini, saya tetap tak bisa menafsirkan apa maksudnya:
Sepengetahuan Ibu, dia masih mencintai Nak Bimo tidak mendapat maaf.

Novel Ibunda dan Jane Austen ini buku pertamanya (hlm: Tentang Pengarang).
Uhmmm... apakah ini judul awal sebelum diubah dalam proses pengeditan? Yang jelas, ini fatal, mengingat yang terbit berbeda judulnya dengan yang disebutkan sebagai novel debutan Prima Santika, dan tidak disertakan keterangan soal pergantian judul tersebut.
Tapiii... saya juga suka pada banyak sekali bagian dari novel ini, salah satunya adalah yang ini (hlm. 285):
MENIKAH
Mengapa orang menikah?
Seperti tak takut menderita, tak jera meski bercerai...
Mengapa harus takut menikah?
Semua orang melakukannya, mestinya tak sulit dicapai...

Apa yang kucari dari menikah?
Aku tak mau sendiri di hari tua nanti...
Apa yang terjadi setelah menikah?
Aku tak tau, tak ada yang tau, tapi hidup kadang menuntut untuk berani...
Oiya, novel ini juga seru karena setiap pergantian cerita masing-masing tokoh diberikan jeda semacam puisi dan kutipan-kutipan dari novel-novel Jane Austen yang dihubungkan dengan kondisi yang dialami oleh para tokohnya. Novel ini tersusun atas prolog, dua bagian, sembilan bab, dan epilog. Beberapa judul babnya disesuaikan dengan judul novel Jane Austen. Interesting.

Dengan begitu banyaknya cacat cetak, maka dengan terpaksa saya tidak memberikan bintang di bagian teknis cetakan.

Kesimpulan
Saya suka novel ini. secara keseluruhan empat bintang untuk novel debut cak Prima Santika, arek Suroboyo yang lahir tanggal 14 Maret 1974 ini. Thank you sudah menafsirkan novel-novel Jane Austen ke dalam sebuah novel yang indah ini. Berkat novel Anda, saya makin tak sabar membaca koleksi novel Jane Austen yang saya punya.

Dari sisi pribadi, novel ini berhasil menyentuh relung terdalam saya. Tentang Ibu saya. Tentang umur saya yang tak lagi muda. Tentang saya yang masih juga melajang. Meskipun saya lelaki, tetap saja, terkadang ada juga sebersit rasa getir akibat kesendirian ini mendera saya. Mom, I miss you... SO MUCH! I wish you were here... membimbing saya menemukan belahan jiwa yang masih belum saya tahu di mana dia berada. I need your help, mom.

Selamat membaca, kawan!

7 comments:

  1. Hehe.. Kayaknya lucu nih buku ya.. Bisa2nya terobsesi sama Jane Austen sampe segitunya :)

    ReplyDelete
  2. Wah, jadi pengen baca.. tapi tunggu cetakan kedua aja dulu ah, biar typonya berkurang :P

    ReplyDelete
  3. Seperti biasa, review Ijul lengkap sulengkap!Suka banget!!

    Setuju untuk covernya unik dan indah di saat yang bersamaan. Jadi pengen beli buku ini juga jadinya :D

    Mudah-mudahan Ijul dapat segera menemukan pasangan dan berlibur ke Bali yaaa *peluk*

    Btw, 'cak' itu setahu saya panggilan Surabayaan yang berarti mas deh Jul, kalau perempuan itu 'ning', makanya pemilihan putra putri di sana Cak Ning Suroboyo..

    ReplyDelete
  4. @Annisa... iya, langsung pengen baca juga karena Jane Austen-nya ini...:)

    @Oky....hahaha....coba aku email Gramedia, mau nggak ya jadi bahan koreksian kalo bukunya dicetak ulang...:)

    @Mia.....#ameen...Bali, romantis kalo buat honeymoon yaaa....
    Ini memang 'cak' kok yang nulis, sist. Prima Santika itu cowok lhooo....:)

    ReplyDelete
  5. Pasti mau dong, kan dirimu uda berbaik hati nyari2 typo sampai ada daftar panjangnya segambreng itu~ :D

    Bilangin sekalian, kalau blm dicetak ulang, Oky ga mau beli. Satu pelanggan tak suka itu lebih merepotkan daripada seratus pelanggan puas lho yaa #apaseh

    ReplyDelete
  6. haah!Cowok ya? Uh oh, hahaha,maaf Ijul :D Habisnya um um... kupikir nama perempuaan *malu*

    ReplyDelete
  7. satu yang saya suka dari review-nya mas Ijul adalah laporan lengkap koreksian typo... hehe

    ReplyDelete